Part 2 • Sepatu

33 5 1
                                    

- • Happy Reading • -

Terik matahari terasa menantang di atas sana, panasnya terasa nyata bahkan angin pun seakan tak mau mengganggu. Berkali-kali Isha mengayunkan telapak tangannya di depan wajah menciptakan angin kecilnya sendiri.

"Tau gini, gue nebeng Thania aja tadi sama Papa nya" gerutu gadis itu, "Dasar Isha, gengsi banget sama sahabat sendiri".

Untuk mengabaikan gadis yang terus berdiri tak jauh darinya ternyata tak semudah yang Isha kira, dia tidak bisa membiarkan orang itu kepanasan bahkan kaki putihnya sudah memerah tersorot sinar panas matahari.

"Duduk sini dong, temenin gue!" seru Isha membuatnya menoleh.

Dia menunjuk dirinya sendiri bertanya pada Isha apakah gadis itu bicara kepadanya?, Isha mengangguk.

Ia lalu duduk dengan jarak yang sama seperti saat ia berdiri tadi, Isha bergeser sampai lebih dekat dengan gadis itu.

"Hai!" sapanya, "Gue Isha, lo?".

"Naila" jawab gadis dengan rambut hitam sebahu itu. Isha menganggukkan kepalanya mengerti, "Anak MIPA juga gak?" tanyanya lagi.

Naila mengangguk, sebenarnya dalam hati dia merasa tidak nyaman terus di tanya oleh gadis asing yang sempat menjadi pembicaraan teman-temannya saat di kantin tadi.

"Gue juga, MIPA berapa?" Isha si cerewet.

"MIPA 1" jawab Naila seadanya. Isha menjerit tertahan.

"Kita sekelas!" serunya senang namun seketika berubah saat melihat raut wajah Naila yang sepertinya tidak nyaman membuat Isha sedikit merasa sedih, niat hati ingin berkenalan malah jadi seperti ini.

"Sorry kalau buat lo gak nyaman" ucap gadis itu sendu kemudian menggeser duduknya sedikit memberi jarak antar keduanya.

Naila menoleh merasa tak enak hati tapi akhirnya membiarkannya saja. Kata Selvia, Isha adalah orang yang caper, sepertinya benar, tapi Naila tidak yakin.

Wajah Isha tidak cocok menjadi seorang yang centil dan manja, dia lebih cocok menjadi seorang yang ramah dan suka tertawa. Naila jadi berpikir ulang, sepertinya Selvia salah menilai orang.

"Hei" panggil Naila pelan, Isha berhenti mengayunkan kedua kakinya lantas menoleh, "Maaf, ya" pinta gadis itu menatap Isha sambil tersenyum kecil.

Isha tertawa, "Bukan apa-apa, emang gue nya aja yang gak bisa nyari topik" balas nya terdengar pedas di telinga Naila.

"Nunggu angkot juga?, atau di jemput?" tanya Naila mencoba mencairkan suasana.

"Angkot dong" jawab Isha, "Lo?".

"Sama, mau beli minum dulu, gak?" tawar Naila. "Yuk!" Isha berdiri lebih dulu, tangannya meraih jari-jemari Naila untuk dia gandeng menyebrang jalan yang ramai dengan kendaraan bermotor.

Warung internet di depan sekolahan juga menyediakan minuman dingin dalam lemari es, Isha mengambil dua minuman teh dalam botol rasa apel untuknya dan Naila.

Setelah memberi uang pada Mbak yang berjaga mereka lalu kembali ke halte. Isha meminum minumannya, rasa dingin langsung menyengat leher turun sampai ke perutnya, nikmat sekali.

Dari jauh terlihat angkutan umum mendekat, Naila menepuk lengan Isha beberapa kali kemudian menunjuk ke arah kendaraan itu. Setelah angkot berhenti di depan mereka, kedua gadis itu masuk ke dalamnya dan siap untuk di antar pulang ke rumah.

Selama di dalam angkot keduanya berbicara tentang banyak hal seperti kegemaran mereka akan kue cokelat. Saat akan sampai di gang rumah nya, Isha berseru untuk menghentikan sang supir.

Ketos, I Love You! | SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang