Part 12 • Suasana yang berbeda

16 3 1
                                    

- • Happy Reading • -

Isha turun dari motor dan tak lupa mengucapkan terima kasih pada Andra. Pemuda itu melepas helmnya, mengacak singkat rambut hitamnya itu lalu menatap Isha yang ragu untuk membalas tatapannya.

"Gue minta maaf, Ndra" ucap gadis itu, "Gak tau kenapa waktu liat berita itu, satu orang yang terlintas di pikiran gue cuma lo".

Andra tersenyum kecil, "Ya karena cuma gue yang selalu ada di pikiran lo" ujarnya menggoda Isha.

"Gak juga" balas gadis itu, tangannya terulur mengusap lembut pipi tirus Andra yang dia tampar tadi. Andra membeku, tak mampu bergerak bahkan ia menahan nafasnya.

Isha menarik kembali tangannya kemudian melambai, "Dah!, hati-hati" ucapnya.

Andra mengangguk saja lalu memakai kembali helmnya dan pergi dengan terburu-buru. Saat sudah jauh dari tempat gadis itu berdiri, ia mengusap dadanya sembari menghela nafas mengeluarkan segala beban yang hanya karena usapan lembut oleh Isha di pipinya.

Ia masuk ke dalam gang dimana ada toko roti di samping jalan perumahan yang agak lebar itu. Motornya melaju pelan sampai di rumah sederhana lantai dua, Andra memarkirkan motornya di dekat kolam ikan punya sang Ibunda.

"Bunda!" seru Andra setelah melepas helmnya kemudian berjalan menuju pintu utama rumah.

Mengucap salam sembari membuka pintu tidak seperti harapannya yang akan di sambut ramah oleh orang rumah. Sendok sayur mendarat tepat di kepalanya membuat suara merdu yang sangat melegakan di teling Ibunya.

Andra meringis mengusap kepalanya, "Bunda, ih!". Wanita dengan rambut yang di sanggul kecil itu menatap anaknya dengan tatapan garang, "teriak-teriak mulu, di omongin tetangga nanti, mau?!" omel Arin.

Pemuda itu menggeleng polos, "Gak ada yang peduli juga" balasnya bergumam.

"Ganti baju sana, terus makan".

"Siap, chef!" hormat Andra pada sang Ibunda lalu melesat pergi sebelum amarah Arin kembali

"Eh?, ANDRAA!".

***

Isha berjalan santai di pinggir jalan menuju rumahnya, lebih tepatnya dia berjalan di bawah bayang rumah sehingga panas matahari tidak bisa menyentuhnya.

Sambil menendang batu kecil sampai masuk dalam selokan, Isha berhenti melangkah. Ia mengernyit melihat dengan jeli pintu rumahnya yang terbuka.

Buru-buru Isha berlari panik ke rumahnya, melepas sepatu dengan cepat lalu berhenti di ambang pintu melihat kedua orang tuanya duduk di kursi ruang tamu.

"Isha!" sapa sang Ibu, Sania. Senyum kecil terbentuk di wajah Isha mengikuti senyum hangat yang Ibu nya lempar.

"Ibu" Isha masuk ke dalam rumah lalu menyalami tangan Ibu dan Ayahnya.

Sania memandangi anaknya dari bawah sampai ke atas, melihat gadis cantik yang kini sudah tumbuh besar, "Anak Ibu sudah SMA" ucapnya bangga.

"Udah gede, banyakin temen, harus bisa apa-apa sendiri, jangan nyusahin orang terus" sahut sang Ayah, Hardi. Isha tersenyum mengerti, mungkin maksud Ayahnya baik mengatakan bahwa Isha sudah harus menjadi seorang gadis dewasa di masa putih abu-abu nya ini.

"Isha langsung ke kamar, ganti baju" si cantik hendak pergi namun suara Ayahnya membuat langkahnya berhenti.

"Masak sekalian, ya".

Isha mengangguk patuh kemudian pergi. Masuk ke dalam kamar untuk mengganti seragamnya dengan baju santai.

Ia duduk di kasur, melihat jari-jarinya yang gemetaran. Isha lakukan gerakan meremas beberapa kali untuk menghilangkan gemetar pada sepuluh jari tangannya.

Ketos, I Love You! | SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang