56 : Target Utama

589 139 122
                                    

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

Nagara Sailendra yang berhasil lolos, kini beristirahat di area persawahan. Sejujurnya insiden kali ini benar-benar di luar skemanya, tetapi takdir membuatnya tertawa. "Kalo Dirga tumbang, udah pasti orang itu bakal gerak, kan?" gumamnya.

Pria itu mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. "Halo, inget kegagalan kita ngebom acara konser tahun lalu di Bandung?" Nagara tersenyum. "Orang itu, dia bakal keluar Bandung. Kita pernah gagal bunuh dia, dan rencana kita hampir kacau. Sekarang jangan gagal lagi."

"Siap, bos!" jawab orang dibalik panggilan.

Nagara mematikan panggilan itu dan tertawa terbahak-bahak.

"Apa yang lucu?"

Nagara menoleh, dilihatnya Rizwana yang sedang berdiri menatapnya. "Ah, Rizwana. Aku baru saja menghabisi Dirga."

Rizwana memicingkan matanya. "Dirga Martawangsa?"

"Sekarang orang itu pasti bergerak. Aku sudah memberi instruksi untuk menghabisinya."

"Lakukan sesukamu." Rizwana pergi meninggalkan Nagara sendirian.

***

Di sisi lain, Tirta baru saja dihubungi terkait insiden yang menimpa kembarannya. Ia begitu frustasi.

"Jadi, setelah ini apa?" tutur Kei yang sedang duduk di kursi meeting.

"Aku akan turun ke Jogja langsung," jawab Tirta.

"Seluruh unit kita terjun ke Jogja?" tanya Kei.

"Musuh kita terlalu kuat. Jika Dirga kalah, ini musibah."

"Yasudah, kerahkan kekuatan penuh untuk kasus kali ini," balas Kei.

Gemma beranjak dari duduknya dan buka bicara. "Penerbangan hari ini sudah habis. Aku akan berangkat besok."

"Besok terlalu lama. Kita berangkat jalur darat malam ini," ucap Tirta.

"Silakan. Aku akan berangkat besok," balas Gemma meninggalkan ruang rapat.

Tirta menghubungi Tama. "Tam, udah dapet kabar Dirga? Gua harap lu bisa ikut gua meluncur ke Jogja malam ini juga. Kita perlu rekam jejak lawan kita. Apa yang bikin Dirga sampe begitu."

"Udah. Ok," jawab Tama singkat.

Kini Tama menatap Aqilla yang sedang duduk mengelus Noir yang duduk dipangkuannya. Kucing hitam yang sebenarnya Tara itu enggan untuk beranjak dari pangkuan Aqilla.

"Aku ada urusan bisnis keluar kota malam ini," ucap Tama.

"Malam ini banget?" tanya Aqilla, dibalas anggukan kepala Tama. "Sama siapa?"

"Tirta."

Aqilla menghela napas. Jika Tirta yang memintanya, itu pasti berhubungan dengan kejahatan. "Pulang kapan?"

"Entah."

"Aku enggak mau ah, kalo enggak tau pulangnya kapan," balas Aqilla.

"Dirga kecelakaan. Dia koma."

Mendengar itu Aqilla terdiam. Di satu sisi ia tak ingin jauh dari Tama, tetapi di sisi lain ia mengerti hubungan antara Tama dan Dirga. Mereka berteman jauh sebelum Aqilla mengenal Tama.

Mantra Coffee : Next GenerationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang