Hiu 🐋
Apa kabar kalian? Semoga selalu sehat, ya.
Nggak terasa tiba-tiba udah bab 13 aja padahal baru kemaren Aya coba buat publik rutin sesuai jadwal.
Semoga kalian nggak bosen-bosen buat nungguin Aya up
Udah, gitu aja pembukaannya. Happy reading❤
Bismillah
•••*•••
"Mas," panggil seseorang.
Rayen yang mendengar itu mengacuhkannya, mungkin seseorang itu memanggil orang lain. Rayen pun berjalan mengikuti arah kakinya yang entah mau ke mana.
"Mas." Lagi. Lagi-lagi ada seseorang yang memanggil, tetapi tetap Rayen acuhkan. Rayen terus saja berjalan tanpa memperdulikan panggilan itu.
Bahu Rayen tiba-tiba ditepuk seseorang dan ini membuat Rayen menatap siapa yang pelaku. Terlihat orang di hadapannya ini ngos-ngosan seperti berlari puluhan kilometer.
"Saya panggil kok ndak nyaut, Mas."
"Apa?" tanyanya dingin.
Orang di hadapan Rayen masih mengatur napasnya, dia mengkode Rayen menggunakan tanganya seperti bilang 'sebentar, napas dulu'.
Rayen melipat kedua tanganya di depan dada, menunggu orang di depannya ini mengutarakan maksudnya.
"Boleh aterin ke ndalem, Mas?" tanya orang itu.
Rayen mengangkat alisnya. Rayen melihat penampilan orang di depannya ini dari bawah hingga atas. Bila diingat-ingat lagi Rayen tidak pernah melihat orang ini di pesantren.
"Nggak," tolak Rayen.
Orang di hadapannya ini malah mengulurkan tangannya dan dengan gerakan tanganya sendiri menarik tangan Rayen untuk berjabat tangan. "Saya Alif, Mas. Mau ketemu Kyai Hasan. Penting. Jangan bilang nggak dong, Mas, Allah menciptakan manusia untuk hidup bersosial. Saya lagi minta bantuan iho, siapa tau kedepanya malah Mas yang minta bantuan ke saya. Allah suka sama hambanya yang saking membantu. Dalam firman Allah sudah Al-Maidah ayat 2 yang artinya: tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah kalian menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Tuh, mas, Allah aja udah berfirman, selain dapet pahala, pertolongan Mas yang dikasih ke saya, sewaktu-waktu bisa kembali ke Mas, kita nggak tau kedepanya, kan?."
Rayen yang mendengar itu merasakan telinganya panas, orang yang bernama Alif ini berbicara panjang lebar tanpa memberikan Rayen celah untuk memotong dan ditambah lagi diperkuat dengan firman Allah membuat Rayen tidak bisa berkutik dan membalikkan ucapannya. "Ya udah ikut gue."
Sebenarnya Rayen sedang tidak mood, namun dari pada diceramahi lebih lanjut lebih baik Rayen segera membantunya dan selesai urusan mereka.
"Yang ikhlas dong, Mas, biar berkah."
"Diem, nggak usah banyak bacot."
Mendengar itu tentu saja Alif ingin membalas agar tidak berkata kasar, tetapi bila diingat lagi Alif telah banyak berbicara ditambah lagi Alif tidak tahu siapa orang di depannya ini. Udah bantuin juga Alhamdulillah dari pada nggak dibantu. Oleh karena itu, Alif memilih diam walaupun mulutnya gatal.
"Ini siapa?" tanya Kyai Hasan setelah sampai di ndalem.
Alif yang menyalimi Kyai Hasan, "Saya Alif, anaknya Abi Ali yang punya pesantren Al-Hikmah."
Terlihat Kyai Hasan terkejut, "Kamu anaknya Ali yang punya pesantren Al-Hikmah? Bukanya Gus Alif udah sampek sejak kemaren?"
"Kemarin? Saya kemarin ada keperluan makanya baru bisa sekarang. Owh iya, soal itu saya minta maaf karena belum mengabari."
Rayen yang mendengar itu curiga.
"Umi," panggil Kyai Hasan.
Setelah melihat Umi Aisy Kyai Hasan pun meminta bantuan pada Umi Aisy sekaligus meminta dibuatkan minum. "Tolong beri tahu kang pondok, suruh panggil Gus Alif ke sini."
***
"Iya, saya bukan Gus Alif. Saya menyamar selama ini. Waktu itu saya memakai baju santri dan tiba-tiba ada santri yang memanggil saya untuk bertemu Kyai Hasan. Santri itu memanggil saya Gus Alif, saya sendiri tidak tahu kenapa dan akhirnya saya tanya kenapa mau ke ndalem dan santri itu bilang untuk membicarakan perjodohan. Awalnya saya kaget, tapi tetap mengikuti saja. Waktu ke ndalem, santri yang mengantarkan saya ada urusan dan saya bertemu Rayen. Selebihnya kalian tahu."
Gus Alif yang tidak tahu apa-apa hanya diam menyimak obrolan mereka, rasanya tidak pas bila tidak tahu masalahnya tiba-tiba ikut berkomentar.
"Siapa namamu?" tanya Kyai Hasan.
"Zaki," jawabnya singkat toh sudah ketahuan.
Selama ini mereka dibohongi oleh Zaki. Zaki yang selama ini terlihat menjadi Gus Alif itu hanyalah kepalsuan.
"Alasan lo ada di pesantren ini apa?" Kini giliran Rayen yang bertanya, karena Zaki tidak menjelaskan lebih rinci.
Zaki memandang Rayen, lalu Gus Alif yang sebenarnya, dan yang terakhir Kyai Hasan. Terlihat mereka menunggu jawaban dari nya. "Saya kabur dari rumah karena bertengkar dengan orang tua saya."
Rayen yang mendengar itu tidak yakin dengan jawaban Zaki. Rayen ingin bertanya lagi, namun Kyai Hasan lebih cepat bertanya pada Zaki.
"Jadi benar, kita salah orang?"
Zaki mengangguk, "Saya minta maaf. Seharusnya saya bilang ini sejak awal, karena cepat atau lambat pasti akan terbongkar juga."
Kyai Hasan mengangguk. "Lalu apa rencanamu? Kamu tidak ingin menemui orang tuamu dan meminta maaf? Mereka pasti khawatir."
Zaki menggeleng, dia masih tidak siap bertemu mereka.
Kyai Hasan menghembuskan napas, rasanya lelah. "Ya sudah, kamu bisa tinggal di pesantren selama yang kamu mau, tapi ingat, temui orang tuamu dan meminta maaf lah kepada mereka."
"Sekali lagi saya minta maaf."
Semuanya selesai, tidak ada yang dibahas lagi. Rayen dan Zaki berpamitan untuk pergi, namun belum sempat Rayen berjalan tujuh langkah, kakinya memintanya untuk kembali ke ndalem karena gantungan kunci yang sama dengan Ning Aza tertinggal.
Bukanya mendapatkan barang itu, justru Rayen mendengar obrolan Gus Alif dengan Kyai Hasan.
"Soal perjodohan dengan Ning Aza. Soal itu, akad kalian tinggal Minggu depan, nggak papa, kan, Gus? Undangan telah disebar, kalau diundur tidak bisa dijamin bisa."
Rayen memohon pada sang pencipta semoga Gus Alif tidak menyetujuinya. Semoga Rayen masih mempunyai harapan untuk memiliki Ning Aza.
"Iya tidak papa, bukanya hal baik harus disegerakan? Jujur saya sendiri kaget undangan telah di sebar, terlebih lagi saya belum bertemu Ning Aza tapi bagaimana lagi?"
"Menginap lah di ndalem, tapi ini serius?"
"Iya."
Tadinya Rayen yang mengetahui fakta tentang Gus Alif ini bisa menggagalkan pernikahan Ning Aza, namun nyatanya tidak bisa. Rayen harus bagaimana lagi? Apa Rayen harus mengikhlaskan Ning Aza?
Mengikhlaskan tidak semudah mengucapkannya.
•••*•••
Udah kebongkar tuh jati dirinya Zaki
Nasipnya Ray kedepanya gimana ya?
Eh iya, maaf dikit
Ini masih awal, tapi kalau boleh tau kalian lebih suka sad end atau happy end?
Makasih untuk kalian yang udah baca PDP tanpa skip satu paragraf🙏
Minggu, 20 maret 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Psikopat Di Pesantren
Mystery / ThrillerFOLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA PREN!! •On Going Ini adalah kisah dimana anak pemilik pesatren yang mempunyai hubungan dengan seorang psikopat. Ning bernama Az-zahra, karap disapa Aza ini menikah dengan Rayen Reynald, laki-laki yang mau dengan...