Kalah....?

77 8 2
                                    

*Asha*

Boy....,, ?"

"Ya mbak, kenapa...?" Suara itu menjawab pasti sambil menampilkan ekspresi masam.

"Kau pasti tau apa yang terjadi denganku tadi malam..?"

"Tentu saja aku tau, kau lagi-lagi mabuk dan bertingkah seperti wanita tak...."

"Wanita apa...?"

"Mmmm,, maksudku kau mabuk dan lagi-lagi menyusahkanku..." kilahnya.

Aku merengut mendengar bartender itu mengatakan kalau aku "menyusahkan", ya...aku memang menyusahkan kalau mabuk, tapi bayaran yang keberikan padanya rasanya cukup banyak untuk mengenyahkan kata menyusahkan itu.

"Apa kau yang mengantarku pulang ke apartemen ?"

"Tentu saja aku, siapa lagi..., memangnya kau bisa pulang sendiri, sementara untuk berdiri saja kau harus ditopang, dan juga pacarmu, ia sama idiotnya denganmu kalau lagi mabuk..., kalian benar-benar pasangan yang serasi, hobinya sama-sama menyusahkanku...."

Dasar bartender sialan, minta dirobek mulutnya rupanya. Ia sepertinya sudah melupakan batas antara pelanggan dengan pelayan. Tugasnya hanya memberikan service exelent kepada pelanggan bukan menambah layanan baru sebagai penasihat. Namun bukan itu pointnya, aku kaget mendengar Boy menyebut kata "pacarmu". Pacar? Siapa maksudnya, tiba-tiba aku tersadar tentang sesuatu hal, "Dannis". Ya, tadi malam itu aku memang ke Sky Club dengan CEO itu, jadi yang dimaksud Boy itu mungkin Dannis. Aku baru bisa menarik kesimpulan sekarang, aku dan Dannis sam-sama mabuk dan Boy mengantar kami pulang. Dan sialnya Boy mengantarkan Dannis juga ke apartemenku.

"Jangan salahkan aku karena mengantar pacarmu ke rumahmu, dan jangan lupa aku tunggu transferanmu mbak seleb...,, selamat pagi..." Fuckin Boy !!! Ia seperti bisa membaca fikiranku, dia juga sudah tak malu-malu lagi minta tips dariku, dan lebih parah....ia mematikan sambungan duluan!

Satu pertanyaan terjawab sudah kenapa sampai Dannis ada di apartemenku, aku tak menyalahkan apa-apa dan siapa-siapa karena jelas itu memang kebodohanku. Namun untuk satu pertanyaan lagi yang masih mengganjal adalah CEO itu kenapa sampai mengancamku untuk mengikuti permainannya, ada apa dengan dia ? Apa yang sudah kuperbuat sehingga ketika Arvan datang tadi pagi aku harus berpura-pura menjadi pacarnya..,, ? Masih tak habis fikir dengan apa yang terjadi pagi ini, aku akhirnya lebih memilih membersihkan diri dan bersiap pergi ke perusahaan untuk menyerahkan draft novelku, kemudian memenuhi undangan makan siang dari kantor Arvan.
___________

"Asha sayangku...." seperti biasa Dafa ingin memelukku ketika aku masuk keruangannya.

"No....." larangku sambil tersenyum. Dafa memutar malas bola matanya.

"Draf sudah kuserahkan kebagian editing, dan softnya sudah kukirim ke emailmu Daf.." aku duduk disofa abu-abu yang tepat berada di seberang meja kerja Dafa.

"Good job sayangku,, cintaku,, kamu siap-siap karena kemungkinan dalam bulan ini kita akan launching, dan aku yakin ini bakal meledak lagi seperti novel-novelmu dulu, you're the best..." Dafa berbicara begitu sumringah, ia ingin meluapkan kebahagiaanya dengan memelukku, anak emasnya. Namun lagi-lagi aku menolaknya, bukannya tak ingin, tapi reaksi dari dalam diriku mengatakan tidak tanpa bisa dicegah.

"Kamu juga best bos, team juga hebat..., semua berkat kerja sama kita bersama..."

"Oh ya, nanti siang jangan lupa scedule lunch dengan Twins ya,, sekalian kamu katanya  mau liat pabrik mereka yang ada disini.." Dafa mengingatkanku pada jadwalku selanjutnya, meskipun aku sendiri sebenarnya ingat. Konsekuensi tidak memiliki manager membuatku ekstra teliti dalam mengurus jadwalku sendirian, dan untungnya sejauh ini masih bisa kuatasi meski orang lain ketar-ketir melihatku, seorang public figure populer hidup tanpa manager.

"Kau juga ikut kan Daf..?" Tanyaku.

"Aku ingin Sha, but sorry aku harus meeting dengan penulis yang bisa menulis untuk majalah mingguan kita, kalau kau butuh teman aku bisa utus Tami untuk ikut denganmu, atau Jack...,, nahh... itu lah makanya dari dulu aku selalu menyinyirimu untuk memakai jasa manager,, setidaknya kau ada yang menemani..." raut kekesalan yang sebenarnya didasari oleh rasa khawatir muncul dari wajah tampan Dafa. Aku begitu memahami bagaimana orang-orang disekitarku begitu memperhatikanku, namun sekali lagi, dikuntit oleh seseorang setiap hari bahkan sampai keranah pribadi aku belum siap,, ah..bukan belum, tapi tidak.., tidak bisa.., aku takut membayangkannya.

"Jangan mulai lagi bos..." aku berusaha tersenyum dan melupakan bayangan-bayangan buruk yang bahkan belum terjadi.

"Ya sudah, up to you,, jika sudah menyerah..., kasi tau aku ya beb,, aku akan carikan manager paling best yang pernah ada didunia entertaiment ini..." Dafa tersenyum manis dan dapat memahamiku, lagi-lagi ia mencoba merengkuhku untuk meluapkan rasa kasih sayangnya terhadapku, salah satu penulis kesayangannya, namun lagi-lagi nihil, aku hanya berani menepuk pundaknya dan berlalu pergi meninggalkan Dafa yang masih dengan posisi tangan terkembang....
_________

*Author*

Pukul setengah satu siang, Asha sampai di Skypii, sebuah restaurant western yang menjadi tempat pertemuannya dengan pihak Twins Corp. Setelah memarkir mobil di parkiran didepan Reataurant, Asha langsung masuk dan disambut oleh beberapa orang pelayan. Setelah sedikit berbincang, Asha kemudian diantarkan oleh salah satu pelayan kelantai dua, menuju ruangan VVIP tempat yang sudah di reservasi oleh Twins. Saat memasuki ruangan, rupanya didalam sudah ada direktur humas Twins, Mr. Jerry beserta sekretarisnya, utusan dari Project ent yang akan membuat iklan, dan yang paling tidak ada kaitannya secara lagsung, Judith Wiryawan, direktur keuangan Twis Corp ini sebenarnya tak perlu hadir dalam jamuan serta rapat yang bersifat teknis seperti ini. Sebagai mana fungsinya sebagai direktur keuangan, kasarnya ia cukup mengurusi masalah uang saja, ya meskipun pada saat pengambilan keputusan, suaranya perlu didengar, namun tidak perlu turun langsung mengurus sampai ke masalah pembuatan iklan.  Alhasil, ikutlah ia dalam pertemuan kali ini, dan dengan bangga menyampaikannya kepada Dannis melalu sambungan telfon tadi pagi.

Mendapati Asha muncul dari balik pintu, Judith tak bisa memyembunyikan rasa kagumnya. Matanya tak berkedip melihat Asha yang biasa dilihatnya di Sky Club berbeda dengan asha yang dihadapannya sekarang. Asha menggunakan blous putih satin tanpa lengan dipadu dengan kardigan hitam dengan jenis kain yang sama. Blous putih gading itu ia padankan dengan celana panjang hitam model kulot yang menutupi high hill nya. Penampilannya semakin memikat dengan rambut coklatnya yang ia ikat kuncir kuda kebelakang, memperlihatkan leher jenjangnya yang indah, putih dan bersih.

Bersih....?

Riasan tipis namun elegan memancarkan aura selebrita yang tak bisa terbantahkan. Bahkan Asha sebenarnya lebih cocok jadi model karena proposional tubuh dan tingginya yang semampai.

"Oh, nona Asha.., selamat datang..." Mr. Jerry menyambut kedatangan Asha sambil bangkit dari kursinya. Tindakannya juga diikuti semua yang ada disitu, satu persatu mereka menyalami asha. Dan lagi-lagi Asha membalas salam tersebut dengan tergesa, takut bersentuhan pastinya, kecuali jika sedang mabuk.

Pertemuan siang itu diawali dengan makan siang bersama, kemudian sesudahnya baru membicarakan tentang konsep iklan yang akan dibuat oleh Project Ent. Utusan mereka sibuk memaparkan mengenai konsep iklan dan yang ada dipertemuan itu mendengarkan dengan seksama.

Ditengah-tengah perbincangan yang sedang berlangsung denga serius, tiba-tiba pintu ruangan terbuka, dan.....

"Selamat siang,, maaf mengganggu semuanya..., sayang maaf aku terlambat menjemputmu...." Suara berat milik Dannis memecah keseriusan sekaligus hampir meledakkan jantung Judith. Gerakan tangan Dannis yang dengan santai mendekap bahu Asha sambil mendaratkan ciuman ringan di pipi kanannya serta senyum Asha yang terkembang membuat Judith merasa kalah detik itu juga....

Bersambung.......😊😊

Sang Penakluk ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang