#33: Ragu

754 44 1
                                    

"Allah memberikanmu sebuah anugerah berupa cinta, tapi Allah tidak ingin jika kamu salah dalam anugerahnya. Dan jika kamu salah dalam anugerahnya, maka itulah alasannya mengapa Allah maha membolak balikan hati hambanya."

-o0o-

       Fatimah masih duduk terdiam, ia terus saja memandangi rintikan hujan yang jatuh. Allah sedang menurunkan rahmatnya saat itu, dengan rintikan yang lumayan deras. Pandangan matanya teralih saat ia melihat sosok lelaki masuk kedalam ruangannya.

       Setelah melahirkan, Fatimah hanya bisa berdiam diri. Kepalanya sangat sakit jika mengingat kejadian semalam, kejadian itu benar-benar menyayat hatinya. Bagaimana bisa Raihan tertuduh menembak Annisa? Apa karena Raihan memegang pistol saat itu?

       "Sayang?" panggil suaminya itu.

       Fatimah tersadar dari lamunannya, ia melirik suaminya yang sedang menggendong putri pertamanya itu, Nafisah namanya. Fatimah mengusap wajahnya dengan kasar, ia menghela nafasnya sangat panjang sehingga membuat Adit bingung dengan perilaku istrinya ini.

       "Kamu kenapa?" tanya Adit, lalu mengalihkan gendongannya ke Fatimah.

       Fatimah hanya menggeleng.

       "Kalau ada apa-apa itu cerita. Aku kan suami kamu, aku janji akan selalu ada di sampingmu, mendengarkan keluh kesahmu." oceh Adit.

       Fatimah menatap mata suaminya. "Mas, aku masih kepikiran soal Raihan." kata Fatimah membuka mulut.

       "Kenapa?" Adit kini mulai mengambil buah untuk dikupas.

       "Mas, kamu yakin kalau Raihan yang udah nembak Anisa? Kamu yakin kalau Raihan bersalah? Menurut kamu apa tidak ada orang lain yang memang ingin mencoba untuk me...." belum saja Fatimah menyelesaikan perkataannya, sorotan mata Adit mulai tajam, aktivitasnya terhenti sementara.

       "Cukup." ucapnya.

       Fatimah tertegun, ia melihat suaminya, sorotan matanya terlihat sayup. Jujur, mereka adalah seseorang yang masih rindu dengan masa lalunya. Fatimah yang belum bisa menerima keadaan jika Raihan tertangkap polisi, dan Adit yang juga sebenarnya masih tidak percaya jika Anisa itu sudah meninggalkan dunia.

       "Tolong, fokus saja dengan rumah tangga kita. Aku gak mau kamu bahas Raihan lagi, apalagi bahas Anisa. Kamu tau kan kalau Anisa itu masa lalu aku? Kenapa kamu terus mengingatkanku." lirihnya.

       "Kenapa? Kamu masih belum bisa menerima kenyataan juga kan Mas?" sahut Fatimah.

       Adit menghela nafasnya. Ia meletakkan buah itu diatas piring, lalu menyodorkannya ke atas bed Fatimah, ia berdiri, memeluk istrinya dan Nafisah yang kini sedang tertidur. Ia mengelus bahu Fatimah dengan penuh cinta dan kasih sayang.

       "Bukan begitu. Aku paham kalau semua masalah ada jalan keluarnya, dan kamu seharusnya tidak stress dan memikirkan hal-hal lain. Biar itu semua polisi yang mengurus. Oke sayang?" Adit mengecup kening istrinya.

       Fatimah mengangguk cepat.

       Baru beberapa detik, ternyata sedari tadi seorang anak sedang memperhatikan mereka berdua disana. Itu Ummu, anak kecil yang cantik dan bijak sekali.

       "Cie-cie, aunty sama uncle so sweet banget sih." ledeknya.

       Fatimah tersentak, ia melirik anak kecil itu sedang tertawa gembira, tak lupa pula Abang Alif dan Mbak Naira yang hanya terkekeh dalam diam memandangi sepasang suami istri yang sedang berduaan di ruangan ini. Pipi Adit seketika memerah, ia menunduk malu dengan keadaan saat itu. Sedangkan Fatimah terkekeh melihat wajah suaminya yang saat itu sudah seperti tomat.

Cinta Halalku✔ [BELUM REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang