Makan malam bersama membuatku merasa bahagia. Meski aku tidak banyak makan, aku tetap menikmati kebersamaan yang sangat jarang bisa dilakukan. Aku bisa mengobrol lebih lama dengan Ibu dan mengajaknya ke kamar karena aku sudah tidak betah duduk lama-lama.
Aku mengutarakan kerinduanku dengan berbincang tentang masa-masa aku membantu Ibu memasak. Tentang aku yang kesulitan menghafal rempah-rempah. Tentang aku yang pernah membuat masakan terlalu matang. Ibu juga mengungkapkan kerinduannya, tetapi juga menunjukkan bahagia karena melihat anak perempuannya sudah akan menjadi seorang ibu.
Karena terlalu lelah, aku menguap saat masih mengobrol dengan Ibu. Beliau pun menyuruhku tertidur. Aku meminta Ibu untuk tetap di sampingku dan diriku merangkul lengannya. Begitu aku terbangun, kamar sudah gelap dan yang tidur di sampingku ternyata Tedy.
Akibat sudah tidur begitu pulas, aku tidak bisa terlelap kembali. Diriku tiba-tiba mendengar dan merasakan keroncongan di perut. Aku ingin bangun untuk duduk, tetapi masih terasa lemas. Melihat ada suamiku, aku pun membangunkannya. "Mas, Mas," panggilku sambil menggoyangkan bahunya.
Tedy menggeliat dan membuka mata perlahan. "Ada apa, Dek?"
"Mas, bangun. Nita lapar."
Tedy mengucek mata, lalu duduk bersandar. "Masih malam kok minta makan, Dek?"
"Nita mau tidur lagi, tapi perut Nita keroncongan. Mas ambilin Nita makan ya."
Tedy terdiam sebentar, berpikir. "Masakan ibu masih ada. Kamu mau makan pakai apa?" tanyanya kemudian.
Aku menggeleng. "Nita mau Mas buatin telur dadar pakai daun bawang."
"Dek, makan pakai yang dibawa ibu ya. Mas kan tinggal panasin."
"Tidak mau, Mas. Nita maunya telur dadar buatan Mas. Mau ya Mas. Atau kalau tidak, Nita tidur lagi saja. Nita bisa tahan lapar sampai pagi." Aku tidak mengerti jadi begitu ingin dimasakin suamiku. Padahal sebelumnya aku yang lebih ingin memasak untuknya.
"Ya sudah, kamu tunggu sebentar, Mas masakin dulu." Tedy menguap sambil menutup dengan tangan, lalu turun dari tempat tidur.
"Sekalian nyalakan lampu, Mas."
Sebelum keluar, Tedy menekan sakelar dan membuat cahaya dari lampu menyebar.
Tedy keluar dari kamar, dan aku bangun untuk melihat jam dinding. Sudah pukul dua pagi, seharusnya aku dan Tedy masih terlelap, tetapi aku malah meminta suamiku untuk memasak sepagi ini.
Sambil menunggu, aku hampir saja terlelap. Namun, aku berhasil menahan kantuk hingga suamiku kembali. Dia membawa piring dan isinya bisa kucium dari jarak yang masih jauh. Bau telur goreng.
Tedy naik ke tempat tidur dan duduk di sebelahku. Dia memberikan piring padaku, tetapi tidak kuambil. "Suapin, Mas," pintaku.
"Kamu kenapa sih, Dek? Aneh banget malam-malam begini," protesnya, tetapi tetap menyendokkan nasi dan seiris telor untukku.
"Nita juga tidak tahu, Mas." Aku pun membuka mulut saat sendok berisi nasi dan lauk yang sudah di depanku.
Tedy mendorong sendok lebih dalam dan aku menutup mulut untuk mengambil isinya. Sendok keluar hanya membawa lemak.
"Telurnya, Mas," pintaku lagi saat sudah kutelan hasil kunyahanku.
Begitu aku memakan seiris telur dadar, dan menelannya, aku merasa tidak berselera makan lagi. "Sudah, Mas." Aku mengusap-usap perutku yang tidak lagi keroncongan.
"Dek, ini telurnya masih banyak."
"Mas, yang abisin saja ya. Nita sudah tidak ingin makan lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nona Muda Jelita Menikah dengan Tuan Gila Kerja ✔️
General Fiction[Cerita ini diikutsertakan dalam FTV Series yang diikuti oleh alumni Anfight 2020] Blurb: Qanita Nur Hasna menjalani kehidupan rumah tangga di usia yang masih terbilang muda. Kehidupan rumah tangga yang dijalaninya bertolak belakang dengan ekspektas...