MORNING, GYU! - 12

711 122 10
                                    

/

CHAPTER DUA BELAS

Beomgyu memandang beberapa rekan dosennya, kemudian menaruh sebuket bunga tersebut. Sebenarnya, ini seperti menggali kembali kenangan buruk. Namun, Beomgyu sudah berniat menghadapi seluruh ketakutannya. Jadi di hari ini, Beomgyu harus teguh berdiri. Meski wajahnya memucat, Beomgyu melipat bibirnya dan membiarkan yang lain menaruh bunga pula. Wajah dan kenangan indah mereka akan terus diingat.

"Maaf, saya rasa, saya harus pamit lebih dulu." Beomgyu merasakan sesak bertumpuk dalam dadanya. Akhirnya, dia membungkung pamit kepada mereka, kemudian berjalan kembali ke mobilnya yang tak jauh. Sepanjang jalan ke sana, Beomgyu bernapas kepayahan, dan setelah berhasil membuka pintu mobil, dia mengatur napasnya di balik kursi pengemudi.

Mata Beomgyu agak mengabur, buku jarinya memucat dan keringat dingin terus mengucur. Beomgyu menggeleng, kemudian menyandarkan kepalanya lesu ke roda kemudi.

*

*

Untung saja, sepanjang jalan pulang Beomgyu bisa fokus, kemudian memaksakan diri agar tak begitu panik. Sebenarnya dia sudah yakin bahwa takkan ada reaksi seperti itu lagi. Sayang, semua di luar dugaan. Beomgyu menghentikan mobilnya di depan rumah, turun dengan gontai. Air mukanya muram, dan sedih. Beomgyu berusaha memasukkan kode, namun seseorang sudah membukakan. Taehyun memasang senyuman lebar. "Hyung, sudah pulang?"

"Kau di rumah?" tanyanya, masih dengan suara lemah.

"Yah, aku pulang cepat." Senyum Taehyun langsung luntur kala memperhatikan wajah Beomgyu. "Sesuatu terjadi, Hyung?" Tak berapa lama, Beomgyu langsung mendekapnya. Sangat erat. Taehyun mulai panik. Apalagi kulit Beomgyu terasa dingin di atas kulitnya. "Hyung.."

"Hm, biarkan aku seperti ini beberapa menit. Aku butuh sumber energiku."

Su—sumber energi?

Taehyun pun membiarkannya. Ia menumpu dagunya di bahu Beomgyu, agak berjinjit. Biasanya Taehyun akan menolak keras jika Beomgyu genit, main peluk sembarangan dan seenaknya. Sekarang, ia khawatir dan akan menunggu Beomgyu mau membuka mulut untuk bercerita..

"Aku baru mengunjungi makam mereka."

Ah. Jadi begitu. Taehyun mengangguk. "Kalau berat, tak perlu diceritakan sekarang," bisiknya. Taehyun merasakan Beomgyu melingkarkan sepasang tangan lebih erat di pinggangnya, begitu rapat. Taehyun tak dapat bergerak sedikit pun, namun dia balas mendekap dan menepuk-nepuk ringan punggung Beomgyu.

"Pasti... masih terasa berat kan untukmu, Hyung? Kau sudah melakukan hal berani. Aku agak terkejut sebenarnya," kata Taehyun lagi. "Lain kali, kau bisa mengajakku kalau kau butuh ditemani."

"Baik."

Taehyun akhirnya melonggarkan pelukan mereka, dan menatap lurus Beomgyu. "Pak Tua, ayo senyum!" katanya. Beomgyu hendak mendengus, namun Taehyun lebih dulu mengulum senyum. "Lho, kau kan memang sudah tua. Mengapa terus menyangkal?"

"Heh, aku tak setua itu!" protesnya. Beomgyu lantas tersenyum. "Terima kasih, Tae." Selama ini, Beomgyu sadar dia tak bisa leluasa menunjukkan sikapnya yang masih saja berduka berlarut-larut. Temannya yang lain berusaha terus memaksanya untuk kuat, ayah ibunya malah panik luar biasa jika Beomgyu terlihat semuram itu, dan sahabat lain nampak mendorongnya agar lebih tegar. Taehyun? Dia hanya membiarkan. Sesekali akan mengusap tubuh Beomgyu agar lebih tenang. Membiarkan Beomgyu lebih lega dan merasa dadanya ringan, kemudian tersenyum padanya tanpa ada niatan menghakimi atau apa.

"Ayo masuk," ajak Taehyun seraya mengenggam tangan Beomgyu.

*

*

Catatan Babu Hari Ini

Majikan menyebutku Pak Tua, tapi dia malah menghiburku seolah aku balita. Lihat saja, dia membuatkanku kue manis, menyeduh susu cokelat dan memutarkan film kartun. Katanya, waktu dia kecil itu yang dilakukan ibunya jika dia sedih. Entah karena jatuh waktu naik sepeda, tak sengaja mematahkan gigi bawahnya atau ketika dipaksa memotong rambut. Aku ingin memprotes; aku kan bukan anak kecil seperti dirimu waktu itu?! Tapi ya sudah, aku setidaknya merasa lega majikan memberikan banyak perhatian di hari ini.

Dia bahkan membuatkan puding cokelat yang katanya sangat enak, resep dari neneknya. "Pokoknya kau akan merasa baikan setelah ini!" Yah, majikan yang terbaik.

Usai menyantap kue dan pudingnya, Beomgyu menelengkan kepala ke samping. Di sofa ruang tengah, mereka tengah menonton film kartun kesukaan Taehyun; Pikachu! Dan ini sudah satu jam dan Taehyun masih menonton begitu serius. "Terima kasih."

"Kau terus mengucapkan itu selama beberapa waktu terakhir. Santai saja, Hyung." Dia menarh piring kecilnya, kemudian menoleh. "Ini tak sebarapa. Kalau mau dibuatkan sesuatu lagi ,bilang saja. Kadang perutmu harus terisi baru bisa merasa lebih lega."

Beomgyu tersenyum. "Um, begitu?"

Taehyun mengangguk gesit. Mata besarnya kembali terpaku pada layar TV di depan mereka.

"Kalau mau peluk, boleh?"

"Tak boleh."

"Uh?"

"Tak boleh sebentar. Sini," katanya seraya merentangkan kedua tangan. Beomgyu masih terpana, sampai akhirnya beringkut mendekap Taehyun dari belakang. Enaknya memeluk Taehyun adalah dia hangat dan mudah meringkuk di depan Beomgyu. Tubuhnya mungil tapi cukup tangguh. Beomgyu senang waktu Taehyun turut bersandar di dadanya. "Kalau mau peluk begini tak usah bilang, langsung peluk saja."

"Ah, biasanya kau akan menendangku!"

"Itu kan kau sering melunjak. Kau bilang peluk saja! Tapi akhirnya, kau mau dicium juga!" Wajah Taehyun merah padam waktu mengatakannya. Dia kembali menonton TV. "Kau itu banyak mau."

Beomgyu terhenyak. "Yak, apakah tak boleh cium? Tak suka? Uh?"

"Boleh, tapi kau terus memintanya tanpa henti. Aku kan... tak biasa."

Beomgyu tersenyum dan memeluk Taehyun seolah Taehyun gumpalan bulu yang hangat di depannya. Serius, Beomgyu tak butuh apa pun, hanya Taehyun. Dia seperti men­-charge energinya sekarang. "Nanti tidur bareng, ya."

"Tuh! Kau banyak mau!"

Beomgyu terkekeh. "Kan tidur saja, bukan yang lain, Sayang."

Taehyun kembali menyandar nyaman dan mulai memakan sisa pudingnya. Beomgyu sesekali agak sulit fokus karena wajah mereka yang begitu dekat. Apalagi Taehyun makin tampan dan glowing akhir-akhir ini. Serius, Beomgyu amat bersyukur punya suami seperti Taehyun. Sudah baik, ganteng, hangat, enak dipeluk, menggemaskan pula.

"TV-nya di depan, bukan di wajahku," tegur Taehyun.

"Tapi aku lebih tertarik padamu."

Taehyun memutar matanya, kemudian agak lebih menempel dengan Beomgyu. Dia sebenarnya agak panik melihat Beomgyu yang muncul dengan mata berkaca-kaca dan bahu lunglai. Aduh, bisa repot jika sampai dia menangis. Apalagi Beomgyu kalau menangis tak cukup sebentar. Jadi, dia cepat menenangkan, sebelum mengajak Beomgyu masuk. Sebenarnya, Taehyun juga tak berniat mengolok Beomgyu dengan sebutan "Pak Tua" tapi situasinya amat tegang tak menggenakkan, jadi dia ingin memecah suasana itu. Dia tak mau ikut sedih dan membuat Beomgyu didera lebih banyak ingatan buruk.

"Apa memelukku membuatmu sesenang itu?" Dari tadi Taehyun menangkap senyum masih awet menghiasi wajah pria di sebelahnya, yang masih dengan manja mengurungnya dalam pelukan. Bahkan tayangan dari TV pun jadi tak begitu penting.

"Sangat! Rasanya... menakjubkan. Kau juga wangi."

"Tuan, kalau kau belum tahu, di dunia ini orang menciptakan sabun."

"Tapi kau memang sewangi ini tiap waktu," kata Beomgyu sembari mendusel sekitar leher Taehyun. "Enak." Sementara Taehyun balas memprotes dan hendak menjauhkan hidung Beomgyu.

"Geli, ih!"

[]

MORNING, GYU! | beomtae ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang