PDP 10 || BERBAGI KESESAMA MANUSIA

77 16 20
                                    

HIU🐋

ALHAMDULILLAH AYA BISA UPDET CEPET DARI BIASANYA🙏😭

MOGA KALIAN NGGAK BOSEN BUAT BACA ANAK PERTAMA AYA INI

Happy reading❤

•••*•••

Rayen menatap kaca mobil yang memperlihatkan kebelakang, Rayen melihat Ning Aza duduk disebelah Maya. Syukurlah, Ning Aza tidak duduk disebelah Gus Alif.

Sesuai yang telah direncanakan, tepat hari ini Rayen akan berbagi kesesama di panti asuhan. Dan orang-orang yang ikut pun tidak banyak. Hanya Rayen, Farel, Naufal, Ning Aza, Maya, dan ditambah Gus Alif.

Mengingat nama Gus Alif  sekarang dia sedang duduk di samping Rayen. Kalau boleh bilang Rayen ingin duduk sebelahan dengan Ning Aza, tapi Rayen sadar bahwa itu sulit terjadi.

"Kamu baik ternyata," kata Gus Alif yang sejak tadi berbicara dan hanya Rayen anggap angin saja.

"Kamu sering kayak gini?" tanya Gus Alif.

"Sering kayak gimana?" tanya balik Rayen. Walaupun Rayen tidak suka dengan Gus Alif, bukan berarti Gus Alif bersalah sampai diperlakukan dengan tidak baik. Bagaimanapun Rayen juga harus menghormati bukan? Terlebih dia adalah Gus.

"Ya ini lho, berbagi kesesama."

Rayen yang mendengar itu sesekali melihat Gus Alif dan jalanan secara bergantian. "Ya gitu."

"Kamu nggak ada niatan buat nikah? Udah ada calonnya belum?" tanya Gus Alif.

"Calon mah ada, cuma ketikung sama lo," batin Rayen.

"Eh, gimana semalem?" tanya Rayen mengalihkan pembicaraan.

"Aduh semalem saya ketemu sama Ning Aza, dia cantik. Lebih cantik lagi kalau sama saya..." Bla bla bla Rayen sama sekali tidak ingin mendengar itu. Beruntung lah panti asuhan telah dekat dan ini bisa terakhir.

Rayen memberhentikan mobilnya tepat didepan panti asuhan. Rayen sesekali curi-curi pandang Ning Aza. Rayen memperhatikan Ning Aza yang dengan bahagianya berdekatan dengan anak kecil.

"Kita seneng kak, bisa ketemu kakak!" seru anak perempuan dengan rambut di kuncir kuda.

"Kakak juga seneng bisa ketemu kalian," balas Rayen dengan senyuman.

Rayen melihat setiap sudut panti asuhan ini, disekelilingnya hanya anak-anak kecil yang tidak didampingi orang tua. Mengingat itu Rayen jadi teringat masa kecilnya dulu, mereka sama-sama tidak didampingi orang tua. Rayen paham bagaimana kesepiannya mereka dan Rayen harap kunjungannya ini bisa mengurangi beban yang ada di pundak mereka.

"Siapa yang mau kakak dongengin?" tanya Rayen sedikit berteriak.

Anak-anak pun langsung berdesakan untuk berdekatan dengan Rayen, sedangkan Rayen yang di perebutkan itu terkekeh. "Kakak dongengnya nggak bisa sendiri, harus dibantu sama satu orang lagi."

Anak-anak pun langsung saja menunjuk Ning Aza untuk membantu Rayen. "Kakak cantik aja, kakak cantik aja!"

"Iya, bener. Kakak cantik aja yang temenin!" seru mereka.

"Eh, enggak. Kakak nggak bisa," tolak Ning Aza halus.

Anak-anak pun langsung memperlihatkan raut kecewa dan Ning Aza menjadi tidak tega.

Dua anak berlawanan jenis langsung saja menarik Ning Aza untuk duduk sebelah Rayen. Ning Aza menurut, badanya kaku karena jujur Ning Aza tidak pandai dalam bercerita.

Psikopat Di Pesantren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang