"Author"
Asha memandangi gaun pesta yang dikirim oleh Dannis untuknya. Gaun cantik santin berwarna pink dengan bagian punggung terbuka. Sial.., Asha berdecak, gaun itu terlalu cantik, dan jujur ia sangat suka. Apa lagi warnanya, kenapa harus warna pink... warna kesukaannya. Dari mana Dannis tau kalau ia sangat menyukai warn pink. Ketika kesadarannya mulai timbul, ia melipat kembali gaun tersebut dan menaruhnya didalam box yang juga berwarna pink. Ia tak boleh menerima gaun ini, jika diterima sama namanya dengan membangun hubungan baik dan Asha tak mau hal itu terjadi. Ia mencemaskan masa depannya, trauma nya akan selalu muncul jika laki-laki itu selalu menempel padanya.
Asha meraih ponsel diatas meja, bermaksud untuk menghubungi Dannis agar laki-laki itu mengambil kembali kirimannya. Namun bagaikan sepasang kekasih sungguhan yang mempunyai ikatan batin, ponsel Asha berbunyi dan muncul nama Dannis dilayarnya. "Pucuk dicinta ulam tiba.." gumam Asha lalu mengangkat panggilan tersebut.
"Sudah terima gaun nya nona Asha ? Gimana...? Seusai dengan warna favorit kamu kan...?" Suara Dannis jelas terdengar dari seberang sana.
"Tolong bawa kembali gift yang anda kirim pak Dannis, saya masih punya banyak gaun untuk dipakai ke pesta.." Asha mendumel sembari memasang raut masam.
"Anda tidak dalam posisi yang bisa menolak nona,, pakai saja dan stengah tujuh malam saya jemput...tut...tut.." sambungan dimatikan sepihak dan itu membuat Asha mencak-mencak.
"Dannis sialan...!!" Umpatnya sambil melempar box berwarna pink tersebut kesembarang arah.
________Dannis kaget ketika mendapati Asha menunggu nya di depan pos jaga. Gadis itu tampak sedang berbincang-bincang dengan satpam yang biasa mengantarnya ke unit kalau sedang mabuk. Mereka berdua terlihat cukup akrab meski Asha nampak menjaga jarak. Keluar dari mobil, Dannis langsung menghampiri keduanya.
"Malam semua.., malam sayang..., kamu kok nunggu disini, kenapa ga di rumah aja...?" Tanpa berdosa Dannis langsung melingkarkan tangan kekarnya ke pinggang ramping Asha sehingga membuat gadis itu sedikit tertarik kearahnya kemudian menghadiahi gadis itu dengan kecupan di pipi. Terus terang...Asha wangi sekali..!!!
"Aa..aku ga sabaran.." jawabnya serampangan karena masih kaget tak percaya dengan kelakuan Dannis yang semakin lama semakin menjadi-jadi menurutnya. Lama-lama bisa mati berdiri ia kalau Dannis dibiarkan meraja lela.
"Non Asha ternyata udah punya ayang beb ternyata..., mas ganteng, tolong dijaga ya nona saya ini.., jangan biarin mabuk terus, kasian..." pak Zayad tak membalas ucapan selamat malam Dannis tapi malah sedikit mengomel. Anggap saja itu bentuk perhatiannya!!!
"Oohh,,, heee iya pak,, kebetulan saya baru pulang dari luar negeri, kami LDR. Makanya saya ga bisa jagain Asha. Mulai sekarang, saya jagain nona bapak ini.." Dannis mempererat pelukannya.., Asha semakin gerah dan keringat dingin mulai bercucuran.
"Tapi kok rasanya saya pernah ketemu ya, sama pacar non ini, tapi dimana ya." Pak Zayad mencoba mengingat, tapi ia sepertinya lupa dengan kejadian beberapa waktu lalu ketika Dannis mengantar Asha ke unitnya.
"Sebaiknya kita segera pergi..." Asha melepaskan pelukan Dannis kemudian melangkah masuk kedalam mobil. Dannis mengikuti setelah berpamitan dengan pak Zayad.
Didalam mobil, Asha segera melepas blazer yang menutupi gaunnya yang minim kain sehingga belahan dada dan punggung mulusnya terpampang nyata. Dannis yang baru saja membuka pintu mobil dibuat tak berdaya dengan pemandangan indah didepannya. Gadis dihadapannya itu terlihat sedang mengibas-ngibas rambut dengan jari-jari lentiknya. Punggungnya membentuk lengkungan menampilkan kulit putih bening. Dua buah dada dibalik gaun satin nampak menonjol sangat menggoda iman. Keringat yang turun dari dahi menuju pipi Asha membuat Dannis hampir kehilangan akalnya. Gadis itu membuat sesuatu didalam dirinya bangkit setelah lama tertidur. Tapi tidak...., Dannis mencoba menyadarkan dirinya sendiri, menanamkan dalam hatinya bahwa ini bagian dari sandiwara, cerita palsu yang dibuat sebagai pelepas masa-masa tegang ketika bekerja. Sungguh kejam memang!!!
Perjalanan menuju lokasi pesta tidak memakan waktu lama. Lebih kurang lima belas menit mereka telah sampai. Meski dalam kurun waktu itu Asha terlihat sangat menderita. Keringat terus mengucur dari dahi dan gerakan tak nyamannya sangat kentara.
"Are you ok, Asha..? Kau terlihat gelisah.." Dannis terusik dengan ketidaknyamanan gadis itu. Ia teringat dulu Asha juga pernah berlaku seperti ini waktu mereka pergi ke club.
"Jangan banyak bertanya, menyetir saja dengan benar..!! Semua ini salahmu !!" Ketus gadis itu tanpa melirik Dannis.
Dannis cukup tersinggung dengan kata-kata Asha. Baru kali ini ada orang yang berani membentak dan menyuruhnya. Namun perasaan marah itu ditepisnya, karena rasa iba lebih mendominasi. Entah apa yang sebenarnya terjadi pada gadis itu. Kali kedua ia melihat Asha dengan kondisi yang membuat rasa penasarannya semakin timbul.
Keduanya diam membisu dengan fikiran masing-masing sampai akhirnya tempat yang dituju sudah nampak dipelupuk mata. Ramai..., dan banyak wartawan !!
"Sial.." Asha mengumpat dalam hatinya melihat pencari berita bertebaran disetiap sudut. Ia yakin ini pasti ulah Arvan, kakaknya sekaligus si empunya hajat. Sengaja mengundang wartawan, memaksanya datang ke pesta, harus pergi bersama Dannis, dan ini tujuan akhirnya. Membuat hubungan palsunya dengan CEO tampan kaya raya itu diketahui oleh pubik. Andai Arvan tau sandiwara yang mereka mainkan dengan apik.Lagi-lagi Dannis dapat menangkap raut ketidak sukaan Asha dengan suasana didepan hotel. Gelisahnya sudah mereda, ia terlihat mengambil tisu dan menyeka keringat disela-sela wajahnya.
"Kalau kau tidak nyaman dengan kehadiran wartawan nona..?"
"Bukannya ini yang kau mau,? " jawab Asha jengah.
"Ya....tentu,, ini yang ku mau, aku ingin kalau semua orang dipesta mengira kita benar-benar sepasang kekasih, tapi yg jelas aku aku tidak mengundang wartawan datang, a..."
"Aku tau, semua ini sudah jelas ulah laki-laki sialan itu..!" Asha memotong kalimat Dannis.
"Laki-laki sialan..? Arvan maksudmu ?" Hmm, ada apalagi dengan gadis cantik ini, kenapa ia mengumpat kakaknya sendiri ? Terlalu banyak tanda tanya. Teringat lagi ia kalimat-kalimat Judith tempo hari. Sahabatnya nya itu tampak lebih tau banyak tentang Asha dari pada dia.
"Sudah lah,, aku sedang tak ingin membahas, sebaiknya kita turun, dan memainkan sandiwara ini dengan baik,, " lalu Asha bergegas hendak turun dari mobil, ketika Dannis mencegatnya dengan menutup kembali gagang pintu. Asha terkesiap.., jarak diantara mereka hanya sejarak hembusan nafas. Nafasnya memburu naik turun. Tak mengerti dengan apa yang sedang dilakukan Dannis.
"Kau akan keluar dengan pakaian seperti itu ? Ingin menampakkan keseluruh dunia kulit putih dan dada indah mu nona..?" Sahut Dannis sambil melirik genit kebawah, mengintip belahan yang sangat rendah itu.
"Kauu...,, bukannya kau yang mengirimiku gaun ini..!!!" Asha meradang dengan tingkah Dannis yang menurutnya tak punya malu itu.
"Iya aku yang membelikan, tapi bukan berarti kau bisa pamer tubuh seksimu..! Ayo pakai ini...!! Dannis mengambil sweater yang ada dikursi belakang dan memberikannya pada Asha.
________Kilat cahaya lampu tak henti-hentinya menyorot keduanya yang baru saja turun dari mobil. Ini adalah moment yang paling ditunggu-tunggu oleh wartawan, Setelah beberapa waktu belakang ini berita tentang Asha dan Dannis yang sedang berkencan maaih sebatas rumor. Kini keduanya datang bersama menghadiri acara, seolah ingin membenarkan rumor yang beredar. Dannis melingkarkan tangan kirinya kepinggang Asha, meski gadis itu terlihat tidak nyaman. Keduanya sengaja memberi ruang bagi pemburu berita untuk mengetahui tentang mereka lebih banyak.
"Tuan Dannis, nona Asha , biasa jelaskan apa sebenarnya hubungan kalian berdua..?" Ini inti dari seluruh pertanyaan yang dilontarkan.
"Benar, kami berdua sedang berkencan...."
Bersambung.....🌿
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Penakluk ( On Going )
RomansaAkhirnya dengan perlahan kucium kembali Asha, penuh hasrat dan nafsu yang membara. Asha menutup mata perlahan sambil membuka mulutnya, membiarkamku masuk menjelajah semua yang ada didalamnya. Bibir atas, bawah, bahkan lidah kami saling bergelut, ber...