---//---
Tak sadar dirinya menahan napas cukup lama. Dia hampir kehabisan napas kalau saja sinyal sesak tidak segera dirasakannya. Matanya masih terpaku pada malaikat yang menyembunyikan sayapnya. Apa orang di depannya tak sadar kalau bisa saja dia adalah bintang paling menakjubkan di semesta ini?
"Ah! Ka-kalian harus cepat pergi dari sini. Tenn-maksudku kakakku sepertinya sedikit tidak menyukai kalian," kata Riku gusar sambil melirik satu-satunya akses keluar masuk balkon yang sebenarnya terlambat untuk dikhawatirkan mengingat pintu raksasa itu dominan kaca. Belum sempat Iori atau yang lain menanggapi pernyataan penuh kecemasan itu, Riku buru-buru menamabahkan dengan nada lebih panik lagi. "Bu-bukannya aku tidak senang bertemu kalian, tapi Tenn-kakakku kalau sudah marah sedikit menyeramkan. Aku minta maaf karena berperilaku tidak sopan sudah mengusir kalian!!"
"Tidak perlu kaku begitu, Riku. Kami mengerti. Sangat mengerti. Orang itu memang 'sedikit' tidak menyukai kami dan 'sedikit' menyeramkan, bisa dilihat bagaimana dia menghancurkan dinding kantin lalu menodongkan senjata ke arah kami," Yamato tertawa singkat, terpaksa pula.
Sebagai tanggapan kalimat sarkas Yamato, reaksi Riku menarik perhatian Iori. Manik merah yang masih penuh dengan binar mengerjap bingung. "Nikaido-san... ya? Orang itu? Apa kita sedang membicarakan Tenn-nii?" tanya Riku pelan.
Yamato menelan ludah kikuk. Patah-patah menoleh ke arah Iori dan yang lain dengan pandangan tersiksa menanti pertolongan. Tentu saja tidak ada yang mau ikut jatuh ke percakapan-yang bisa saja membuat mereka menjadi orang paling jahat sedunia-dan meninggalkan Yamato dengan beban mental. Yamato berdehem dramatis sehabis dikhianati. "Tentu saja... bukan. Aku membicarakan murid menyeramkan yang menganiyaya dinding kantin,"
Riku tersenyum lega. "Begitu... Tenn-nii memang kadang menakutkan kalau marah, tapi Tenn-nii tidak pernah ceroboh menggunakan kekuatannya," mata Riku berkilat penuh kebanggaan dan kekaguman yang mana Iori yakin semakin menambah tekanan pada mental dan perasaan Yamato.
Yamato ikut tersenyum, Iori bertaruh kalau batin si surai hijau lumut sedang berteriak sekarang. "Haha pasti... pasti...," Yaato berjongkok memunggungi Riku sambil menangis palsu. "Aku tidak bisa berkata jujur pada anak ini," gumam Yamato depresi. Tamaki ikut berjongkok menepuk punggung Yamato pelan menunjukkan rasa kasihannya.
"Kasihan sekali dinding kantin. Ah! Apa ada yang terluka karena itu?" Iori tanpa sadar tersenyum memperhatikan ekspresi Riku yang berubah dua kali dalam waktu singkat. Mitsuki menggeleng santai. "Tidak perlu dipikirkan, Riku. Hal yang lebih penting adalah keadaanmu? Kau sakit karena kami tidak sengaja terkena sihirmu...," suara Mitsuki memelan.
Riku tertawa kecil. Sangat merdu dan menenangkan. "Tidak perlu dipikirkan! Itu kesalahanku. Juga bukti kalau aku tidak sanggup pergi ke akademi....," kali ini suara yang terdengar tidak mengenakkan sama sekali. Entah bagaimana tapi rasanya Iori benar-benar tidak suka dengan suara sendu yang keluar dari mulut Riku.
Iori membuka mulutnya, tapi urung karena Nagi lebih dulu berteriak tertahan. "Siapa yang bilang kau tidak sanggup, Riku?! Di mataku keinginanmu untuk pergi lebih kuat dari pada Yamato dan semua murid di akademi!" Nagi bersungut kesal. "Eh, aku?" Yamato berseru kaget. Tidak terima juga.
Mitsuki menganggukan kepalanya mantap. "Dengar, bukan kesanggupan yang membuatmu bisa pergi ke akademi. Kau berada di akademi untuk mempelajari dan mendapatkan kesanggupan itu. Lagi pula tidak ada yang pantas memutuskan kau berhak atau tidak masuk akademi," dukung Mitsuki menggebu-gebu.
Manik Riku masih memancarkan binar keraguan. Tersenyum kecil yang pastinya penuh kebohongan. "Aku tidak mau merepotkan orang-orang di sana-"
"Kalau begitu Rikkun hanya perlu merepotkan kami," sela Tamaki santai. "Tidak jadi masalah, bukan? Tapi bagiku Rikkun tidak akan merepotkan siapa-siapa,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Note [Olympuss Magic] [AU IDOLiSH7] (END)
FanfictionHey, itu semua hanya hasil kebosanan para leluhur. Jatuh pada takdir? Sepertinya bukan. Di dunia dengan hanya ada warna hitam dan putih, mereka mau tidak mau harus mencari sosok apel yang dapat melepaskan kutukan mereka. Iori tidak percaya, tapi beg...