11.MATI ATAU PERGI

87 4 1
                                    

Hanya dia yang merasakan yang dapat mengerti

***

"Jadi Mario benar-benar ngelamar lo?"

Hazell hanya mengangguk lemah, jujur saja semua kejadian tadi masih terekam jelas dimemori ingatannya.

"Boleh juga nyalinya,"Havana menyeruput cappucino pesanannya yang baru datang,"setelah pergi tanpa kabar, sekarang kembali dengan sejuta kejutan,"lanjutnya lagi.

"Maybe selama ini dia ngilang itu lagi nyari duit buat beli berlian. Tadi lo bilang dia ngelamar pake cincin permata kan?"tanya Havana lagi.

Wanita itu tidak lelah untuk bertanya terus menerus, walaupun sahabat yang diajak ngobrol masih asyik dengan dunia khayalannya.
Sejak dulu Mario memang selalu sukses membuat perempuan galak seperti Hazell berubah menjadi mellow.
Sebenarnya racun apa yang telah diberikan pria itu, sampai efeknya sedasyat ini?

"HAZELL?"Havana mengguncang bahu sahabatnya yang sejak tadi melamun sambil meremas pipet minuman ditangannya,"gue lagi ngomong!"hardik Havana dengan wajah merengut.

"Ehh....iya gimana Van?"Hazell menggeser kursinya menghadap sahabatnya itu, sepertinya sejak tadi wanita berambut pendek ini sudah ngoceh panjang lebar.

Havana melirik sinis, mulutnya hampir berbusa tapi tidak digubris.
"Enggak ada. Udah basi."

"Sorry,"Hazell menusuk-nusuk lengan Havana dengan telunjuknya membujuk,"habisnya gue benar-benar bingung, gak tahu harus berbuat apa, Van." Kata Hazell lirih.

Havana memutar bola mata jengah,"kenapa harus bingung sih, ya tinggal jawab aja lo mau atau enggak. Gampang kan,"ujarnya.

"Gak segampang itu Van."

"Why?"

Hazell menyandarkan punggungnya di sandaran kursi, memijat alisnya yang sejak tadi nyeri. Kenapa harus sekarang Yo, saat gue udah bisa lupain lo? Kenapa enggak dari dulu?pikirnya.

"Entahlah. Gue benci sama dia."

"Gini ya Zel,"Havana menarik tangan Hazell,"jujur sama gue, sebenarnya lo itu masih sayang atau enggak sama Mario."

Hazell mengerjapkan matanya beberapa kali,"tujuh bulan ini gue mati-matian buat lupain dia. Membohongi otak gue agar tidak selalu mempertanyakan kabarnya, bahkan gue takut memulai hubungan sama pria lain, itu karena dia." Ujarnya dengan pandangan lurus depan.

Ramainya cafe dijam makan siang ini sama sekali tidak membuat Hazell terhibur atau teralihkan pikirannya sedikitpun. Ia meminta Havana makan siang bersama, tidak kuat jika harus menanggung ini semua sendiri, rasanya sesak dan membingungkan. Hanya Havana satu-satunya orang yang akan membantunya.

"Kesimpulannya?"tanya Havana. Jujur dia tidak tahu harus memberi saran apa, satu sisi dia tahu jika Hazell memang masih mencintai pria bengis itu, tapi disisi lain ada luka dihati sahabatnya yang sampai sekarang masih belum sembuh.

"Siapa yang bisa segampang itu melupakan orang yang sudah menemani kita selama dua tahun, lebih malah. Jujur semua penghianatan yang dia lakukan masih terniang jelas, tapi gue juga gak bisa bohong kalau masih berharap dia akan berubah."ujung matanya melirik Havana yang masih memperhatikannya.

"Itu juga alasannya kenapa gue belum bisa maafin kak Ruma sampai sekarang, karena Mario, yah sibrengsek itu Van,"lanjutnya dengan tawa sumbang.

Drama!

"Lo ingat gak Zel pernah bilang gini 'Lebih baik Mario pergi dari pada dia harus mati', ingat enggak?"Havana meletakkan sendok ditangannya paksa, tiba-tiba saja otaknya mengenang masa bucin Hazell dulu.

HAZELL  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang