Bara baru saja tiba di rumahnya yang besar dan benuansa putih, lebih tepatnya sih itu rumah orangtuanya.
Saat pintu terbuka, rumah itu nampak sepi tak berpenghuni meskipun ada beberapa orang yang bekerja disana. Bagi Adi, sudah tidak asing lagi melihat keadaan rumah Bara yang seperti ini karena memang ibunya sibuk dengan bisnis sementara ayahnya sudah tiada sejak Bara kecil.
"Malem kita tanding, yang kalah harus beliin seblak dua porsi," ujar Bara yang sedang berjalan memasuki rumah itu bersama Adi.
"Kaya cewek aja lo, kalo taruhan mintanya seblak. Ogah gue, gue gak doyan seblak," sahut Adi.
"Demi apa lo gak doyan? Padahalkan enak banget."
Adi hanya bersikap cuek dan kembali menyahut. "Gini aja, yang kalah harus ngikutin kemauan yang menang."
"Boleh, siapa takut?"
"Oke, deal."
*Malam harinya...
"YESS!!! Gue menang!!!," teriak Adi dengan keras karena ia berhasil mencetak 3 gol, sementara Bara hanya 1.
"Halah, baru menang sekali aja bangga," sindir Bara lalu memilih untuk merebahkan dirinya di kasur kingsize-nya yang bermotif catur.
"Hahaha.... Intinya gue manang, dan lo harus turutin kata-kata gue."
"Iyaa, apa?," tanya Bara dengan malas dan jawaban Adi langsung menbuatnya terduduk dari posisi tengkurap.
"Lo harus jauhin Thea."
"Gila lo ya?! Lo bercanda? Mana mungkin gue bisa jauhin Thea???"
Adi pun tertawa renyah, "Kita udah sepakat yang kalah harus ngikutin kemauan yang menang, dan gue mau lo jauhin Thea," ucap Adi.
"Ck, tapi nggak jauhin Thea, Di...," lirih Bara lalu kembali berbaring dengan posisi terlentang.
Adi pun meletakkan stick PlayStation ditangannya lalu ikut berbaring disebelah Bara.
"Bukannya bagus, ya? Biar Thea itu sadar dan ngerasa kehilangan, jadi nanti dia bakal nyariin lo."
"Hm... Jujur gue tuh emang rada kecewa sih sama dia gara-gara tadi. Tapi kayanya saran dari lo itu gak bakal berhasil."
"Loh kenapa? Bukannya manusia itu baru akan sadar setelah merasa kehilangan?"
Bara pun terdiam, perkataan Adi memang ada benarnya juga. Lagipula, bukankah Thea ingin berjauhan dengannya agar tidak tertular penyakit yang dideritanya?
"Gimana woi? Cuma seminggu kok, tapi sabtu sama minggu gak diitung soalnya libur."
"Lah kok?"
"Ya karena lo gak ketemu Thea, kan, kalo pas libur?"
"Iya sih, yaudah gue setuju. Tapi bener ya cuma seminggu?"
"Iya."
***
Thea sedang melamun dibalkon kamarnya sambil berdiri dan menempelkan kedua telapak tangannya dikaca pembatas, ia melamun bukan karena pikirannya kosong, tapi karena memikirkan Bara.
"Gue jahat gak sih bilang gitu ke Bara?," tanyanya pada langit malam yang sepi dari bintang dan hanya ada bulan.
"Kalopun Bara itu sakit parah, gue seharusnya gak ngomong gitu, ya, ke Bara?"
Thea terus bertanya-tanya pada langit, apakah perbuatannya salah atau tidak, dan apakah Bara marah atau tidak. Jujur saja, Thea memang ingin Bara menjauhinya dan tidak menggangunya lagi. Tapi kenapa seperti tidak ingin itu terjadi disaat yang sama?
KAMU SEDANG MEMBACA
Chase with You [completed✓]
Fiksi Remaja"Kasih gue satu kesempatan lagi, gue janji gak akan nyia-nyiain lo lagi." -Thea "Cuma Tuhan yang ngasih kesempatan dua kali, dan gue bukan Tuhan, Thea." -Bara // *Notes: Cerita ini adalah karya fiksi/hasil rekayasa saya sendiri. *Typo bertebara...