Bab 5: Sarapan Bersama

13 3 0
                                    

Kulkas sudah terisi dengan sayur-mayur, buah-buahan, irisan daging ayam, irisan daging sapi, tahu, tempe, telur. Beberapa sesuai pesanan, sebagian inisiatif yang dipikirkan suami. Aku memasukkan bahan-bahan tersebut semalam, sebelum tidur, sehingga semua masih tampak segar.

Aku mengeluarkan irisan daging sapi, wortel, buncis, daun bawang, daum seledri, lalu kutaruh di meja. Buat sup daging sapi sepertinya enak. Namun, tidak ada kentang, aku lupa untuk memesan itu. Kusiapkan pisau dan talenan, wadah-wadah yang kuambil dari lemari. Aku sempat kebingungan mencari wadah tersebut karena lemarinya ada beberapa pintu. Perlu kubuka satu per satu.

Lemari tempat penyimpanan peralatan memasak dan makan hanya ada di bawah, menyebabkan dinding tampak lengang. Dapur jadi terlihat luas dan terang.

Aku pun lekas mengupas wortel dan memotongnya dari ujung ke ujung. Buncis-buncis kupotong jadi empat. Belum sempat lanjut memotong yang lain, aku merasakan tangan melingkari pinggang lalu kepala menopang di bahuku.

Kedatangannya yang mendadak membuatku sedikit terkejut karena sebelumnya kesunyian yang menemaniku. Aku melepaskan pisau, lalu berbalik. Wajah dan napasnya begitu dekat. "Bikin kaget Nita, sih, Mas."

Tedy yang baru bangun tidur bermata layu, rambut masih acak-acakan. Namun, senyumnya begitu tulus. "Mas bangun dan lihat kamu gak ada, jadi Mas ke sini. Mau bikin apa, Dek?" tanyanya sambil melirik ke bahan-bahan di meja.

"Mau buat sup daging. Kan, semalam Mas beli daging yang sudah diiris."

"Mas bantu, ya." Tedy mengambil pisau tanpa memindahkan tubuhnya sehingga aku sulit untuk bernapas.

"Kok malah bantu Nita, Mas. Gak tidur lagi? Kan ini masih pagi, Mas. Ntar pas kerja malah ngantuk karena kurang tidur."

"Kalau udah kebangun, susah tidur lagi. Daripada di kamar gak ada kamu, mending Mas ke sini sekalian bantuin."

Aku mengangguk. Senang juga ditemani.

"Kamu siapin air panasnya sama bumbu, biar Mas yang potong sayur."

Sekali lagi, aku mengangguk. Namun, tubuhku tidak beranjak ke mana pun.

"Dek, kok diem?"

Baru kusadari Tedy sudah sedikit menjauhkan jarak. Aku lekas tersenyum, lalu menyingkir untuk mencari panci. Debaran yang terjadi menjadi irama meriah dalam hatiku.

Sesuatu yang membuatku takjub, ternyata suamiku cekatan dalam memotong sayur. Dia juga hafal tempat bumbu yang berada di bawah kompor. Dia sengaja menaruh di situ agar mempermudah saat memasak.

Biasanya aku yang menemani ibu memasak, tetapi kali ini aku yang ditemani seseorang. Perasaanku benar-benar berbeda, seperti tidak ingin waktu berlalu dengan cepat. Aku ingin terus berbahagia bersama Tedy, memasak sambil mengobrol, saling menatap dan tersenyum.

Aku memanaskan daging terlebih dahulu, lalu menyuruh Tedy agar kembali tidur, tetapi dia menolak dan memilih untuk mencuci mobil. Dia tetap pada pendirian untuk melakukan itu dengan mengambil peralatan cuci mobilnya.

Sambil menunggu daging matang, aku periksa lagi bahan-bahan yang akan kugunakan. Aku mengambil segenggam cabai rawit. Ketika di rumah, ibu selalu membuat sup daging dengan cabai agar pedas. Aku jadi ingin pedas juga.

Ketika daging mulai empuk, kumasukkan bawang putih dan bawang merah yang sudah kutumis, cabai, wortel, dan buncis yang telah kucuci. Setelah sayuran agak matang, kutambahkan daun bawang, seledri, garam, lada bubuk, secuil pala, dan cengkeh.

Bau harum daging bercampur bumbu serta pedas cabai begitu menggugah selera. Kumatikan kompor setelah kurasa matang seluruhnya. Selesai dengan sup, kumasak nasi di magicom lalu menggoreng tempe.

Nona Muda Jelita Menikah dengan Tuan Gila Kerja ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang