59 : Dikejar

566 135 134
                                    

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."
.

.

.

Malam itu juga Melodi kembali ke Mantra dengan  taxi. Ia tak tega meminta bantuan Sherlin untuk mengantarnya ke Mantra, karena takut Sherlin tidak fokus mengendarai motor. Sesampainya di Mantra, Melodi bingung dengan keadaan Mantra yang pintunya terbuka. Ia memutuskan untuk masuk ke dalam.

Di dalam, banyak jejak kaki basah. Beberapa meja juga berantakan. Perasaannya sungguh tak enak, Melodi berlari naik ke atas untuk mencari Nada, tetapi tak ia temukan sosok Nada di kamarnya.

"Nad, Nada," panggil Melodi. "Harits, Cakra, Deva?"

Melodi berjalan naik ke kamar laki-laki. Semua kamar terkunci, kecuali kamar Cakra. Keadaan yang gelap membuat Melodi menghidupkan flash ponselnya. Ia menatap Cakra yang sedang duduk bermeditasi. Darah mengalir dari mulutnya.

Gadis itu memekik dan terjatuh. "Cak ... Cakra?" Namun, tak ada balasan dari Cakra.

Astral projection? batin Melodi.

Melodi tak melihat pertarungan sengit yang terjadi di area depan. Cakra sedang melayang dengan kecepatan tinggi untuk menghindari payung hitam milik Kusumadewa.

Payung itu berbahaya untuk roh! batin Cakra. Jika terkena itu lagi, selesai sudah ....

Cakra berhenti sejenak dan melancarkan pukulan jarak jauh pada Radika. Payung itu dengan otomatis melayang dan terbuka untuk melindungi Radika.

"Ini namanya dua lawan satu, kan?" protes Cakra.

Radika, pria itu sama sekali tak pernah menunjukkan suaranya. Ia melesat ke arah Cakra dengan kecepatan Tinggi, sementara payungnya juga melesat dari arah lain.

"Sial!" gumam Cakra ketika Radika dan payung hitamnya mengepung Cakra.

Namun, tiba-tiba Radika terhempas ke tanah. Seorang pria berpakaian adat jawa menghajarnya dengan gada besar. "Siapa?" tanya Cakra.

Pria itu tersenyum dan menatap ke bawah, sontak Cakra ikut menatap ke arah tujuan pandangan itu. Deva berjalan setelah turun dari motornya. Sesekali Deva menatap Cakra, kemudian ia berjalan santai ke dalam Mantra.

"Deva bisa ngelihat makhluk halus?" tanya Cakra.

"Bisa, meskipun enggak setajam pengelihatan Harits, tapi dia enggak pernah bilang dan dia pun menghindari kontak apa pun dengan makhluk halus," jawab Tumenggung.

"Nada dalam bahaya ...."

"Cari Nada, biar saya yang urus orang ini," potong Tumenggung. Tanpa basa-basi, Cakra melesat untuk mencari Harits dan Nada.

***

Di sisi lain, Harits tengah bertukar pukul dengan Rizwana. "Apa yang bikin lu tersesat sejauh ini?" tanya Harits.

Rizwana masih tersenyum. "Minggir, gua ada urusan sama Nada."

"Enggak akan gua biarin lu nyentuh Nada."

Rizwana menggores tangannya dengan pisau dan meneteskan darahnya ke tanah. Dari genangan darah tersebut, muncul sebuah tombak.

"Lu beneran niat ngebunuh gua?" tanya Harits.

"Minggir. Lu punya kesempatan hidup lebih panjang."

"Harits ...." Nada hanya berdiri menatap kedua orang itu. Ia ingin membantu, tetapi Nada tak bisa berkelahi.

Mantra Coffee : Next GenerationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang