---//---
"Apa kalian akan mati kalau tidak bisa duduk diam sampai pelajaran berakhir? Ini baru hari pertama kalian kembali ke akademi setelah menyelesaikan hukuman insiden parah kemarin!"
Sepanjang Iori bertemu dengan para pembuat onar- yang sebenarnya sangat disesalinya- mungkin dia harus menambah jumlah jari dua orang lagi untuk menghitung sudah berapa kali kelompoknya dimarahi. Mengenai perbuatan kekanakan Yamato, Nagi, dan Tamaki yang menyeret nama Iori, Mitsuki, serta Sougo, Iori sudah tidak berminat lagi mengajukan pembelaan. Dia tidak akan lolos, sama seperti Mitsuki dan Sougo.
Iori, Yamato, Mitsuki, Tamaki, Sougo, dan Nagi berdiri berjejeran di depan kelas yang kosong karena murid lain terpaksa diungsikan. Menunduk dengan alasan yang berbeda. Beberapa dari mereka takut karena pengajar yang dikenal paling santai kini memarahi mereka dengan wajah berkerut mirip nenek sihir. Atau sisanya memang tak mau lama-lama bertatapan dengan si pengajar takut terkena kutukan yang bisa saja keluar hanya dalam satu kedipan mata. Ada juga yang murni merasa bersalah tidak bisa menghentikan keributan sebelum kelas dimulai.
"Kalian sudah terlalu banyak membuat kesalahan. Hukuman tahanan rumah sia-sia untuk kalian," Yuki menghembuskan napas panjang, memperbaiki rambut panjangnya yang dia rawat sepenuh hati sekarang bercabang sejak mengurusi anak-anak pembuat onar. Sejumput uban juga sudah muncul bahkan sebelum dia mencapai usia tiga puluh tahun, wajah tampannya jadi sia-sia 'kan.
"Seharusnya kalian semua dikeluarkan dari akademi karena insiden parah kemarin, meratakan bangunan akademi bukan hal yang patut dimaklumi. Pihak akademi sudah terlalu banyak memberikan kemurahan hati untuk kalian," Yuki menarik napas panjang. "Kalian tidak tertolong lagi,"
"Eh??!" seru para terdakwa kaget. Iori 'sih tidak kaget, toh mereka memang sudah keterlaluan. Dia lebih kaget degan fakta mereka baru dikeluarkan sekarang bukan sesaat insiden ledakan terjadi. Dia juga kaget melihat keterkejutan orang-orang bodoh yang jelas sekali dari perbuatan mereka bukanlah hal yang bisa lolos dari hukuman diusir dari akademi.
Kenapa bisa dirinya setenang ini? Akademi lain banyak yang mengantri untuk menerimanya jadi murid, tidak ada alasan takut kalau punya otak cerdas.
"I-insiden kemarin itu sebuah ketidaksengajaan, Yuki-san. Tidak bisakah pihak akademi mempertimbangkan pengusiran kami lagi?" pinta Sougo dengan wajah gusar. Mitsuki mengangguk setuju. "Apakah tidak bisa hukuman lain saja asal bukan ini? Sebentar lagi akhir semester, mana ada akademi yang mau menerima murid baru di bulan terakhir kenaikan tingkat??," bujuk Mitsuki dengan wajah memelas.
Yuki menggeleng lemah. "Aku sangat menyesali keputusan pengeluaran kalian dari akademi. Walaupun kalian menyusahkan akademi tapi kehilangan murid unggulan bukan hal yang menyenangkan,"
"Kalau begitu jangan biarkan kami diusir Yukirin!!!" rengek Tamaki menarik jubah panjang ciri khas pengajar Yuki kuat-kuat. Nagi ikut duduk bersimpuh merengek, sesekali mengelap air matanya dengan jubah kebanggaan Yuki. "Aku janji tidak akan berbuat nakal lagi,"
"Aku sudah menelan terlalu banyak janji manis kalian," keluh Yuki dramatis.
"Yukirin...,"
"Yuki-san...,"
"Mr. Yuki...,"
Yuki menggeleng lemah pertanda keputusan akademi tidak bisa diganggu gugat. "Kalau kalian membujukku mati-matian seperti ini seharusnya kalian lebih berhati-hati dalam bertindak. Lihat kabar baiknya, kalian tidak perlu menghabiskan waktu untuk duduk mendengarkan pelajaran yang membosankan," Yuki tersenyum tanpa dosa, mengacungkan jempolnya menghibur anak-anak didik yang kurang budi pekerti.
"Yukirin~~ rambutmu cantik sekali walau beruban sebiji," kali ini Tamaki melancarkan jurus lain. Mata malasnya dibuat berbinar penuh bintang. Telinga anjing muncul di kepalanya, bergerak penuh semangat. Nagi ikut menatap penuh harap pada Yuki. "Walaupun bercabang rambut Mr. Yuki masih wangi,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Note [Olympuss Magic] [AU IDOLiSH7] (END)
FanficHey, itu semua hanya hasil kebosanan para leluhur. Jatuh pada takdir? Sepertinya bukan. Di dunia dengan hanya ada warna hitam dan putih, mereka mau tidak mau harus mencari sosok apel yang dapat melepaskan kutukan mereka. Iori tidak percaya, tapi beg...