41. SALAH PAHAM

84.7K 13.2K 11.9K
                                    

Tangan dengan scrunchie merah muda bermotif bunga itu bergerak cepat membuka laci nakas dan almari kamar berukuran besar.

Manda sedang mencari obat, gadis itu nekat menggeledah kamar Papanya karena sudah tidak tahan lagi. Dapat tiga pill di dalam kantung plastik kecil, Manda langsung memasukkan semuanya ke dalam mulutnya.

"Manda!" sentak Gio memasuki kamar.

Manda refleks mundur, sedangkan Gio langsung menekan rahangnya. "Keluarin!"

Manda menggeleng, gadis itu menutup bibirnya erat-erat. Gio menampar pipi kiri Manda agar putri angkatnya itu segera tersadar, Gio memasukkan jarinya ke dalam mulut Manda, mengambil obat yang masih tertahan di kerongkongan.

"Sudah gila kamu?!" Gio semakin marah.

Manda menggenggam lengan Gio. "Obat tidur, Dad. Manda mau tidur aja, Manda stress. Manda nggak mau kayak gini, Daddy juga kan yang larang Manda pindah sekolah? Manda mau tidur aja--"

"Kamu tau kan, Daddy paling benci dibohongi?!" Gio mencengkram pergelangan tangan Manda, terlalu erat sehingga Manda kesakitan.

"Tes kemarin dipalsukan sama Mama, Daddy udah terima, Daddy pura-pura nggak tau karena Daddy pikir kamu mau berhenti!" Nada bicara Gio meninggi.

"Pah, maafin Manda, Pah." Air mata Manda kembali mengalir, matanya bahkan sudah sembab.

Manda semakin takut, kini ia mengerti mengapa Mamanya sangat takut kebenaran tentang Papa Dipa yang masih hidup terkuak. Karena Gio lebih mengerikan dari yang terlihat di luar.

Gio meminta anak buahnya untuk membawa Manda. "Kurung dia di RSJ."

"PAH!" Manda memberontak. "MANDA NGGAK GILA! PAH!"

***

Senyum tipis, mata lebar dengan bulu lentik, alis tebal, bibir sexy, dan rambut wangi Sea terus menguasai kepala Raga.

Seperti biasa, Sea selalu aktif jika bersama Samu. Dia lebih soft, lebih unch, lebih manja, dan Raga benci itu, karena semuanya Sea tunjukan pada Samu, bukan untuknya, sial!

Raga semakin panas, Sea selalu saja banyak bercerita jika bersama Samu. Sedangkan saat bersamanya, Sea selalu saja marah-marah. Curang, tidak adil, rasa ingin menonjok Samu pun semakin meradang.

Tetapi, dengan cara seperti ini Raga dapat leluasa bersama Sea. Ia dapat memeluk Sea sesukanya, ia dapat menggenggam tangan Sea tanpa mendapatkan protes panjang kali lebar, dan ia juga dapat mengusap puncak kepala Sea, lalu mendapatkan senyuman tipis alih-alih omelan keras.

Seperti sore ini, Raga menggenggam tangan Sea ketika mereka berjalan-jalan di taman dekat danau besar. Sea masih bercerita, tentang Manda, tentang teman-temannya, juga tentang Raga.

"Gue mutusin buat baikan sama Manda," Sea melangkah lebih cepat, kemudian berbalik dan berjalan mundur sambil menatap Raga.

Raga hanya mengangguk, tidak berani merespon macam-macam karena takut ketahuan.

"Respon macam apa itu?" Sea tertawa pelan, tampak begitu manis dan Raga menyukainya.

"Meski Manda udah jahat sama gue, tapi gue nggak bisa benci sama dia. Setidaknya, dulu kita pernah punya kenangan baik, dan itu yang bikin gue sakit setiap kali liat Manda tersiksa."

"Lo juga tau kan, kayak gimana dia sayang sama gue dulu? Dia bahkan pernah gendong gue pulang dari tk gara-gara asma gue kambuh."

"Dea pasti punya alasan, kenapa dia bisa kayak gini sekarang." Mata Sea mulai berkaca-kaca. "Gue kangen Dea yang dulu, gue pengen kita bisa main bareng lagi kayak waktu itu."

RAGASEA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang