48. LOVE LANGUAGES

84.1K 11.8K 7.7K
                                    

Raga menunggu di depan kelas XII A-3 hingga akhirnya Sea keluar dari kelas setelah jam pelajaran berakhir, cowok pun itu segera menghadap Sea.

Raga memberikan kantung putih berisi camilan, kartu ATM, tabungan, dan paspor Sea. Tidak ada sepatah kata apapun yang terucap, ia hanya memastikan Sea sudah menerimanya, kemudian pergi begitu saja.

"Ga?" panggil Sea membuat Raga menoleh. "Nggak mau ke markas?"

"Gue ada bimbel, jam private gue juga ditambah." Raga berucap dingin. "Lo di markas sendiri gapapa, 'kan?"

Sea merasa ada yang berbeda dari Raga, cowok itu terasa sangat dingin. "Lo masih marah? Harusnya kan gue yang marah."

"Gue duluan!" Raga berjalan cepat menuruni tangga menuju parkiran.

"Tuh orang kenapa sih? Dari pagi ngambek terus? PMS beneran?"

Raga menyalakan motornya, melaju keluar dari area sekolah, lalu menunggu di samping gerbang Rothes. Ia menunggu Sea keluar, begitu Sea terlihat, Raga mengikutinya dari belakang.

Cowok itu hanya ingin memastikan Sea selamat sampai markas. Setelah itu, ia pun pulang ke rumahnya.

Benar saja, sesampainya di rumah, Raga langsung disambut dengan tentor dan jadwal belajar yang semakin ketat. Raga bahkan hanya diberi waktu istirahat untuk makan dan ke toilet saja, selebihnya belajar.

Di tengah kegiatan berlatih soal, pikiran Raga terus terusik dengan paspor Sea. Berbagai macam dugaan yang melintas di otaknya, membuat Raga kesulitan berkonsentrasi.

"Kenapa Sea bikin paspor?" Entah sudah ke berapa kali, pertanyaan itu terlontar dari mulutnya.

Raga mengigit pena di tangannya, semakin overthinking. "Apa dia mau pergi ninggalin gue?"

"Enggak!" Raga menggebrak meja pelan. "Nggak boleh!"

"Ga!" tegur seseorang. Raga hanya menunduk sebagai bentuk hormat pada Sang Tentor.

"Apa Sea lagi ngode gue ya?" gumam Raga mencoba berpikir positif. "Dia mau ngajak gue jalan-jalan ke luar negri?"

Raga menutup bibirnya terkejut. "Honey moon," terkanya, lalu tersenyum girang sambil menggoyangkan bahu.

***

"Arghh," Sea mengerang pelan sambil memegangi pinggangnya, selalu kesakitan setiap datang bulan.

Sea melempar jaket kebanggaan Lavegas ke atas ranjang, lalu ia sendiri duduk di karpet bulu dengan punggung menyandar dipan.

Sea mengambil beberapa camilan pemberian Raga, rasa manisnya cukup meredakan sakit yang ia alami detik ini juga.

Habis, Sea mengambil camilan lain dan tidak sengaja menemukan paspor, buku tabungan, dan kartu ATM. Sumpah ia lupa, beruntungnya tabungan Kak Samu masih aman.

Sea mengambil buku tabungan Samu, melihatnya dengan seksama dan lebih teliti. Ada pemasukan yang terus Samu terima setiap tanggal di kelipatan lima, satu hal yang membuat Sea merasa janggal adalah jumlah transfer yang selalu lebih dari sepuluh juta.

"Sebenernya Kak Samu ngapain sih?" Sea mengambil kartu ATM yang terlihat masih bagus, seperti jarang dipakai. "Emangnya, jual sabu bisa dapetin sebanyak itu? Atau jangan-jangan, ada hal lain?"

"Samu pengedar ... Sebelum Samu meninggal, dia sempet dikejar seseorang. Dia juga punya luka tusuk di kaki sama lengannya. Ada yang ngincer Samu dari awal, Se."

Tiba-tiba, ucapan Dean terlintas begitu saja dan Sea mulai percaya akan hal itu. "Siapa yang ngincer kakak gue?"

Drrrtt! Ponsel Sea bergetar singkat, menandakan pesan masuk dari seseorang.

RAGASEA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang