---//---
Pagi ini akademi heboh. Sedangkan bagi Iori pagi ini sangat luar biasa menyebalkan. Salah satu alasan yang paling menjengkelkan adalah kenyataan bahwa pemicu pagi berisik ini dia sendiri. Tentu saja bersama Yamato, Mitsuki, Tamaki, Sougo, dan Nagi.
Alasannya benar-benar konyol. Dia bahkan tidak merasa penampilan mereka hari ini layak untuk dijadikan perhatian. Apa yang istimewa dari wajah-wajah babak belur penuh dengan plester luka?
Belum juga sembuh sepenuhnya, sekarang kepalanya pusing mendengar celotehan murid lain yang terus berdengung seperti lebah setiap dia lewat. Muka Iori yang sudah suram semakin tertekuk.
Suara-suara perusak pagi Iori didominasi murid perempuan yang asik bergosip sambil menunjuk ke arah mereka berenam. Iori tidak henti-hentinya menggerutu. Mereka seharusnya tidak menjadi pusat perhatian sampai bel pulang berbunyi, tapi berkat panggilan dari kepala sekolah- yang sudah jelas alasannya- mereka harus berjalan bersama-sama melewati banyak orang. Dia tidak akan berpura-pura tuli, Iori tahu hampir semua bisikan itu memuji penampilan kacau wajah mereka.
Tidak waras memang. Plester dan bekas luka yang memenuhi wajah mereka malahan dipuji. Berdasarkan bisik-bisik-terlalu keras untuk disebut seperti itu-- yang terdengar mereka berenam semakin tampan. Mendengarkannya saja membuat pusing kepala.
Iori harus memastikan untuk mengajukan kegiatan pemeriksaan mata untuk murid perempuan pada pihak akademi.
Setidaknya bagi Nagi perhatian seperti ini sangat menyenangkan. Dia berkali-kali mengibaskan rambutnya sambil menyapa setiap murid perempuan. Tentu saja dengan Mitsuki yang menjadi pawangnya. Menyeret Nagi agar kembali berjalan cepat mengikuti langkah Iori.
Yamato mungkin juga memakai kesempatan ini untuk panjat sosial, tapi setidaknya tidak sejelas Nagi. Sebenarnya dibilang cari perhatian itu salah, karena Yamato lebih terlihat seperti pembantu sekarang. Mungkin juga ayah yang menyayangi anaknya. Yamato tidak sendiri, Sougo juga terlihat seperti ibu yang mencemaskan anaknya setiap saat. Tamaki meminta mereka berdua membawakan puding-puding yang dia dapatkan dari Nagi. Yamato membawa puding lebih banyak dari pada Sougo, karena pria bermanik ungu itu sibuk mengelap pipi Tamaki yang terkadang belepotan. Sungguh keluarga yang harmonis.
Sungguh. Kepala Iori semakin pusing.
"Iori, apa kakimu sudah lebih baik?" Mitsuki muncul di sebelahnya, tentu saja sambil menyeret Nagi untuk tetap bergerak. Iori mengangguk. Sebenarnya ini adalah ketiga kalinya Mitsuki bertanya hal yang sama. Setiap mereka akan melewati tangga untuk ke lantai berikutnya.
"Kau diam saja dari tadi. Aku khawatir kalau kau menyembunyikan rasa sakitmu," Mitsuki memandang Iori dengan tatapan gelisah yang mana tidak bisa si surai hitam abaikan. Iori membuang napas berat cukup panjang. Tidak perlu repot menonjolkan ekspresi jengkelnya karena dia memang sudah terlahir seperti itu. "Kepalaku pusing,"
Mitsuki menekuk alisnya. Iori bingung dia menjawab pertanyaan Mitsuki dengan sedikit kebohongan, kakaknya tetap khawatir. Giliran dia menjawab dengan jujur, Mitsuki masih saja khawatir.
Sebenarnya yang salah di sini Iori atau Mitsuki?
"Aku baik-baik saja Nii-san. Tidak perlu khawatir berlebihan begitu," Iori menarik napas pendek, tersenyum tipis sambil memfokuskan pandangan ke anak tangga yang mereka lewati. Mitsuki menggembungkan pipinya kesal. Iori melirik ke arah ekspresi tak puas kakaknya. "Apa Nii-san meragukan keajaiban sihir apollon?"
Reaksi Mitsuki sedikit berlebihan dan lucu bersamaan. Bibir bawah Mitsuki maju menunjukkan bahwa dirinya tersinggung dengan pertanyaan Iori. Dia berkelit sambil berkacak pinggang. "Aku tidak meragukannya! Aku hanya bertanya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Note [Olympuss Magic] [AU IDOLiSH7] (END)
FanfictionHey, itu semua hanya hasil kebosanan para leluhur. Jatuh pada takdir? Sepertinya bukan. Di dunia dengan hanya ada warna hitam dan putih, mereka mau tidak mau harus mencari sosok apel yang dapat melepaskan kutukan mereka. Iori tidak percaya, tapi beg...