25. Ever Existed

26.8K 2.3K 777
                                    

selamat malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

selamat malam. siapa yang rindu tuan muda arche? chapter ini lumayan emosional, semoga feel-nya sampai di kalian ya. tolong kasih reviews-nya juga supaya aku tau gimana perasaan kalian setelah baca chapter ini.

seperti biasa aku akan selalu mengingatkan kalian untuk follow instagram beeverse_ karena semua informasi seputar karyaku ada di sana. Secret Messages juga adanya di sana ya, jadi sayang banget kalau ga follow.

challenges: 4,5k views, 900 vote, 500 comments.

happy reading!

.

Barangkali kadar rasa cintaku pada Jeon lebih banyak daripada rasa sakit yang belum lama ia berikan. Terbukti aku masih memiliki belas kasih untuk menerimanya masuk ke dalam apartemenku, mengobati luka di tubuhnya dan mengabaikan rasa sakit yang menyiksa diriku.

Seiring dengan kapas bernoda merah kecoklatan yang kutotoli pada luka di lengannya, kepingan amarah dan kesedihan bergerak naik ke puncak kepala dan terkumpul menjadi satu bersama puluhan pertanyaan dalam otak yang siap melebur. Bibirku yang terkunci rapat dan manikku yang sejak tadi berusaha menghindari tatapan Jeon menjadi bukti bahwa keadaan hatiku sedang tidak baik-baik saja. Aku tengah berusaha menghindarinya, dan seharusnya ia menyadari hal itu.

"Noona, kenapa kau menghindari tatapanku?"

Hatiku seperti baru saja diremas kuat, sedikit sakit dan perih. Jeon memberikan tatapan penuh kekhawatiran kepadaku sambil menyentuh suraiku seolah luka-luka di tubuhnya ini tidak lebih penting daripada alasan mengapa aku berusaha menghindarinya.

Manikku menilik wajahnya kurang dari dua detik, kemudian kembali fokus pada luka di lengannya yang telah diberi obat merah. Menepis tangannya dari suraiku, aku berdecak lirih, mengartikan bahwa aku tidak nyaman dengan sentuhannya—setidaknya untuk kali ini saja.

"Noona ...." Jeon memanggil namaku dengan lirih ketika aku sedang memakaikan perban pada lengannya. Suaranya berat dan sedikit serak, ia terdengar seperti seseorang yang tengah mengiba belas kasih.

Sejujurnya saat ini aku tidak berani menatap matanya. Aku takut mata indah itu akan memancing air mataku untuk kembali menetes, sebab setiap kali aku berusaha menatapnya, luka dihatiku seperti tengah ditaburi garam.

"Iya?" sahutku singkat, enggan meliriknya barang sedetik pun.

Jeon memiringkan kepalanya, menatapku dengan amat lekat. "Ada apa denganmu? Kenapa kau berusaha menghindariku?" tanyanya sambil berusaha menyentuh suraiku lagi.

Sontak aku langsung menepis tangannya dengan sedikit kasar. Tidakkah ia tahu bahwa aku sedang tidak baik-baik saja? Sentuhannya hanya akan memancing kemarahanku. "Bukankah kau sudah tahu jawabannya?!" Suaraku melambung cukup tinggi, berhasil membuat Jeon tersentak kaget. Ia harus tahu jika aku bisa marah kepadanya. "Jika belum, lantas untuk apa permintaan maafmu tadi?" sambungku sambil menatapnya sengit.

Noona Can We Play? [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang