Bukan ukuran menghadang terjangan ombak laut, bukan kendali kita melawan sesuatu yang sudah ditakdirkan***
Hazell menatap kosong pengunjung cafe yang sejak tadi berlalu lalang melewati dirinya. Seakan sepiring steik dihadapannya ini tidaklah menggiurkan sama sekali. Segelas cairan berwarna hijau pekat itu juga tiba-tiba tidak tampak menggiurkan seperti biasanya. Entahlah, mendadak kebiasaan yang sering dilakukannya menjadi serba salah akhir-akhir ini."Titipan dari Mbak Rani."ujar Farizam yang baru datang seraya menyodorkan sekotak desert box berwarna merah muda diatas meja.
"Buat kamu aja. Saya gak selera,"ujar Hazell mendorong kotak tersebut.
"Kata Mbak Rani, Mbak paling suka makanan manis kalau sedang stress."
Hazell menoleh, tatapannya berubah nyalang,"saya terlihat seperti orang stress?"
Farizam gelagapan, berulang kali mengkantupkan mulutnya yang terbuka,"b...bukan seperti itu. Saya hanya menyampaikan amanah,"timpalnya berusaha mencari perdamaian.
Tak banyak Omelan yang dikeluarkan seperti biasa, Hazell kembali diam. Rani benar, itu adalah makanan favoritnya saat sedang tidak baik-baik saja, tapi hari ini mendengar nama sekotak hidangan manis itu saja sudah eneg.
Sudah hampir delapan bulan dirinya masih sama seperti ini, tidak ada semangat untuk melanjutkan hidup.
H. F bisa terancam bangkrut jika terus seperti ini. Tapi duka hatinya belum terobati juga, bagaimana bisa melanjutkan hidup dengan keadaan seperti ini?Siang ini ia berencana lunch bersama keempat karyawannya itu, tapi mereka semua seakan menghindar dan hanya satu lelaki ini saja yang selalu ada.
"Uzam."
"Iya Mbak."
"Saya gak mau nikah lagi!"
Farizam yang awalnya memperhatikan sekeliling cafe langsung terhenti. Apa tidak salah dengar? Kenapa perempuan dihadapannya ini membahas masalah pribadi dengan dirinya?
"Kenapa?"tanya Farizam hati-hati.
"Bajingan itu membuat saya takut berkomitmen."
Bajingan itu? Mario maksudnya?
"Tidak boleh seperti itu Mbak. Manusia tidak bisa hidup sendiri di dunia ini. Selain membutuhkan teman hidup, manusia juga makhluk sosial yang membutuhkan orang lain."ujar Farizam seraya membenarkan duduknya.
"Saya harus apa?"Hazell bertanya hampir berbisik. Tidak ada yang memberinya solusi, setiap orang yang dia tanya selalu saja menganggap dirinya manja.
"Mbak harus banyak melihat sesuatu bukan hanya dari satu sisi saja. Banyak sesuatu baik yang tanpa Mbak sadari sedang menunggu diluar sana."
Hazell menggeleng,"enggak bisa,"lirihnya parau.
"Bisa! Pasti bisa. Hampir satu tahun ini saya mengenal Mbak, dan menurut penglihatan saya, Mbak itu perempuan paling kuat yang pernah saya jumpai. Tapi satu kelemahan Mbak,"ucapnya sedikit terjeda,"Mbak tipe orang yang sangat sulit menerima hal baru dalam hidup Mbak."lanjut Farizam dengan senyum tulus.
Hazell terpekur, ucapan lelaki ini sangat menohok. Apakah benar dirinya seperti itu selama ini?
"Apa mas Mario...."
"Don't please."Hazell mengangkat tangannya. Ia tidak mau mendengar nama itu disebut, perutnya langsung mual, reaksi tubuhnya tidak baik.
"Saya mohon jangan sebut nama itu,"pintanya memelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAZELL ✓
ChickLit[SELESAI] Konsep kehidupan yang Hazell inginkan sangatlah sederhana, hanya mandiri, sukses dan kaya. Tapi hal sepele itu sangat sulit didapatkan seorang diri. Sibungsu dari keluarga mentereng ini, semata mengalami daur hidup yang cukup men...