7.PRODUK LOKAL

97 7 0
                                    

Diam bukan berarti bisu, tidak menjawab bukan berarti tuli.
Hanya dia yang hebat yang bisa menyimpan segalanya tanpa bersuara

***

Dengan gerakan pelan Farizam mulai menyetel kamera yang tadi diberikan Bayu. Gerakan yang santai tapi cekatan,membuat siapapun yang melihat bisa terpesona karena kesabarannya. Saat diberitahu jika dia akan diposisikan sebagai Fotografer, jujur saja tidak menyangka jika ilmu yang dia punya akhirnya bisa bermanfaat juga. Bukan bermaksud menyalahkan pekerjaan sebelumnya, tapi dia lebih bersyukur karena bisa bekerja berdasarkan passion nya.

Hazell langsung mengetes kemampuannya, dengan memberikan kamera kosong yang belum disetel sama sekali, lebih cepat lebih baik bukan. Mengingat kurang lima hari lagi launching akan dilaksanakan.

Hazell?

Farizam sangat familiar dengan nama itu. Itu adalah nama anak bungsu tuan Hendrawan yang sering beliau ceritakan. Tapi dirinya tidak tahu apakah wanita yang saat ini sedang memperhatikannya ini benar putri tuan Hendrawan atau bukan. Yang jelas dia harus berterima kasih kepala Tuhan dan juga wanita berambut hitam lebat ini.

Bayu dan Rani yang baru datang tidak tahan untuk tidak bergibah. Melihat sosok karyawan baru ini yang sangat kalem. Karena kebayangkan seorang fotografer pasti banyak omong kan, tapi yang satu ini sangat pendiam.

"Biar akrab saya panggil kamu apa?"tanya Hazell mencairkan suasana.

"Biasa--,"

"Jangan bilang terserah saya ya!"ancam Hazell saat Fahrizam baru saja membuka mulutnya.

Seraya tersenyum pria menjawab,"orang-orang biasa memanggil saya Uzam,Bu."

"Oke. Uzam."

"Saya panggil Mas Uzam, ya?"kata Adel cengar cengir.

"Ganjen banget!"seloroh Bayu tidak suka.

"Uzam. Perkenalkan ini Bayu,"Hazell menunjuk Bayu yang sedang menyusun beberapa majalah yang akan menjadi objek,"dan ini Rani,"kemudian menatap Rani yang sedang menyalakan lampu.

Farizam tersenyum lalu menganggukkan kepala kepada mereka.

"Kamu bisa tanyakan pada mereka tentang apapun. Dan satu lagi,"spontan semua orang menoleh,"jangan panggil saya Ibu."jelasnya seraya berjalan mendekati Adel yang sedang mengecek komputer.

"Lalu saya harus memanggil apa?"tanya polos Farizam untuk kesekian kalinya.

"Mbak. Kami biasa memanggilnya Mbak."jawab Rani tersenyum.

Oke. Sepertinya H.F bukan tempat yang menyeramkan, malah sebaliknya.

Welcome to Hazell Fashion..... Uzam!

***

Lighting kit berkedip mengikuti irama tangan Farizam. Jepretannya membuat objek yang sedang difoto menjadi berkilau dan lebih tajam. Ketiga pasang mata yang sejak tadi menyaksikan hanya bisa terdiam, menghayati cara Farizam bermain dengan kamera ditangannya.

Sebagai bahan percobaan, Farizam diminta memotret majalah wanita yang akan dilaunchingkan besok. Seharusnya, jika dia memang mahir apapun objeknya akan menarik dan terlihat indah.
Dirasa cukup dengan hasil jepretannya, Farizam menghampiri Hazell yang duduk dibelakangnya.

"Sudah?"tanya Hazell langsung menegakkan punggungnya.

Farizam mengangguk perlahan berjalan mendekatkan kamera, memperlihatkan hasilnya pada Hazell.
Tidak terlalu buruk, pikir Hazell.

HAZELL  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang