---//---
"Nanase-san, kau sudah gila?"
Tidak butuh waktu lama untuk Iori menyembur Riku dengan sengit. Iori masih tak percaya dengan hal gila yang baru saja melewati pendengarannya. Saking tidak masuk akalnya, kepalanya sendiri menolak untuk menerima apalagi memikirkan perkataan Riku.
"Iori, kau berlebihan," cibir Riku. Iori menekuk alisnya. "Aku tidak berlebihan, Nanase-san. Kau pikir aku akan meragukan perkataanmu dan menganggapnya bercada?"
Ekspresi terkejut tergambar di wajah Riku. "Kau tidak berpikir seperti itu? Biasanya orang-orang akan berpikir sebaliknya,"
Iori memutar bola matanya jengah. Menatap Riku dengan ekspresi yang lumayan angkuh. "Aku bukan orang biasa,"
"Ah, kau benar,"
"Jadi? Apa Nanase-san sudah memikirkannya semuanya? Kalau memang benar kotak pandora itu benar adanya di tempat ini, kenapa harus menghilangkan sihir?" tuntut Iori tak sabar. Mata Riku bergerak ke sana ke mari menimbang-nimbang apa saja yang harus dijelaskan pada Iori atau malahan dia berpikir apa Iori pantas mendengarnya. Kilauan angkasa bertabur bintang terpantul jelas di manik jernih Riku.
Lagi-lagi Iori terperangkap di dalamnya. Sampai manakah dia akan tenggelam dalam lautan penuh kelip itu. Sedikit menjengkelkan saat mata mereka berdua bertemu. Sisi lemah yang baru Iori sadari akhir-akhir ini kalau dirinya ingin melihat lurus ke tempat dalam itu, tapi dia tak bisa. Bahkan ketika mereka berdua bersama, Iori merasa dirinya menjauh.
"Iori, kau tahu kisahnya? Kotak pandora menyimpan kemalangan dan berkat dari langit beserta alam semesta. Suatu hari sebuah penghianatan terjadi, kotak itu dibuka padahal tidak ada yang memerintahkan atau mengizinkannya. Padahal mereka tahu tidak ada yang bisa menjamin keberuntungan yang akan keluar, tapi berkat itu satu anugerah terbesar di semesta ini ada. Sihir. Tanpa perlu kujelaskan pun kau tahu seberapa berguna sihir bagi umat manusia,"
Iori membuka mulutnya, tapi belum sempat mengeluarkan sepatah kata pun, Riku menggeleng. "Tapi tunggu... bagaimana kalau sihir sebenarnya bencana?"
"Kemungkinan itu memang ada hanya saja...,"
Riku tertawa kecil. "Iori, kau juga merasakannya, bukan?"
"Aku tahu, tapi salah kalau kita menyalahkan semua pada keberadan sihir. Kau tahu 'kan sihir tanpa orang yang menggunakan dan mengendalikannya hanya bagian dari semesta? Kenapa kita harus melimpahkan semua kesalahan pada sihir? Bahkan dari awal sihir tidak salah," Iori mengerjapkan matanya setelah berbicara. Dia merasa aneh, padahal dari dulu dia sedikit jengkel dengan sihir.
Ah, mau bagaimana lagi Iori akan selalu terikat dengan kebijaksanaan sihir athena.
"Memangnya kapan aku menyalahkan sihir?" Riku mengedikkan bahunya. "Sesuai yang kau katakan kesalahan ada pada penggunanya. Karena itu, aku akan membebaskan sihir dari takdir yang berat dengan menghilangkannya,"
Iori menggeleng tak paham. Menyentuh pelipisnya yang mendadak berkedut. Dia merasa menyesal tadi berpikir kalau kadar pemikiran Riku meluas. "Nanase-san, kau semakin aneh. Memangnya sihir memintamu untuk membebaskannya? Jangan memutuskan seenaknya,"
"Iori, kau lupa kalau keluargaku menjaga kuil agung? Alam semesta sendiri yang mengatakannya padaku," Riku menunjuk dirinya. Iori semakin jengah dengan percakapan tak jelas ini. "Nanase-san, aku tahu kau kekanakan, tapi tidak begini juga,"
Kini telunjuk Riku terarah padanya. "Aha! Sekarang Iori tidak mempercayaiku,"
"Itu karena kau tidak masuk akal, Nanase-san," Iori berseru tertahan. Gemas juga ketika Riku menguji kesabarannya. Riku merengut dengan ekspresi menyebalkan. "Ya sudah kalau Iori tidak percaya. Toh aku tetap akan melakukannya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Note [Olympuss Magic] [AU IDOLiSH7] (END)
FanfictionHey, itu semua hanya hasil kebosanan para leluhur. Jatuh pada takdir? Sepertinya bukan. Di dunia dengan hanya ada warna hitam dan putih, mereka mau tidak mau harus mencari sosok apel yang dapat melepaskan kutukan mereka. Iori tidak percaya, tapi beg...