20 : Kemunculan Bapang

818 191 113
                                    

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

Kini pria dengan tato Peti Hitam di kening itu yang tersenyum menatap Rizwana. "Emil." Jay mengangkat topeng Bapang yang muncul entah dari mana dan memasangkannya ke wajah. "Emil Jayasentika."

Martawangsa, ya? Dan lagi--dia seorang Peti Hitam? Aku belum pernah dengar bahwa komplotan itu bangkit kembali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Martawangsa, ya? Dan lagi--dia seorang Peti Hitam? Aku belum pernah dengar bahwa komplotan itu bangkit kembali. Mereka sudah hancur belasan tahun lalu. Apa tujuan mereka?

"Biar ku perjelas, Martawangsa. Aku adalah seorang Maheswara. Kau seharusnya paham ketika melihat tombak ini," ucap Rizwana. "Kau seharusnya mundur ketika Maheswara ada di hadapanmu."

Maheswara? Apa itu? Jelas-jelas dia--cuma Zilong ....

"Saya enggak tau, apa hubungan kamu saya Ayah saya sampai kamu kenal nama belakang dia? Saya juga enggak tau tentang apa yang kamu omongin dari tadi. Yang jelas, kamu bisa keluar dari sini hidup-hidup selama menurut apa yang saya ucapkan. Pergi," balas Jay. Perlahan tangannya berubah menjadi kemerahan dengan kuku-kuku yang setajam pisau.

Rizwana kembali tersenyum. "Izinkan aku memperkenalkan diri sebelum membunuhmu. Rizwana Putra Radja Maheswara, pimpinan Kencana Selatan, sekaligus anggota Satu Darah. Pewaris darah terkutuk keluarga Angkhara."

"Lain kali kalo ngasih informasi yang enggak penting jangan panjang-panjang, saya gampang lupa soalnya." Jay menggaruk kepalanya hingga berdarah. Ajg lupa, lagi mode Bapang ....

"Emil Jayasentika, pimpinan Peti Hitam generasi keempat. Cukup begitu." Jay melesat ke arah Rizwana.

Rizwana memutar tombak Karara Reksa dan menerjang Jaya. Mata tombaknya beradu dengan tangan Iblis Bapang.

"Saya tanya, apa yang kamu lakukan di sini? Kenapa nyerang mas Abet? Kenapa nakut-nakutin Melodi?" ucap Jay dengan tekanan di kalimat terakhirnya.

"Bukan urusanmu!" Rizwana melesatkan tusukan bertubi-tibu, tetapi Jay dengan mudah menghindarinya.

"Jangan buat saya marah," ucap Jay. "Nanti 'dia' semakin kuat."

Dia?

Bapang Jayasentika. Topeng itu adalah perwujudan angkara murka. Makanan favoritnya adalah dendam dan kemarahan manusia. Semakin penggunanya ditelan emosi, maka akan semakin kuat Bapang. Pergerakan Jay bukan seperti seorang amatir atau seperti berandal yang gemar berkelahi. Ia lebih seperti pemburu profesional.

Orang ini bergerak seperti seorang Wijayakusuma! Merepotkan!

Luka demi luka menjadi hadiah untuk tubuh Rizwana. Tak ada lagi senyum di wajahnya. Ia mencengkeram mata tombaknya sendiri hingga berdarah. "Berikan aku kekuatan, Nyi Roro Kidul. Lapisi aku dengan zirah darahmu."

Mantra Coffee : Next GenerationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang