"Dannis"
Tak butuh waktu lama bagi Judith untuk hilang kesadaran saat minum. Entah kenapa ia suka sekali memesan anggur dengan kadar alkohol tinggi dan selalu berakhir seperti ini. Bicaranya mulai kacau dan ujung-ujungnya aku akan menjadi bahan ceracau nya.
"Ayo Mr. CEO...mari minum lagi..." katanya terseok-seok mengambil gelas berisi minuman berwarna ungu pekat itu. Ia hampir tersungkur jika aku tak menahan tubuhnya yang tinggi menjulang itu. Aagghh, ini yang kadang membuat aku kesal jika pergi minum bersamanya, ia selalu mabuk !! Baru saja aku merebahkan tubuh Judith di kusri, entah kenapa mataku melirik kearah meja bartender. Aku melihat wanita yang kami bicarakan tadi sedang dipapah oleh sorang bartender. Dengan susah payah pria itu melingkarkan tangan wanita itu ke pundaknya namun sang wanita terus menggeliat khas orang mabuk, membuat si pria kewalahan dan menggerutu kesal. Entah kenapa ide gila muncul difikiranku melihat adegan itu. Aku menghampiri mereka.
"Mas...., biar aku saja.." kataku pada pria itu. Aahh aku mungkin sudah gila, menawarkan diri untuk mengurus wanita yang tidak kukenal sama sekali. Si bartender itu terkejut melihatku dan dia menolak secara halus.
"Nggak usah mas, biar saya saja..." katanya sopan. Wajar dia menolak karena tidak kenal dengan ku. Dengan segera kukeluarkan kartu nama ku dan kuberikan padanya. Ia menerima kartuku dengan susah payah sembari terus memapah Asha. Setelah membaca beberapa saat ia nampaknya menyadari siapa aku, ia mencoba membungkuk memberi hormat meski kesusahan.
"Ok...?" Kataku menuntut jawaban ya darinya. Dengan segera ia berikan Asha padaku. Aku mengambil alih gadis kurus bau alkohol itu dan kupapah ia meski ia ia masih meracau tak jelas. Si bartender menjelaskan padaku kemana harus kuantar Asha. Tak lupa ia memberikan sweater sang penulis padaku, aku menaruhnya dibahuku.
"Oh ya, aku minta tolong padamu untuk mengantar temanku, itu yang duduk disana." Aku menunjuk Judith yang tersandar di sofa tak sadarkan diri. "Antar ia ke unit 22 Apartment Century dan ini sebagai upahmu.." sambungku. Si bartender mengangguk tanda setuju dan ia segera mengerjakan tugasnya. Sedangkan aku...aku masih berjuang membawa gadis mabuk ini keluar club. Tubuhnya yang kecil terasa berat karena ia terus bergelayut dileherku, mulutnya tak berhenti meracau, ia terus memanggilku Boy. Ia mengira aku bartender yang biasa mengantarnya pulang jika mabuk.
"Boy....,,,boy....,, kenapa kau jadi tinggi sekarang...haa..? Kau juga wangi boy..." kalimat-kalimat keluar dari mulut baunya itu. Ia terus bergelayut, kaos yang dikenakannya bahkan terangkat sana-sini memperlihatkan bagian pribadi tubuhnya ia juga tak sadar. Hahh, Boy sangat beruntung selama ini ternyata. Aku tersenyum miring.
Aku berhasil membawa Asha masuk kemobilnya. Yaa tentu saja aku meninggalkan mobilku di Club, dan akan kusuruh seseorang nanti menjemputnya. Aku mengendarai mobil Asha sekarang. Mobil sedan putih metalic yang cukup mahal, namun sayang tak terawat karena bau rokok dan alkohol didalamnya. "Dasar gadis jorok..." gumamku seraya menggeleng-gelengkan kepala.
Tak terlalu lama berkendara akhirnya kami sampai di apartment Asha yang masih terletak di kawasan Jakarta Pusat. Apartment yang kutau dihuni oleh kalangan menengah keatas dengan tingkat keamanan tinggi dan privasi penghuni yang sangat dijaga. Dari cerita Judith tentang Asha yang seorang penulis populer, tak salah rasanya kalau ia tinggal dikawasan mewah ini. Satu hal yang dapat kutangkap dari pertemuan pertama ku dengan Asha, yaitu kurasa dia seseorang yang sangat menjujung tinggi privasi terbukti dengan pilihan tempat tinggal dan tempat tongkrongannya.
Sesampai di pintu masuk basement aku bertemu dengan satpam yang berjaga malam itu. Mungkin ini satpam yang diceritakan bartender di club padaku, bahwa aku harus menyerahkan Asha padanya ketika sampai di apartmen. Saat keluar dari kemudi, si satpam kaget melihatku, mungkin karena berbeda dari orang yang mengantar Asha biasanya. Dia menunduk hormat padaku, aku membalasnya.
"Aku pacarnya, aku akan mengantarnya kedalam.." sahut mulut gilaku menjawab rasa penasaran satpam yang sangat terlihat dari raut wajahnya.
"Ooh, baiklah mas.." balasnya sopan.
"Sandi apartemen nya pak..? "
"Jempol kirinya mas, tempelkan saja..."
"Ok, baiklah..terima kasih.." aku mengangguk hormat lalu kembali kemobil. Dari kaca spion dapat kulihat si satpam masih memasang wajah bingung.
Setelah sukses memarkir mobil Asha, aku mengeluarkan gadis itu dari dalam mobil. Butuh perjuangan karena gadis itu sudah tak sadarkan diri, akhirnya kuputuskan menggendongnya. Tubuhnya tak berat sama sekali, hanya saja bau alkohol dan sigaret yang menguar dari mulut dan tubuhnya sangat menyengat.
Kami sampai di unit Asha di lantai delapan belas sesuai dengan informasi satpam. Setelah pintu apartmen terbuka, aku kembali menggendong Asha dan membawanya masuk, dan lihat yang kutemukan...
"Asha.........its you..?? Oh no...!!! What the hell..!!!" Apa ini.., ini rumah atau tempat sampah..?, oh my God, aku kaget melihat isi apartmen Asha, ruang tamu nya saja penuh dengan botol alkohol sisa, serta puntung sigaret yang berserakan memenuhi asbak diatas meja dan melimpah keluar saking banyaknya. Bantal kursi berserakan disudut-sudut ruangan. Aku menggeleng tak percaya dengan apa yang kulihat, rasanya baru kali ini aku menemukan gadis yang..ah..aku bisa bilang ini jorok....gadis jorok....!
Aku tak peduli lagi, segera ku melangkah menuju ruangan yang mungkin itu kamar gadis jorok ini, dan benar ketika kubuka pintunya, tak ada bedanya dengan ruang tamu, berantakan.....!
Ranjang yang berserakan, komputer yang masih menyala dengan lagi-lagi sisa sigaret disampingnya, laci meja yang menganga dan tumpukan kertas serta buku disana sini.Aku menurunkan Asha ke ranjang nya, ia tak bergeming sedikitpun. Syukurlah, aku ingin bergegas pergi dari tempat yang mengerikan ini. Aku rasanya menyesal telah menyetujui tantangan Judith, dan andai ia tau wanita yang diincarnya hanya cantik diluarnya saja tapi mengerikan didalamnya, kupastikan ia akan sama menyesalnya denganku.
"Asha"
Aku menggeliat ketika sesuatu seperti menyentuh kakiku, aku mencoba mengabaikan dan berencana melanjutkan tidurku ketika sentuhan itu semakin kuat, bahkan terasa seperti menendang. Dengan berdecak kesal aku mencoba bangkit dan bangun, kepala ku yang terasa begitu berat kupijat dengan tangan kiriku. Dihadapanku ternyata berdiri sosok yang sangat kukenal, sosok yang mempunyai nama belakang yang sama denganku. Dia lagi, aku yakin dia baru saja membangunkanku dengan kaki kirinya, seakan jijik menyentuhku.
"Keluar kau..." sahutku datar. Ia tak bergeming, kedua tangannya ia lipat di dada.
"Mabuk lagi...? Aku muak selalu menemukanmu dalam keadaan mabuk..!, " Aku tau ia datang hanya untuk menceramahiku.
"Aku mohon pergilah, kepalaku sakit..!" Aku memijat kepalaku yang masih sakit karena mabuk.
"Persetan dengan kepopuleranmu sekarang Asha, sebaiknya tak usah sandang nama Barvi lagi dibelakang namamu !!! sepandai apapun kau menyembunyikan, suatu saat bau alkoholmu pasti akan menguar !!!" Wajah kakak laki-laki ku satu-satunya itu memerah menahan amarah, ia pergi sambil menghempaskan pintu kamarku, juga pintu apartmen ku. Aku menyesal telah menyuruhnya ikut mendaftarkan jempol nya hingga ia bebas masuk ke kediamanku.
Ah.,, kepalaku sakit dan pengar akibat mabuk belum lagi hilang, tapi aku harus tetap bangun, pagi ini aku ada meeting dengan perusahaan, membahas buku ketigaku yang masih dalam proses pengerjaan. Aku mengabaikan kata-kata kasar Arvan padaku, aku sudah kebal dengan itu semua. Kalau saja menghapus nama Barvi semudah menekan tombol delete di keyboard laptop, pasti hal itu yang akan kulakukan pertama kali, semenjak ibu pergi keluar negeri dengan membawa Arvan bersamanya, dan meninggalkan ku dengan asisten rumah tangga kami, meski bukan untuk waktu yang lama, namun waktu yang tidak lama itu membuatku berubah menjadi Asha yang seperti sekarang ! Ah, aku benci mengingat kisah lima belas tahun yang lalu itu, seluruh tubuhku kembali merinding jika memikirkannya, dan lagi-lagi aku mencari sigaret untuk meredakannya, jika tak mempan, aku menambah alkohol...
*semua yang terjadi bukan tanpa alasan....
*happy reading all, and dont forget to vote ya...😁🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Penakluk ( On Going )
RomansaAkhirnya dengan perlahan kucium kembali Asha, penuh hasrat dan nafsu yang membara. Asha menutup mata perlahan sambil membuka mulutnya, membiarkamku masuk menjelajah semua yang ada didalamnya. Bibir atas, bawah, bahkan lidah kami saling bergelut, ber...