31. SENYUM CANTIK

45 3 0
                                    


Jika ada yang ingin saya katakan, mungkin hanya satu kalimat, dunia tidak sejahat itu

***


                Hazell mengedarkan pandangan, kala pintu putih dihadapannya itu diketuk beberapa kali. Tidak ada yang menemaninya saat ini, Haruma yang biasannya selalu standby tadi pamit pulang sebentar karena Jasen tiba-tiba demam dan mencari ibunya.
Ayahnya dan Hamzah sedang mengurus kekacauan yang dibuat Mario kemarin, sedangkan ibunya, bahkan Hazell belum melihat wanita itu sejak matanya terbuka kemarin. Hari tepat tiga hari dirinya hanya berbaring di ranjang tanpa melakukan apapun, setelah sebelumnya mengalami drama kejang dan menggigil, sebenarnya dokter sudah memperbolehkan dirinya mencari udara segar diluar, tapi kasur rumah sakit terlalu nyaman untuk ditinggalkan karena memang tubuhnya sangat lemas.

"Selamat pagi Mbak,"sapa seorang pria yang baru masuk dengan membawa keranjang buah.

"Pagi."

Farizam sedikit terperangah melihat kondisi atasannya itu. Wajah cantiknya yang biasanya penuh dengan polesan makeup tampak pucat.
Tangan kirinya yang terbalut perban menjadi pemandangan yang begitu menarik perhatian ditambah bercak merah pada kain kasanya, sangat memprihatinkan.

"Bagaimana keadaan ibu kamu?"tanya Hazell pelan.

"A... Alhamdulillah baik Mbak."

"Duduk,"ujar Hazell melirik kursi di samping kanannya.

"Terimakasih."

Diam, tidak tahu apa akan dikatakan, Hazell yang biasanya cerewet dan paling ceria hari ini berubah lebih diam. Sedangkan dirinya, bahkan jika bumi runtuh sekalipun asal tempatnya berpijak masih aman, dia tidak akan menyuarakan apapun.

"Kamu datang sendiri,"Hazell menelisik pria disampingnya ini, berharap mendapat pertanyaan khawatir atau memastikan hal lainnya keluar dari mulut pemuda itu, tapi lagi-lagi ia tersenyum, Farizam tetaplah Farizam yang sejak tadi hanya menunduk menatap tangannya yang tertancap selang infus, seakan itu pemandangan yang sangat menarik.

"Iya Mbak."

"Mbak bagaimana keadaannya,"sesaat kemudian kalimat sakral itu akhirnya terlontar. Farizam mengangkat kepalanya menatap mata Hazell yang tampak sayu.

"Kamu berharap apa, tentu saja saya tidak baik."jawab Hazell terkekeh kecil diakhir kalimatnya.

"Saya.....saya turut prihatin."

"Tidak apa-apa, anggap saja ini teguran untuk saya."

Teguran?
Farizam terperangah, bahkan dalam situasi seperti ini wanita itu masih saja melontarkan candaan.

"Jangan menatap saya seperti itu, Uzam. Saya tidak butuh belas kasihan orang. Saya juga bukan orang yang harus dikasihani, karena semua masalah yang terjadi."ungjt Hazell dengan nada sedikit meninggi.

Jiwa pemberontaknya langsung keluar melihat Farizam yang hanya diam seperti melayat kekediaman korban untuk berduka cita.

"Maaf, Mbak."

Untuk ukuran orang yang belum pulih, boleh juga kekuatan berdebatnya.
Hazell menghela nafas berat, lelaki ini memang........

"Bukan maksud saya untuk bersikap tidak ramah, tapi jangan bersikap seperti itu."

Farizam menegakkan kepalanya, adegan romantis yang dia bayangkan saat diperjalanan menuju rumah sakit sirna seketika kala wanita dihadapannya ini, berubah menjadi mode siaga 1,"Iya, Mbak. Saya juga tidak bermaksud mengasihani tap-,"

Ceklek

"PAK HENDRAWAN!"

"Eh maaf. Silahkan
dilanjut."

HAZELL  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang