13. The Devil Infiltrated

48.4K 2.8K 818
                                    


Hai! Yang sering pantengin cerita ini ayo ngumpul! Aku update setelah challenges di chapter sebelumnya selesai. Semoga kalian ga bosan ya nunggu aku update.

Jangan lupa follow IG beeverse_ ya, info semua ceritaku ada di sana. Termasuk info novel WBWP. Ikut PO-nya ya guys, akhir bulan Desember.

Ini chapter panas, bisa sampai 200 komentar ngga ya? Okay challengesnya 1,5k views, 300 vote, dan 175 comments.

Selamat membaca!

.

Tepat setelah menyelesaikan seluruh pekerjaanku, aku bergegas pergi ke hotel yang Jeon beri tahukan melalui sebuah pesan singkat. Jaraknya tidak jauh dari lokasi syutingku hari ini—gedung penthouse. Dengan tubuh yang sudah kehilangan banyak energi, aku menancapkan gas mobilku untuk segera sampai ke sana tanpa memberi tahu managerku terlebih dahulu.

Hoseok tidak mengetahui jika aku akan menginap di hotel bersama seorang pria. Mendekati jam pulang, aku sengaja menghindarinya agar tidak dililiti banyak pertanyaan. Yeah, jujur saja aku memang belum siap untuk menceritakan hubunganku dengan Jeon kepada Hoseok. Selain karena hubungan kami tidak memiliki titik terang, aku juga tahu bahwa nantinya Hoseok akan menyuruhku untuk menjaga jarak dengan Jeon. Aku tidak siap untuk itu.

Sesampainya di hotel, aku berjalan melewati lobi yang luas dan super mewah, lalu masuk ke dalam sebuah lift. Di dalam sana, aku membuka ponselku untuk membaca pesan Jeon lagi agar mengetahui nomor kamar yang pria itu tempati. Tidak butuh waktu lama untuk pintu lift kembali terbuka di lantai lima, segera aku keluar dan berjalan di koridor sambil melihat nomor-nomor yang terpasang di pintu kamar.

Aku menghentikan langkah tepat di depan pintu kamar nomor 413. Menghela napas sejenak, aku mengetuk pintu kamar itu perlahan. Sejurus kemudian, pintu kamar itu terbuka, menampilkan sosok pria bertubuh kekar yang mengenakan bathrobe sambil memegang bucket bunga lily berwarna putih. Mataku langsung tertuju pada bunga itu hingga tanpa sadar aku mengulas senyuman.

"Lily putih untuk Lilith Noona." Jeon mengulurkan bunga itu padaku sambil tersenyum tipis, mengisyaratkanku agar segera menerimanya.

Aku mengulurkan tanganku untuk meraih bunga itu, dan disaat yang bersamaan Jeon menarik tanganku dengan sedikit kuat ke arah tubuhnya. Aku tersentak, wajahku menabrak dada bidang Jeon sambil memeluk tubuhnya, sementara bucket bunga tadi masih dipegang olehnya. Hanya berselang satu detik, Jeon mencium puncak kepalaku sedikit lama sambil menghirup aromanya. Bibirnya yang lembap membuat tubuhku bergidik.

"Jeon! Kau membuatku hampir jatuh!" keluhku sambil memukul dadanya dan bergerak mundur.

Pria itu tertawa, sudut maniknya menciptakan kerutan halus yang justru membuatnya terlihat menggemaskan. "Jatuhnya 'kan ke tubuhku, sekalian berpelukan apa salahnya?" katanya dengan tawa yang masih tersisa.

"Berisik. Sekarang persilakan aku masuk dulu," ucapku tak ingin berdebat dengannya.

Jeon membukukkan tubuhnya seperti seorang pelayan istana yang sedang menyambut seorang ratu. Ralat, bukan seorang pelayan, melainkan raja. Tidak ada pelayan istana sesempurna ini. "Silakan, Ratuku," sambutnya.

Noona Can We Play? [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang