43. SPAM-SPAM

83.5K 12.2K 13.7K
                                    

Drrrt! Ponsel Sea bergetar begitu sampai di kamar Markas Lavegas yang berada di lantai dua. Ia melepas jaket kulit hitamnya, lantas mengecek ponsel.

Bocah Squidward

Udah sampai markas, kan?
Aku udah sampai rumah, langsung disuruh belajar sama Tentor.
Huaaaa, nggak mau disemangatin apa? Lagi sakit jugaaa. 👉👌
Salah emot, Bgst! Harusnya ini 👉👈
Heh? MARAH?! BALES, NGGAK?!
Seaaaaaa? Lauuuuuuuuut?
Lautnya Raga dimana?
Lauuuut?

Sea terbatuk sambil memukuli dadanya pelan, ponsel itu langsung ia lempar ke atas ranjang. Debaran di dadanya semakin meningkat, apa lagi ketika Raga memakai kata 'aku'.

DRRRTTTT! Dering ponsel lama tanda panggilan dari Raga terdengar, lalu foto profil Raga pun terpampang lebar di layar ponsel.

Sea terperanjat, ia menelungkupkan ponselnya dan berjongkok di sisi ranjang. "Kenapa? Kanapa makin deg-degan? Padahal cuma gara-gara liat fotonya doang jugaa!"

"Nggak bisa gini!" cicit Sea menutup wajahnya sendiri. "Lama-lama gue bisa jantungan!"

Sea memilih mematikan notifikasi dan memasukkan ponselnya ke dalam laci nakas. "Nah iyaaa, udah aman sekarang."

Sea duduk di bibir ranjang, meraih boneka Squidward kepunyaan Raga yang sempat Raga peluk semalam. Gadis itu ikut memeluknya sembari membenamkan wajahnya di kepala Squidward. Wangi, aroma Raga sangat melekat di sana.

Lalu, pelukan Sea semakin menguat. Gadis itu senyum-senyum sendiri sambil menggoyangkan tubuhnya gemas, mengingat semua tingkah manis Raga membuatnya greget sendiri.

Di dekatnya, Samu ikut tersenyum sendu. Meski di dalam hati kecilnya ia terluka, Samu tetap berusaha ikhlas.

Melihat Sea seakan-akan tidak lagi membutuhkannya, dan segera melupakan sosok itu adalah keinginan Samu sejak awal. Tapi, Samu sendiri bahkan tidak menyangka jika rasanya akan sesakit ini.

Sea bahagia dengan kehidupannya yang sekarang, maka tugas Samu sudah selesai bukan? Membuat Sea mengikhlaskannya pergi dan menemukan sosok baru yang dapat menggantikannya adalah keinginan terakhir Samu.

Lagi-lagi, tubuh Samu melemah. Ia hampir menghilang, tetapi seperti ada yang menahannya.

Dan ternyata, Sea. Gadis itu mengambil foto kecil di dalam dompetnya, foto lama Sea dan Samu saat tersenyum sambil memakan eskrim dengan noda eskrim di hidung masing-masing.

Samu mengerjapkan matanya, buliran kristal itu kembali menghujani pipinya.

Sea menangis, Samu tau itu. Meski tidak ia perlihatkan secara gamblang, tetapi Samu tau jika hati kecil Sea juga terluka.

Sea mengusap wajah Samu di dalam foto, ucapan kasarnya kembali mengaung di benaknya. "Kak Samu, berhenti! Sea mohon! Jangan, jangan sakiti Raga lagi! Cukup Kakak yang pergi, Sea nggak bisa kehilangan lagi! Sea nggak mau kehilangan Raga!"

"Maafin Sea, Kak. Sea udah kasar, harusnya Sea nggak ngomong kayak gitu." Satu tetes air membasahi foto, tepat di wajah Samu. Sea segera menghapusnya, membuat wajah Samu sedikit pudar.

Samu tergerak memeluk Sea meski tidak dapat Sea rasakan. "Ikhlasin Kakak, Laut. Itu satu-satunya keinginan Kakak. Kalau lo kayak gini terus, gue nggak bisa pergi."

RAGASEA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang