Dannis duduk bersisian dengan Asha. Tangan kirinya ia hampirkan kesandaran kursi yang diduduki wanita itu. sesekali ia mengelus-elus lengan bagian atas milik Asha, seolah ingin mengatakan kepada orang-orang bahwa wanita ini adalah miliknya. Tidak hanya berdua, dimeja bundar VVIP itu duduk Rey sekretarisnya, ada Daffa sipemilik perusahaan penerbitan, kemudian kedua orang tua Dannis yang sengaja datang untuk sekedar bertemu dengan Asha. Ada juga beberapa orang pemegang saham Diandra Group.
Ini adalah pesta yang diadakan perusahaan menyambung acara launching produk yang baru saja usai. Pesta mewah yang dihadiri oleh seluruh petinggi perusahaan, baik itu Diandra Group maupun Perusahaan Penerbitan milik Daffa. Tak lupa tamu undangan dari beberapa kolega dan rekanan Dannis. Tak jauh dari meja yang ditempati Asha, meja VVIP lainnya ditempati oleh Arvan Barvi, Judith dan beberapa pengusaha lain yang sejajar.
Sepasang mata Judith tak lepas memandangi elusan tangan Dannis dibahu mulus Asha. Gerakan naik turun perlahan dan tatapan laki-laki itu pada wanitanya membuat Judith mengelus dada. Bukan tidak rela atau tidak mau menerima kekalahan, tapi romantisme keduanya terlalu cepat bahkan memuakkan. Begitu kira-kira menurut Judith. Helooo.... dia mengenal Dannis sejak di bangku SMA dan sama-sama menempuh pendidikan di kampus yang sama di US, dia sangat tahu bahwa Dannis adalah tipikal laki-laki yang dingin dan tidak ekspresif, meski beberapa kali pernah memiliki pacar namun CEO itu tak pernah terang-terangan. Lalu ini apa...? Sepasang mata itu berbicara tentang banyak cinta dan sentuhan ini menandakan kepemilikan.
Sebenarnya bukan tanpa tujuan Dannis melakukan hal itu. Mengelus pundak Asha bukan hanya karena rasa memiliki yang mulai menyala, namun lebih karena Dannis mencoba menenangkan Asha. Ia mulai memahami kalau Asha kurang nyaman berada terlalu lama sitempat seperti ini. Dannis juga tahu kalau Asha lebih suka menyendiri, duduk didepan laptop, menulis sambil menghisap rokok.
"Nona Natasha, boleh aku berbicara berdua denganmu..?" Nyonya Saraswati yang duduk disebelah Asha ingin mengobrol dengannya. Asha melirik Dannis, dia mengisaratkan ketidak nyamanan. Dannis memahami reaksi Asha dan dengan cepat menjawab permintaan ibunya sebelum gadis itu berbicara.
"Ehm, mamy mau bicara apa ? Kalau pembicaraan pribadi kurasa jangan sekarang, kita sedang party mam.." Dannis tersenyum diakhir kalimatnya. Ada penekanan dalam kata-katanya, berharap agar ibunya memahami kondisi. Bagi Asha, orang tua Dannis adalah orang asing yang baru saja dikenalnya. Dan berbicara berdua saja yang Dannis yakini pasti mengenai hubungan mereka tentu saja tidak akan dilakukan diruangan ini. Ibunya pasti akan mengajak Asha ketempat sepi, kebalkon atau mungkin juga keruangan lain. Tentu saja ini menyulitkan Asha. Dannis benar-benar sudah memahami Asha luar dan dalam.
"Aku berbicara pada Nona Asha Dann, bukan padamu..." ada sedikit kekecewaan memancar di sorot mata ibunya.
"Tapi aku melarang,, seenggaknya untuk malam ini, ok..."
"Kamu ga keberatan kan sayang, kalau aku ingin berbicara denganmu..?" Nyonya Saraswati tidak mengindahkan permintaan Dannis.
"A..aku..." Asha terbata, antara tidak enak menolak permintaan ibu Dannis dan ketakutannya yang berpotensi timbul jika berdua-dua saja dengan orang asing.
"Mom pliss, i beg u...." Dannis mulai tegas. Ia tahu ibunya pantang menyerah.
"Baiklah,, aku menyerah,, tapi atur waktu agar aku bisa bercengkrama dengan nona Asha, calon menantuku.." Orang tua itu membelai pipi Asha lembut, penuh kasih sayang.
"Of course" Jawab Dannis lega.
_______Diseberang sana Judith masih setia memandangi pasangan paling serasi itu. Setidaknya untuk tahun ini, headline majalah hiburan menobatkan Dannis dan Asha demikian. Judith melangkahkan kakinya menuju meja Dannis, berencana untuk mengucapkan selamat dan bersulang.
"Selamat malam semuanya.., izinkan aku bersulang untuk kedua bintang yang sedang bersinar ini...." Judith menghampiri meja Dannis sambil membawa gelas anggurnya.
"Oh baiklah,, dengan senang hati tentunya..." Dannis bangkit dari duduknya sambil mengangkat gelas dan semua yang duduk di meja itu mengikuti.
"Cheers...,"
Setelah bersulang, Judith berbasa basi menanyakan kabar orang tua Dannis, karena sudah lama mereka tidak bertemu
"Bagaimana kabar om dan tante, sudah cukup lama kita tidak bertemu..." Judith menyapa pemilik Diandra group itu. Menyalami kemudian menghadiahi mereka ciuman dan pelukan.
"Alhamdulillah seperti yang kau lihat, sehat walafiat..." jaeab ayah Dannis sembari menepuk-nepuk pelan lengan Judith.
"Ah, syukurlah..., aku turut senang..."
"Kau sendiri bagaimana sayang,,, aku senang melihatmu semakin hari semakin tampan,, jangan bilang kau masih menjadi petualang cinta.." Nyonya Saras menggoda Judith. Berteman dengan Dannis sejak SMA membuatnya cukup dekat dengan orang tua Dannis, sehingga orang tua itu cukup leluasa berbicara, termasuk persoalan pribadi sekalipun.
"Aah... tante,, benar sekali, aku masih bertualang,, aku kalah dengan Dannis.." selorohnya.
"Jangan main-main terus Judith., ingat umurmu sudah berapa..." Bapak Diandra, sang bos besar menimpali.
"Iya om.., masih mencari yang terbaik., bukan begitu Dann."
"Ah., iya benar sekali..." jawab Dannis basa basi.
"Baiklah , kalau begitu aku kembali ke mejaku,, kalian semua lanjutkan..."
"Ok,, silahkan Judith.."
_________Pesta kali ini terasa sangat spesial bagi Asha, karena baru kali ini setelah dua kali novelnya terbit, perusahaan tidak pernah mengadakan perayaan besar seperti saat ini. Biasanya setelah launching novel, akan ada perayaan kecil yang dilakukan diperusahaan. Biasany mereka kumpul-kumpul dan makan bersama.
Namun kali ini berbeda, launching novel berbarengan dengan peluncuran produk milik Dannis, dan Laki-laki itu mengusulkan acara ini dan tentu saja tidak bisa ditolak. Siapa yang berani mengatakan tidak pada CEO perusahaan multi nasional yang punya reputasi bagus seperti Dcorp.
Asha cukup menikmati pestanya. Senyumnya merekah tanpa sedikitpun menampilkan rasa cemas. Baru kali ini ia betah berlama-lama disebuah acara. Tentu saja alasannya karena ada Dannis yang selalunada disampingnya. Sedikitpun Dannis tak mau meninggalkan Asha bahkan saat wanita itu ke toilet sekalipun. Ia memberikan rasa nyaman yang selama ini tidak pernah asa dapatkan dari orang lain.
Disela-sela acara yang sedang menyuguhkan penampilan dari seorang penyanyi yang mereka undang, Dannis menarik Asha keluar dari ruangan pesta dan membawanya kebalkon salah satu ruangan.
"Kita kemana Dann..." tanya Asha sembari mengikuti langkah kaki Dannis.
"Kau ikut saja...." Dannis menggandeng tangan Asha, membawa wanita itu ketempat yang cukup sepi dari hingar bingar pesta dan kilat lampu kamera.
"Kita ngapain kesini..?" Asha bertanya lagi ketika mereka sampai dibalkon.
Tanpa menjawab pertanyaan Asha, Dannis langsung melingkarkan tangan kirinya kepinggang Asha dan membawa wanita itu mendekat kepelukannya. Tangan kanannya membelai rambut Asha yang tergerai kemudian perlaham beringsut ke pipi dan berakhir dibibirnya yang kemerahan. Asha merasa gugup.
"Da..Danis....."
"I miss u so bad..., dari tadi sore aku udah nahan buat nikmatin moment berdua ini sama kamu..." Dannis semakin mendekat ke Asha, menempelkan bibirnya ke bibir Asha yang merekah. Perlahan, lembut dan menuntut. Asha menarik dirinya, menatap Dannis yan tercengang karena Asha tiba-tiba melepas ciumannya. Asha tersenyum kemudian menarik tengkuk Dannis dan mencium bibir pria itu. "I miss u too" bisiknya.
"I made this party for u". Seru Dannis. Akhirnya keduanya saling melepaskan hasrat yang sudah tertahan dari tadi. Saling menghadiahi dengan ciuman-ciuman yang memabukkan.
I Miss U Like crazy...
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Penakluk ( On Going )
RomanceAkhirnya dengan perlahan kucium kembali Asha, penuh hasrat dan nafsu yang membara. Asha menutup mata perlahan sambil membuka mulutnya, membiarkamku masuk menjelajah semua yang ada didalamnya. Bibir atas, bawah, bahkan lidah kami saling bergelut, ber...