44. OBAT PENYEMBUH

83.7K 13.1K 14.8K
                                    

"Mama nggak mau ya kamu main-main lagi kayak kemarin! Kamu udah berhasil raih point sempurna di olimpiade kemarin, jadi kamu juga harus sempurna di penilaian akhir semester kali ini. Jangan bikin Mama malu!"

Ucapan Sabita terus berlalu-lalang di benak Raga, cowok itu berdiri di rak besar yang berada di ruang kerja Papanya. Banyak medali emas, piala, dan penghargaan istimewa terpampang di sana.

Raga. Nama Papanya juga Raga.

Setelah suaminya meninggal, Sabita mengganti nama putranya menjadi Raga dan berharap bocah laki-laki itu akan menjadi sosok yang sama seperti Raga.

Sosok yang sempurna seperti Raga, sosok yang paling baik di mata Sabita, dan sosok yang spesial seperti Raga yang pernah ia cintai itu.

Kematian seseorang, dapat membuat seseorang yang ditinggalkan berubah. Sama seperti Sabita, ia terobsesi dengan Raga dan berusaha menjadikan Raga sempurna seperti papanya.

Raga meraih foto Papanya bersama teman-temannya, mereka sama-sama memakai jas putih. Satu hal yang Raga tau, Papanya adalah seorang ilmuwan hebat.

"Papa keren," Raga tersenyum sendu.

"Tapi, Raga nggak bisa sekeren Papa." Raga mengusap air matanya yang tiba-tiba meluncur.

Raga mengambil napas panjang. "Raga udah berusaha, Pah. Tapi Raga selalu gagal, sampai kapanpun Raga nggak akan pernah bisa jadi kayak Papa."

***

"Manda kayaknya bakalan keluar sekolah, Se." Ivy memberitahu. "Dia ga pernah bolos tanpa ijin kayak hari ini."

"Iya sih," Kelly ikut-ikutan. "Kalau gue jadi Manda juga nggak bakalan tahan sekolah lagi, udah dibully parah banget dia."

Karena itu, Sea mencoba menemui Manda ke rumahnya. Tetapi kosong, tidak ada siapapun di sana kecuali Pak Satpam yang terlihat sedang berjaga di pos luar gerbang.

"Cari siapa, Neng?" tanyanya.

"Mandanya ada di rumah?"

"Oh, Non Mandanya dibawa ke rumah sakit."

"Kenapa?"

"Sakit, Neng. Maaf kalau bener."

"Sama Tante Nita juga?"

"Kalau itu, saya kurang tau. Maaf, Neng."

Sea menelpon Manda berkali-kali, tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Ia tidak tahu harus pergi ke rumah sakit mana. Memangnya, Manda sakit apa?

DRRRTT! DRRRTTT! Ponsel Manda terus berdering, pesan beruntun ia terima dari Sea dan Melvin.

Sea
Manda, sakit?
Dimana sekarang?

Melvino
Ga ada obat obat lagi, lo harus rehab.
Gue otw ke sana, jangan aneh-aneh.

Manda mengabaikan semuanya, gadis itu melempar ponselnya ke sembarang arah, yang ia butuhkan sekarang hanyalah obat.

Manda berteriak sambil mengacak-acak kamar rawat inap, beberapa petugas medis langsung menahannya. Tetapi, mereka semua kualahan karena Manda terus memberontak.

Nita berlari memasuki kamar rawat Manda, wanita berbaju putih itu memeluk Manda erat-erat. Meski Manda memukulinya, Nita tetap keukeuh memeluknya.

"Obat, Mah!" pinta Manda terisak keras. "MANDA MAU OBAT!"

Nita ikut terisak, ia mengusap kepala putrinya penuh sayang. "Jangan kayak gini, Manda. Mama sakit liatnya,"

"Maafin Mama, Mama sayang sama kamu, maaf kalau selama ini Mama nggak tau perasaan kamu, maaf karena Mama nggak tau kalau kamu sakit sendirian setiap kali Mama perhatiin Sea."

RAGASEA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang