---//---
Alkisah di suatu masa berdiri sekolah biasa.
Tempat belajar normal yang tidak memiliki keistimewaan apa pun.
Murid-murid datang dan pergi setiap harinya.
Begitu terus sepanjang hari sampai tahun.
Ah, sepertinya itu yang diperlihatkan pada kacamata publik.
Pada kenyataannya sekolah ini menyimpan rahasia besar. Sebuah benda impian yang bisa mengabulkan keinginan siapa pun dan apa pun.
Jangan berpikir bahwa harta tak ternilai ini dapat digunakan semua orang. Sesuatu yang berharga harus didapatkan dengan sebuah pengorbanan. Pertempuran demi menggapai hal mustahil yang hanya bisa dilakukan oleh keturunan yang diberkati langit.
Darah dan nyawa adalah dongeng lama. Semakin bertambahnya usia alam semesta, peradaban manusia makin berkembang. Kepercayaan terhadap langit dan bumi memudar membuat orang-orang dengan kemampuan jauh di atas manusia lain makin sedikit keberadaannya. Oleh karena itu, ritual di mana murid-murid yang diberkati menampilkan lagu-lagu terbaik pada angkasa tercipta.
Kenapa bisa sesuatu yang begitu berharga berakhir di sebuah sekolah biasa? Entahlah. Mungkin saja sebagai salah satu tolak ukur bagaimana ambisi para pemilik berkat memilih masa depannya. Apakah jatuh pada takdir baik atau buruk.
Ritual yang biasa dilakukan setahun sekali pada musim di mana angkasa bagai lautan berbintang tanpa bulan kali ini memiliki enam penantang. Sesungguhnya tidak ada aturan khusus pada pertempuran ini. Penantang diberikan pilihan untuk melakukan pertunjukkan sendiri atau bernyanyi bersama. Hal terpenting adalah menampilkan lagu terindah yang menyentuh langit malam.
"Sebelum itu, apa tandanya kalau pertunjukkan dimulai?" Riku bertanya serius. Enam pasang mata ikut memandanginya penuh perhatian. Mitsuki bergumam singkat. "Lonceng sekolah?"
Riku bertepuk tangan heboh. Mengangguk setuju penuh kebanggan. "Ide bagus, Mitsuki!" puji Riku riang. Mitsuki mengacungkan jempolnya.
"Lonceng sekolah berdentang dua belas kali sebelum tengah malam menarik para penantang untuk berkumpul di halaman sekolah. Tidak hanya itu, mereka juga harus mendapatkan kunci untuk membuka pintu tempat di mana hadiah impian itu berada. Tamaki, bagaimana menurutmu?"
Tamaki yang tidak menyangka akan ditunjuk mengerjap kaget. Matanya bergerak-gerak mencoba mencari jawaban. "Uh... Um... mereka menggunakan mantra yang ada di pintu,"
"Apakah bahasa yang digunakan itu asing?" tanya Riku lagi tampaknya belum puas dengan jawaban Tamaki. si surai biru berpikir lagi matanya menatap ke arah langit-langit. "Iya, tapi tulisannya tidak panjang,"
"Bagaimana kalau kau tunjukkan contoh bahasa yang kau maksud?" Riku menggeser buku yang ada di depannya. Menunjukkan berbagai aksara dari berbagai bahasa yang ada. Tamaki menelusuri satu persatu dengan serius sampai akhirnya dia berhenti pada bahasa lama yang tidak pernah menjadi pelajaran di akademi.
Riku mengangguk berulang kali sambil mengamati halaman yang ditunjuk Tamaki. Setelah itu dia penuh semangat menoleh ke arah Sougo. "Sougo-san, bisakah kau membuatkan mantra yang dimaksud Tamaki?"
"Eh, kenapa aku?" Sougo menatap Riku kaget. Gugup menggeleng sambil melambaikan tangannya. "Aku tidak yakin dengan hal-hal seperti itu,"
"Sougo-san, bicara apa? Kita semua tahu kemampuan Sougo-san! Aku mendengarkan lagu-lagu ciptaanmu dan semuanya sempurna! Melodi dan lirik yang Sougo-san buat itu begitu mengagumkan!" Riku meraih tangan Sougo dan menggenggamnya erat. Sorot matanya berkilat penuh keyakinan.
"Aku setuju dengan, Rikkun! Lagu-lagu Sou-chan itu bagus," dukung Tamaki. Nagi mengangguk menepuk bahu menyemangati. "Sougo, percaya pada dirimu sendiri,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Note [Olympuss Magic] [AU IDOLiSH7] (END)
FanfictionHey, itu semua hanya hasil kebosanan para leluhur. Jatuh pada takdir? Sepertinya bukan. Di dunia dengan hanya ada warna hitam dan putih, mereka mau tidak mau harus mencari sosok apel yang dapat melepaskan kutukan mereka. Iori tidak percaya, tapi beg...