86 : Para Pengguna Ajna

631 159 145
                                    

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

Di saat Harits dan Deva masih mengumpulkan atma untuk satu serangan terkuat mereka. Jaya masih bekutat dengan Ganapatih.

"Pemimpinmu sudah putar haluan," ucap Jay.

Ganapatih tertawa mendengar itu. "Dia bukan lagi pemimpin. Nagara sudah menunjukan siapa dirinya."

"Apa sedari awal kamu udah tau tentang Nagara?"

"Kira-kira begitu. Aku dipercaya untuk mengamati pergerakan Rizwana." Ketika Ganapatih hendak menyerang, payung hitam tiba-tiba saja menghantamnya dan menusuk bagian bahunya. "Radika ...." Pawang ular itu menatap Radika yang muncul dari arah hutan.

Jaya terheran menatap Radika yang menyerang Ganapatih. Pria dengan nuansa dark itu menyorot ke arah Jaya. "Pergi, Ganapatih urusanku."

"Apa yang kau lakukan ... Radika!" teriak Ganapatih.

Atensinya teralihkan ke arah Ganapatih. Radika tak suka jika seseorang berteriak padanya. "Kita bukan lagi sekutu. Memerangi Rizwana berarti jalan kita bersebrangan," balas Radika.

Ganapatih mencabut payung hitam itu, dan mematahkannya. "Kau akan menyesali ini, Radika Kusumadewa."

Di sisi lain Septa semakin panik melihat Harits dan Deva mengumpulkan atma dalam skala yang besar. Ia takut jika rencananya akan gagal. "Enggak ada jalan lain ...." Septa tiba-tiba menepuk tangannya seraya dengan merapalkan sebuah mantra, kemudian ia menusuk dada menggunakan tangannya sendiri. Hal itu membuat para Katarsis terheran-heran. Tiba-tiba darah hitam mengalir dari dadanya yang berlubang, serasi dengan mata yang menghitam utuh.

"Apa yang dia lakukan?" tanya Reki yang dilanda kebingunan, tetapi tak mengendurkan pertahanan.

"REKI AWAS!" teriak Ippo.

Septa tiba-tiba saja muncul di samping Reki, sontak Reki melepaskan sabetan pedang ke lehernya, tetapi Septa menahannya dengan lengan kanan.

"Apa yang kau lakukan, Reki?" Dewa terluka akibat tebasan badama Reki. Di situ Reki terbelalak, bahwa yang di hadapannya adalah Dewa, bukan Septa. Tentu saja semua melihat dengan jelas bahwa tadi yang ada di posisi itu adalah Septa, tapi kenapa tiba-tiba sosok itu berubah menjadi Dewa?

Menyadari sebuah pergerakan, Reki menoleh ke arah Ippo. "Ippo, minggir!" teriak Reki yang melihat Septa kini berpindah tepat di sebelah Ippo.

Menyadari kehadiran Septa, Ippo sontak mundur menjaga jarak dan menghantamnya keras dengan tinju atmanya. Namun, lagi-lagi hal aneh terjadi. Bukan septa yang terkena serangan itu, melainkan Riki Kuncoro.

"Ippo berengsek ...," gumam Riki yang jatuh terhempas akibat serangan Ippo.

"Aaaaaa ... gomen, gomen," balas Ippo merasa bersalah.

Surya memicingkan matanya menoleh ke arah pria yang berdiri dibalut hoodie hitam. "Kintan ...."

"Orang ini bermain-main dengan ilusi," ucap Kintan yang merupakan salah satu anggota keluarga Antakesuma. Antakesuma sendiri merupakan keluarga penyihir yang mampu memanipulasi visualisasi orang lain dengan ilusi. Makanya Septa sempat melihat meteor jatuh sebelumnya, itu hanyalah sebuah efek visualisasi fana yang diciptakan oleh Kintan. "Septa bermain-main dengan kita, dia ingin kita saling menyerang satu sama lain. Bahayanya, ada kemungkinan di saat kita mengabaikannya, dia justru datang dan membunuh kita."

Mantra Coffee : Next GenerationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang