PDP 06 || SAPU TANGAN

104 25 15
                                    

HIU PREN!!🐋

AYA BALIK LAGI!!

TERNYATA LAMA AYA NGGAK UPDET

HAPPY READING 💙

BISMILAH

•••*•••

"Dari mana aja sih, lo!" kata Farel setengah panik.

Saat-saat seperti ini memanglah selalu membuat Farel panik. Walaupun sahabat lacnatnya ini selalu menistakannya, menjahilinya, dan mengganggunya, tapi tetap saja Farel khawatir dengan kondisi Naufal.

"Ada urusan," jawab Rayen.

"Pantesan lama." Farel Mengambil baskom yang telah dibawa Rayen, memeras handuk, dan meletakkan diatas dahi Naufal.

"Lo kenapa sih, setiap kali dibilangin ngeyel banget. Disuruh jangan ujan-ujanan juga masih aja lo lakuin. Lo tau nggak sih? Gue itu kerepotan."

"Jangan ngomel dulu bisa nggak sih, lo?"

"Nggak, lo itu harus di omelin. Sebenernya bisa aja gue nggak ngomelin lo, cuma lo emang harus diomelin biar kapok! Bahkan gue omelin aja masih belom kapok!"

"Brisik lo. Gue lagi sakit juga," kata Naufal dengan lirih.

Naufal menatap Rayen yang sedang duduk seperti memikirkan sesuatu. Hal ini membuat Naufal sedikit merasa bersalah. Naufal sadar bahwa sikapnya tadi kekanak-kanakan.

"Rey," panggil Naufal.

Rayen yang dipanggil pun menoleh, mengangkat alisnya pertanda ia bertanya.

"Gue mau minta maaf, soal tadi."

Rayen tidak tahu harus bagaimana menyikapinya dan pada akhirnya Rayen hanya mengangguk.

"Yang ikhlas dong Rey," ucap Naufal merasa belum mendapatkan maaf dari Rayen.

"Iya."

***

Detak jantung Ning Aza terpacu, Ning Aza sudah kira bahwa ini akan terjadi. Walupun Ning Aza sudah tahu tetap saja Ning Aza tidak tega melihatnya. Bagaimana pun ini terjadi karenanya sampai-sampai membuat Rayen dihukum ditengah lapangan.

Kini semua santri menyaksikan Rayen yang sedang dihukum akibat semalam masuk area santri wati, kini Rayen harus menanggung akibatnya. Rayen dihukum untuk menghafalkan surah dan disaksinya banyak santri. Siapapun pasti akan merasa malu bila terjadi pada diri masing-masing.

"Subhanallah, Rayen ganteng banget. Pengen deh punya kayak Rayen satu aja," kata Maya teman sekamar Ning Aza.

Ning Aza yang mendengar itu mengigit bawah bibirnya. Rayen dipertontonkan dan banyak kaum hawa yang terpesona melihatnya. Padahal Rayen tidak berbuat apa-apa hanya berkringat saja sudah mampu membuat kaum hawa menjerit. Dan ini semua karena Ning Aza.

"Ning, Rayen ganteng banget lho. Kamu nggak mau liat?" tanya Maya.

Ning Aza menggeleng, "Jaga pandangan kamu May, inget."

Mendengar itu Maya menutup mulutnya, dia baru saja sadar bahwa dia mengagumi laki-laki tanpa dia disadari.

"Astaghfirullah. Maunya sih nggak pengen khilaf, Ning. Tapi, Rayen itu menggoda banget tau."

"Terserah kamu May, aku mau ke perpus aja," kata Ning Aza.

Maya yang melihat Ning Aza semakin menjauh pun tidak mengerti, jarang-jarang mereka mendapatkan tontonan sebagus ini, tapi Ning Aza sama sekali tidak tertarik.

***

Ning Aza mulai mengambil beberapa buku untuk dibacanya, berharap ia bisa mengalihkan pikirannya dari Rayen. Ning Aza merasa bersalah akan hukuman Rayen. Dan Ning Aza sedang mengumpulkan keberanian untuk meminta maaf lagi pada Rayen.

Psikopat Di Pesantren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang