Epilog

2.4K 208 17
                                    

Playing now
|
Bisa Tanpamu - Andmesh

•°•°•

Sejarah ditulis oleh pemenang, namun yang kalah berhak menulis sejarah yang benar.

•°•°•°

Saat matahari mulai meninggi, gadis itu menghela nafas panjang untuk yang kesekian kali. Matanya terpejam menikmati bagaimana aroma coklat terhidang dihadapannya. Menikmati bagaimana rasa rindu seolah mengobrak-abrik pertahanan diri yang selama ini ia bangun tinggi-tinggi.

Menyesap sekali lagi cokelat dingin yang es-nya bahkan sudah mencair. Memandang lagi room chat yang tersimpan didalam kotak arsip yang tertera tanda pesan sudah dibaca tanpa terbalas. Sudah terhitung sejak lima bulan yang lalu sebaris kalimat ia kirim pada kontak itu. Namun, selama itu pula hanya tanda sudah dibaca yang ia dapat.

"Galau terosss." Gadis itu terlonjak saat gadis lain menggebrak pelan meja dihadapannya.

"Gak galau sih, cuma kepikiran."

"Ya sama aja gak sih?"

Tidak ada pembicaraan lagi setelahnya. Keduanya sama-sama menciptakan sebuah hening, sama-sama sibuk menikmati lagu sendu yang terputar.

"Oh iya," hingga gadis dengan rambut pink yang dikuncir itu memutuskan untuk memecah keheningan. "Gue denger dari Shiren, katanya kemarin dia ketemu sama si Raden."

"Gue juga barusan papasan di jalan." Gadis berambut pink tersebut kembali menggebrak meja, kali ini sedikit lebih keras dari sebelumnya.

"DEMI APA?!" Tanyanya kelewat ngegas.

"Santai aja kali, Na. Gue gak budeg jadi gak usah teriak."

"Haera, lo papasan sama si Raden kok gak lapor gue!?" Gadis yang di panggil Haera itu mengerutkan keningnya dalam.

"Ya kenapa juga sih gue mesti laporan sama lo?"

"Kan biar gue pites tuh si Raden. Enak aja mainin perasaan anak orang." Nana dengan segenap jiwa mempraktekkan kalau dia benar-benar yang greget banget.

"Enggak salah dia juga, Na. Mungkin emang salah gue, salah gue karena berharap lebih, salah gue karena berekspektasi terlalu tinggi." Haera tersenyum simpul. Ia lalu menjentikkan jarinya saat mengingat sesuatu. "Oh iya, lo tadi beneran nemuin Shiren?"

"Iya," Nana menjawab lesu. "Mereka putus." Lanjutnya lagi.

"Kayaknya mereka emang salah paham. Satria emang udah gak ada, tapi dia berarti banget buat Shiren. Tapi gue juga gak bisa sih nyalahin Guan karena dia cemburu sama Satria." Nana hanya manggut-manggut dengan penuturan Haera.

"hmm, now look at the coward near the entrance." Ucapan Nana membuat Haera seketika menoleh kearah pintu masuk kafe hanya untuk menemukan Mark dengan setelan jas yang sedang menatapnya.

Tanpa memalingkan wajahnya ia berkata, "He looks very different."

"Untuk kesekian kalinya gue kasih tau, Ra. Dia pergi saat hidup lo masih jauh dari kata baik-baik saja." Nana mengucapkan kalimat itu dengan penuh penekanan disetiap katanya.

"Gue tau." Hanya itu yang bisa Haera katakan. Setelahnya Nana meninggalkannya sendiri. Laki-laki itu bahkan belum beranjak dari tempatnya berdiri saat Nana berhenti di hadapannya.

"I'm watching you." Ancamnya sebelum beranjak keluar kafe.

Mark hanya tersenyum culas mendengarnya. Menghela nafas sekali lagi, akhirnya ia putuskan untuk berjalan mendekat menuju meja dimana Haera berada. Rasanya baru kemarin ia meninggalkan gadis itu, namun banyak perubahan yang ia dapati. Gadisnya berubah menjadi lebih dewasa.

Haera Story's [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang