57: Tahun terakhir

53 4 0
                                    

Renjana menyisir rambut lalu menguncirnya. Ia lanjut memakai parfum dan juga kaus kaki. Gadis itu menatap ke arah cermin dan tersenyum melihat dirinya sendiri.

"Hari ini tahun terakhir di SMA. Bakal jadi tahun yang berat, tapi nggak papa. Semangat Renjana!" ucapnya dengan semangat pejuang.

Kakinya berjalan menuruni tangga. Disana, ia sudah melihat Gemintang dan juga Tante Melan. Mereka berdua sedang mengobrol santai. Obrolan itu berhenti ketika melihat Renjana mulai berjalan mendekat. Gemintang sudah memasang senyum manisnya sejak tadi.

"Selamat pagi semuanya," ucap Renjana dengan ceria.

"Tumben semangat banget kamu. Ada apa?" tanya Melan.

Renjana tersenyum saja.

"Oh, Tante tau. Gara-gara ada Gemintang disini, kan? Iya deh, anak sekarang kalau lagi jatuh cinta itu ada-ada aja kelakuannya."

Gemintang dan Renjana tertawa bersamaan.

"Yuk makan, nanti kalian telat."

Jam menunjukkan tepat pukul enam lebih tiga puluh menit. Renjana sudah sampai di sekolah dengan Gemintang. Cowok itu menggenggam tangan kanan Renjana yang mungil. Senyumnya mengembang ketika melihat cincin perak yang indah di jari manis Renjana.

"Cantik," ucap Gemintang.

Renjana langsung menatap Gemintang. "Apanya yang cantik?"

"Lo cocok banget pakai cincin itu. Jangan dilepas, ya? Gue suka lihatnya."

"Nggak akan pernah gue lepas."

Gemintang tersenyum. "Nice."

***

Hari pertama sekolah di kelas dua belas sungguh menakutkan. Sejak awal, Renjana sudah tidak nyaman. Ya, tentu karena guru yang sudah mulai serius dan mendadak berubah jadi killer.

Febi dan Kila menatap Renjana yang sedang melamun. Mereka tengah berada di kantin sekarang. Kantin yang tidak pernah ada kata sepi. Febi menoel tangan Renjana yang ada diatas meja.

"Kesambet baru tahu rasa lo!" ucap Febi.

"Ada apa?" tanya Renjana.

"Ada masalah lagi?" ganti Kila yang bertanya.

Renjana menggeleng. "Nggak, gue cuma lagi mikir aja. Kenapa kita cepat banget kelas dua belas? Padahal kemarin aja rasanya masih kelas sepuluh."

"Bagus, deh. Gue pengin cepat-cepat kuliah. Siapa tau gue dapat jodoh yang ganteng, kan?" ucap Febi.

"Ye! Masih lama udah mikir jodoh aja!"

Pandangan Renjana berganti kepada Kila. Entah mengapa, wajahnya terasa kusut sekali.

"Apa yang lo pikirin, Kila?"

Kila menggeleng. "Biasa, mikir beasiswa."

"Jadi ambil beasiswa itu?"

Kila mengangguk lemah. Sejujurnya, ia tidak ingin meninggalkan Indonesia dan juga kedua sahabatnya ini. Namun disisi lain, ia pun ingin merasakan studi di negeri orang.

"Nggak papa kali. Jangan sedih. Kita bisa terhubung via internet, kan? Ambil keputusan yang buat lo penting, Kila. Kita nggak mau jadi penghalang lo," ucap Renjana.

Gemintang Renjana [Completed] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang