Angkasa dan Lautan

113 19 2
                                    

---//---

Gerhana. Sebuah fenomena di mana matahari yang bersinar sepanjang waktu hilang dari pandangan alam semesta. Kegelapan bukan malam yang berlangsung sesaat namun menjadi keajaiban mengagumkan memikat semua mata. Sejujurnya momen indah itu cukup menakutkan, tapi entah bagaimana mempesona bersamaan.

Iori tidak pernah mengerti.

Kenapa semua yang berhubungan dengan bintang paling bersinar di langit dan bumi begitu menawan.

Nah, sekarang sisi gerhana yang Tenn maksud akan seperti apa?

Iori sudah mempersiapkan diri saat dirinya berhasil menemui jawaban dari misteri-misteri yang menganggu pagi dan malamnya karena itu, dia tidak akan kaget dengan apa yang terjadi di hadapannya. "Kalau begitu Nanase-san tidak menyangkal semua yang aku katakan?" serang Iori tajam.

Padahal dengan kepercayaan setinggi langit Iori berkata pada dirinya bahwa dia tidak akan merasa terkejut atau membeku saat yang paling dia nantikan sekaligus membuatnya gelisah datang. Tetap saja sekujur tubuh Iori terasa tersengat aliran petirnya sendiri ketika senyum yang tak pernah dia lihat terbit menemani ekspresi mengejutkan dari manusia di hadapannya.

"Ah... itu... Iori bukankah kau terlalu tajam?"

Iori akhirnya melihatnya sisi gerhana yang tak akan datang meski dipanggil dengan harapan seluruh umat manusia. Hanya muncul dan terjadi saat semesta yang memerintahkannya. Riku memainkan rambutnya yang sudah berantakan ulah nakal sepoi angin senja. Senyum yang dia lukis di wajahnya tidak sama seperti milik orang-orang disekitar Iori. Bukan senyum miring milik Tenn atau simpul jahat Yamato. Sumringah seperti biasa. Sayangnya memberikan aura yang berbeda makna dari seharusnya. "Apa kau terkejut sekarang?"

"Sedikit," jawab Iori jujur. Riku menggerakkan kepalanya pelan. "Uhm... kau sudah tahu... sekarang apa?"

Mengesampingkan kepala Iori yang sudah bekerja menenangkan tubuh dan perasaannya yang kacau balau, Iori mengambil napas pelan. Matanya masih betah bertengger dalam posisi mengamati tingkah laku Riku. Dia tidak bisa bertanya macam-macam atau mendengarkan suara-suara di kepalanya yang kebingungan. Gerhana itu sesaat. "Kotak pandora?"

Sebuah pertanyaan singkat untuk memastikan akar dari semua sakit kepala yang akhir-akhir ini menyambangi kepala Iori. Riku mengangguk cepat dengan ekspresi yang menyakinkan. Tidak berniat menyembunyikan apapun. Iori mulai memahami sisi Riku yang satu ini. "Untuk apa?"

"Aku rasa bukan masalah kalau aku menolak menjawabnya," akhirnya setelah sekian lama ada juga kemiripan si kembar keluarga Nanase. Meskipun pembawaan mereka berbeda. Beruntung Iori sudah terlatih membuang waktu adu mulut dengan Tenn, dia tidak tergagap atau langsung kalah telak dalam pertarungan. "Tanpa diberi tahu pun Nanase-san sadar tentang kewajibanmu untuk menjelaskan,"

Riku mengeluh dengan nada menjengkelkan. Matanya kini sudah tak membalas tatapan Iori beralih mengamati ujung sepatu yang dia gerakkan perlahan seperti menimbang sesuatu. "Oke," kata Riku tiba-tiba setelah keheningan yang cukup membuat Iori gatal ingin berbicara beruntung dia tahan atau pembicaraan akan semakin panjang. Iori cukup hafal di luar kepala tipikal sisi Riku sekarang yang cukup mirip karakternya dengan Tenn.

"Ah, sebelum itu," Riku tersenyum memandang aneh ke arah Iori. Cukup mengejutkan dan membuat Iori menerka apa yang akan Riku sampaikan jadi, tanpa banyak bicara Iori hanya menunggu. Riku menyentuh rambutnya mengusapnya pelan sebelum kembali fokus pada Iori. "Apa kau yakin? Aku tidak akan tanggung jawab kalau kau kecewa padaku,"

Ah. Dia pikir apa. Iori tersenyum remeh membalas tatapan jahil Riku. "Nanase-san sendiri sudah banyak mengecewakanku. Aku tidak akan kaget,"

Alis Riku bergerak mungkin tak menyangka dengan sahutan Iori yang luar biasa tajam. Riku tertawa sumbang kemudian memasang ekspresi terluka. "Kau menyakitiku Iori,"

Another Note [Olympuss Magic] [AU IDOLiSH7] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang