58: Waktu bersama

58 2 0
                                    

Renjana sedang menunggu Gemintang untuk datang ke rumahnya. Seminggu lagi mereka akan melaksanakan penilaian akhir semester. Gemintang sudah berjanji untuk belajar bersama dengannya.

"Renjana, main yuk," ucap seseorang di depan rumahnya.

Renjana menggelengkan kepalanya. Entah kesambet setan darimana, sikap Gemintang berubah sekali.

"Mau minum apa?" tawar Renjana.

"Yang ada aja. Kalau dibuatin sama lo, semuanya pasti enak."

"Yeee, malah gombal."

Gemintang tersenyum. "Nggak gombal, sayang."

Renjana buru-buru menjauh dari Gemintang. Ia tidak ingin jantungnya berpacu lebih keras lagi karena gombalan Gemintang yang tidak jelas itu.

Waktu terus berputar. Renjana sudah lelah menghadapi soal-soal yang ada di hadapannya. Otaknya sudah ingin meledak. Lain halnya dengan Gemintang, cowok itu merasa sangat enjoy dalam menghadapi soal-soal tersebut.

"Udahan, ya? Gue capek banget. Otak gue rasanya mau meledak," rengek Renjana dengan memasang wajah melas.

"Istirahat dulu aja gapapa. Gue masih ada tanggungan sepuluh soal lagi," jawab cowok itu.

Renjana mengangguk dan memainkan ponselnya. Sesekali, gadis itu menatap Gemintang yang sedang fokus membaca soal. Kadang Renjana bingung, Gemintang makan apa sih? Kok bisa sekuat itu dalam menghadapi soal-soal yang sulit.

"Udahan dulu kalau capek," bisik Renjana.

Gemintang meletakkan kertas latihan soalnya dan duduk di sebelah Renjana.

"Selesai penilaian akhir semester nanti, gue bakalan dapat pengumuman beasiswa. Gue ragu keterima, karena waktu dulu tes, gue nggak mengeluarkan kemampuan gue secara maksimal," ucap Gemintang.

Renjana menatap mata cowoknya itu. Dari raut wajahnya, terlihat sangat gelisah dan tidak tenang. Tangan Renjana perlahan mengusap pipi Gemintang yang membuat cowok itu membalas tatapan Renjana.

"Dengar gue, ya. Apapun hasilnya nanti, itu yang terbaik buat lo. Gue yakin, lo bakalan dapat beasiswa itu. Jangan berpikir negatif dulu, ya? Kalaupun nggak dapat, berarti ada sesuatu besar yang menunggu lo di belakang. Percaya sama takdir, ya? Maaf, gue nggak bisa kasih semangat apa-apa."

Tanpa disangka, Gemintang langsung menarik Renjana ke dalam dekapannya. Cowok itu ingin mengeluarkan rasa sayangnya kepada Renjana.

"Makasih. Ucapan lo udah berarti banget untuk gue."

Renjana tersenyum. "Terima kasih kembali."

Matahari mulai beranjak menghilang. Gemintang masih betah di rumah Tante Melan. Sejak pagi tadi, ia sama sekali tidak keluar dari rumah ini. Seperti ada magnet yang terus menahan dirinya untuk menetap disini. Magnet itu tertuju pada gadis yang sedang menonton televisi di sampingnya.

"Besok ada acara?"

Renjana menoleh. "Sekolah."

"Maksudnya, pulang sekolah. Ada acara, nggak?"

Renjana menggeleng tanpa menatap Gemintang. Tatapannya fokus ke layar televisi.

"Makan yuk?" ajak Gemintang.

"Kemana?"

Gemintang mengendikkan kedua bahunya. 'Terserah aja. Gue ikut."

Renjana berpikir sejenak. Ada restoran makanan Indonesia yang ingin dicobanya. Aneh, memang. Tapi, Renjana ingin merasakan masakan seluruh Nusantara.

Gemintang Renjana [Completed] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang