Aku masih merasa tidak enak dengan Tedy dan jadi banyak berpikir akhir-akhir ini. Meski hubungan kami makin membaik karena dia tidak lagi menghindar. Kami benar-benar saling membutuhkan satu sama lain. Aku memintanya mengambilkan sesuatu, dia memintaku mengambilkan minum.
Adakala aku mendapati Tedy diam, hanya memandang sesuatu tanpa bicara, tidak berkutat dengan ponsel atau laptop, tetapi ketika aku mendekat dia kembali ramah. Selama beberapa hari aku sudah berusaha untuk menstabilkan lagi nafsu makanku. Aku mengikuti saran ibu untuk membuat smoothies. Ternyata rasanya manis dan enak. Aku tidak perlu mengunyah dan tinggal menelan.
Sebelum tidur, kami sudah mulai membuka diskusi lagi. Aku pun kembali membahas soal hubungan kami. Hubungan yang biasa dilakukan suami-istri.
"Mas, Nita akan berusaha untuk menguatkan kandungan Nita. Mas yang sabar," kataku dengan nada senyaman mungkin.
"Dek, kamu bisa kan lakukan itu demi bayi dalam kandungan kamu. Mas tidak ingin kamu terlalu memikirkan Mas. Kita jalani sama-sama. Mas juga ingin kamu dan anak kita sehat." Tedy menegurku dengan nada agak keras sedikit, tetapi aku yakin tidak akan terdengar sampai keluar kamar.
"Mas, Nita tahu keinginan Mas. Nita juga ingin bisa melakukan sesuatu demi Mas." Aku menjadi lebih semangat.
"Keinginan itu masih bisa ditunda, Dek. Mana yang lebih penting, kesehatan anak kita atau keinginan Mas yang masih bisa dilakukan lain waktu?"
"Tapi Mas, Nita juga ingin membahagiakan Mas."
"Ingat apa kata dokter? Yang harus dibahagiakan itu kamu, agar bayi ikut sehat. Kenapa kamu harus membahagiakan Mas? Mas akan bahagia kalau lihat kamu sehat dan bahagia."
"Tapi Nita juga bahagia kalau bisa sama-sama Mas. Mas bahagia, Nita juga bahagia." Aku makin yakin dengan ucapanku. Meski aku tidak tahu yang kuucapkan benar atu tidak. Yang aku yakini suamiku bahagia, aku juga akan bahagia.
"Kamu jangan pikirkan itu lagi. Fokus sama kesehatanmu. Itu yang penting. Mas tidak mau dengar kamu melakukan sesuatu hanya demi Mas." Tedy memandangku tajam. Dia mulai menunjukkan pandangan itu ketika aku harus menuruti perkataannya.
Aku pun terdiam, tidak mengerti penyebab dia jadi kesal padaku. Dia masih menatapku, dan mulai gelisah. Aku cemberut, lalu tidur sambil memunggunginya. Aku mulai menangis, tetapi hanya menteskan air mata tanpa terisak. Diriku tidak mengerti jadi sensitif dan rewel. Namun, aku hanya berusaha mengutarakan sesuatu yang ada dalam pikiranku. Sepertinya, jadi aku yang terlalu berharap bisa memberikan diriku lagi untuk Tedy setelah empat bulan aku lebih memedulikan kehamilan.
Suamiku tidak mendekatiku dan tidak bersuara lagi, dia mematikan lampu dan menjadikan pandanganku gelap. Aku merasakan Tedy kembali ke tempat tidur, dan kurasa dia juga memilih untuk tertidur. Aku tidak tahu dia benar tertidur atau sama sepertiku masih ada pikiran yang mengganjal. Rasa sedihku tidak berlangsung lama karena aku segera terpejam.
Pagi yang hangat dengan Tedy sedang memelukku, dia membisikkan permintaan maaf ketika aku mulai menggeliat untuk melepaskan pelukannya. Aku masih samar mendengar ucapannya itu, dan belum bisa menanggapi, kemudian aku mencubit tangannya karena tidak menyingkir hingga dia melepaskan begitu saja.
Aku berbalik dengan perlahan dan pandangan kami bertemu dalam gelap. Aku memintanya untuk mengulangi ucapan minta maaf hingga tiga kali, dan aku pun bersedia memaafkannya, lalu mengecup pipinya. Aku belum bisa memberi sesuatu yang besar, dan bisa kumulai dari hal kecil.
Masih dalam keadaan berbaring, Tedy memyampaikan jika aku harus menjaga kandunganku, bukan demi hubungan kami, tetapi demi keselamatan calon bayi kami. Aku tidak bisa lagi berdebat dalam hal ini. Kupikir ucapannya ada benarnya juga, meski aku tahu kami sama-sama harus menahan gejolak yang bisa kapan saja terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nona Muda Jelita Menikah dengan Tuan Gila Kerja ✔️
Fiksi Umum[Cerita ini diikutsertakan dalam FTV Series yang diikuti oleh alumni Anfight 2020] Blurb: Qanita Nur Hasna menjalani kehidupan rumah tangga di usia yang masih terbilang muda. Kehidupan rumah tangga yang dijalaninya bertolak belakang dengan ekspektas...