PDP 04 || AZA OR MAMA MIRA (?)

176 30 5
                                    

HIU HIU HIU RAWRR

Eh masak Aya sapa kalian, nggak ada yang sapa balik?

/Ngarep disapa balik

Kalau kalian punya unek unek tentang lapak Aya, sini keluarin biar kita sama sama enak

Seharusnya updet malam Jum'at besok, tapi Aya lagi nggak mood buat nulis, Aya pengen baca komen kalian haha

Selamat malam Minggu buat kalian yang jomblo!!
Kalian nggak sendirian, ada Aya yang nemenin kejombloan kalian wkwk

Boleh Aya minta spam komen untuk chapter ini? Biar Aya semangat nulis lagi!!

Boleh diingatkan bila ada yang typo

Bismillah, semoga suka

Jangan lupa vote, and comen pren!

•••*•••

Dua orang santri masuk ke kamar Rayen, mereka masuk menggunakan kunci yang memang sudah disediakan. Kunci kamar yang ditempati Rayen ada tiga. Suatu yang dibawa Rayen, satu dibawa dua orang santri itu, dan satu lagi dibawa Kyai Hasan. Jangan heran bila santri masuk ke kamar Rayen walaupun masih dikunci.

Dua santri itu bernama Fajar dan Faris. Mereka di tugaskan untuk membangunkan para santri untuk shalat subuh berjamaah. Mau tidak mau mereka akan tetap melaksanakan tugas ini. Bila mereka iklas maka mereka akan mendapatkan pahala dan bila tidak ikhlas mereka tetap membangunkan para santri.

"Bangun."

"Bangun, ya ampun," ulang Fajar.

Fajar menepuk-nepuk bahu Rayen dan Farel secara bergantian. Sedangkan Faris menaiki ranjang untuk membangunkan Naufal. Faris masih dalam pertumbuhan jadi dia harus naik tangga agar bisa membangunkan Naufal. Simpelnya Faris itu pendek.

"Hai kalian bangun."

"Udah waktunya shalat subuh, ayo shalat subuh berjamaah."

"Hei-"

Bagh!

"Aduh!" pekik Faris kesakitan.

Saat Faris membangunkan Naufal, tiba-tiba Naufal berbalik badan dan sialnya saat berbalik badan, Naufal menendang aset berharga Faris. Selain mendapatkan sakit di bagian selangkanganya, Faris juga jatuh dari ranjang atas. Bahasa istilahnya sudah jatuh, tertimpa tangga pula.

"Kamu kenapa?" tanya Fajar ling-lung melihat Faris meringkuk dilantai.

"Sakit. Kamu pakek nanya lagi."

"Iya aku tau. Maksud aku, kamu kenapa bisa sakit? Aku nggak peduli sama kesakitan kamu, yang aku peduliin penyebabnya. Lumayan buat gosip."

Faris terbelalak, bagaimana bisa temannya ini bilang seperti itu? "Ya Allah kayak gini gosip."

"Bantuin dong, sakit nih. Nggak peka banget," pinta Faris.

"Iya, aku bantuin. Mau bantuin apa?"

"Bantuin ke ruang kesehatan. Kayaknya punyaku pecah, deh."

Fajar kini terbelalak seraya menutup mulutnya tak percaya. "Pecah ketubannya? Astaghfirullah! Ayo kita kerumah sakit, nanti kamu nggak bisa punya anak."

Faris yang mendengar itu mulai geram menghadapi sikap lemot Fajar. Bagaimana bisa Fajar berpikir Faris mempunyai ketuban? Hei! Faris laki-laki dan sedang tidak hamil. "Kamu kok ngeselin, ya?"

"Ngeselin dari mananya?" tanya Fajar tidak mengerti.

"Udah lah. Buruan bantuin ke ruang kesehatan," ulang Faris meminta bantuan. Percuma bila Faris meladeni Fajar, waktu mereka akan terbuang sia-sia karena berdebat. Selain itu Faris sering emosi bila bersama Fajar. Siapapun pasti akan emosi bila berdekatan dengan Fajar yang ukuran otaknya kurang dari 0,0 m².

Psikopat Di Pesantren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang