98 : Tanda Kematian

530 142 119
                                    

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

Semua pistol itu mengarah pada sosok pria berpakaian biru laut yang sedang berdiri tengah taman. Dalam hitungan detik, semua yang membawa pistol menarik pelatuknya. Darah segar mengalir dari tubuh pria miris yang sedang menunggu kehadiran seorang gadis.

Lagi-lagi pemuda itu terbangun di tengah malam. Sebuah mimpi buruk menyelimuti tidurnya untuk yang sekian kalinya.

"Mimpi buruk lagi?" Lampu kamar tiba-tiba menyala, sosok ibunya menatap pemuda itu sembari membawa segelas air.

"Kemampuan ini kutukan ...," gumam pemuda itu dengan napas terengah-engah.

"Taruna, ada apa?" tanya Zulham yang ikut hadir di kamar putranya.

"Radhi mimpi lagi," jawab Taruna.

"Kali ini siapa yang meninggal?" tanya Zulham blak-blakan.

"Ayah! Jangan ditanya begitu. Kasian Radhi," celetuk Taruna.

"Entah," jawab Radhi. "Aku enggak kenal."

***

Pagi ini Melodi dan Nada lari pagi ke Stadion Maguwoharjo. Minggu pagi memang hari yang paling menarik jika berkunjung ke daerah Stadion. Banyak jajanan baik makanan hingga beragam aksesoris di sana.

"Harits nitip lagi?" tanya Melo.

Nada membalasnya dengan anggukan kepala.

"Padahal punya kaki, tapi males banget jalan itu orang!"

"Udah, enggak apa-apa Melo. Jadi kebaikan buat kita," balas Nada yang selalu sabar.

"Harusnya kalo mau jajan ya jalan sendiri dong ikut kita! Masa nitip sih? Ketauan banget enggak mau capek!"

"Bukan cuma dia yang nitip. Deva sama Cakra juga."

"Dasar cowok-cowok pemalas!"

"Jangan marah-marah mulu Melo, nanti cepet tua."

"Aku lagi sensi Nada. Biarin aja aku marah-marah!"

Nada menghela napas sembari memberikan jempol andalannya.

Setelah puas jajan, mereka berjalan kaki menuju Mantra.  Sebelum meninggalkan area Stadion, Nada menabrak seorang anak kecil hingga terjatuh.

"Eh--maaf," ucap Nada.

"Enggak apa-apa, Kak," balas anak itu sembari bangkit dari posisinya. Ia tersenyum pada Nada, lalu melanjutkan langkahnya menuju Stadion.

Singkat cerita, dua kembar itu tiba di Mantra. Melodi habis-habisan menceramahi para lelaki yang selalu saja sibuk dengan kasur di pagi hari.

Minggu ini merupakan tanggal tua. Nada berniat untuk pergi ke Mirota Kampus sore ini yang berada dekat dengan UGM untuk belanja beberapa kebutuhan yang sudah habis.

***

Wajahnya memerah diiringi hidung kembang kempis. Ippo menatap Reki penuh tawa ketika sebuah pesan masuk dari Nada. Gadis itu mengajak Reki bertemu di UGM berdua.

"Kencan pertama Bung Reki!" teriak Ippo.

"Diem lu sampah!" Reki menutup mulut Ippo.

Ippo merubah raut wajahnya menjadi super serius. Ia mengacungkan jempol seperti Nada. "Semangat Bung Reki."

Mantra Coffee : Next GenerationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang