•16•

3.4K 504 15
                                    

Mark menilik kalender yang bertengger manis dimeja belajarnya. Ah iya, malam minggu.

Jevan pasti keluar malam ini, mustahil jika tidak. Tapi, sepertinya ada yang janggal. Mark mengambil ponselnya yang tergeletak naas diranjangnya.

Tumben sekali, Haera tidak menerornya dengan pesan ingin diajak kencan malam mingguan.

Mark mengingat sesuatu, sepertinya beberapa hari ini juga mark tidak melihat keberadaan Haera.

Tidak merecoki dirinya saat dikantin, tidak merengek untuk diajari mengerjakan matematika, padahal Mark tau itu hanya akal akalan Haera.

Mark merasa kehilangan? Tidak.

Rasanya seperti.. Ah sudahlah, Mark tidak tahu. Dasar Tsundere.

"Mas," kepala Jevan muncul dicelah pintu kamar Mark yang sedikit terbuka.

"Ketuk pintu, apa gunanya punya tangan gak dimanfaatin?" Mark sampai bosan ngasih tau Jevan masalah ketuk pintu doang.

"Mas, lo gak jenguk maminya Haera?" Tanya jevan mengabaikan peringatan sang kakak, dan berjalan santai ke arah ranjang Mark.

Mark terkejut, menoleh heboh ke arah Jevan. Maminya Haera? Kenapa?

"Dih, lo gak tau ya?" Tebak Jevan dari raut muka Mark.

"Kenapa kenapa?!" Mark ribut sendiri. Pasalnya, ia juga cukup dekat dengan maminya Haera.

"Kecelakaan tau mas, gimana sih lo." Sungut Jevan sebal.

"Kapan? Dirumah sakit mana?" Tanya Mark mengabaikan sungutan Jevan.

"Udah tiga hari tau, ih. Jung's Hospital." Jevan tau dari Nana tadi, udah kenalan btw. Nana cantik juga.

Mark dengan gesit menyambar jaket dan kunci mobilnya.

"Gue mau kesana sekarang."

"Gue ikut nggak mas? Nggak apa ikut? Ikut apa nggak?" Dan dengan bodohnya Mark malah mendengarkan pertanyaan tidak bermutu dari Jevan.

"Dih, ribet lo." Mark keluar meninggalkan Jevan yang masih rebahan di kamarnya.

"Ikut ajalah." Jevan berlari keluar dari kamar kakaknya. "Mas, tungguin gue ikut!" Teriak Jevan berlari menyusul Mark.

"Dek, jangan larian ditangga, kebiasaan." Tegur bunda saat melihat Jevan menuruni tangga dengan berlari. "Mau kemana heh, gak pamit sama bunda?"

Jevan balik arah, menyalami tangan bunda dan mencium pipinya.

"Mau ikut sama mas, bun."

"Hati hati mas bawa mobilnya, jangan ngebut." Teriak sang bunda sedikit keras karena Mark sudah berada di garasi.

"Babay bunda." Jevan melambaikan tangan ke arah bunda.

"Assalamualaikum, eh." Ralat sang bunda.

"Oh iya, assalamualaikum bunda." Cengir Jevan tak berdosa.

"JEVANO!" Teriakan tidak sabar dari Mark terdengar nyaring.

"Sabar mas, jangan kayak cewek pms deh." Protes Jevan sembari menutup pintu mobil.

"Kayak tau cewek pms aja lo."

"Lo lupa ya, lagi berhadapan sama siapa?"

"Dasar fuckboy." Telak Mark membuat Jevan tertawa.

.
.

Haera duduk terdiam dikursi depan ruang tunggu kamar mami. Sendiri. Kata-kata papi tadi siang, masih teringat jelas di pikirannya.

Haera ingin menangis rasanya. Perasaanya campur aduk. Ternyata kecelakaan mami disebabkan oleh ayah kandungnya.

Mami pernah mengidap trauma, dan pernah kambuh dibeberapa waktu. Apakah nanti mami akan kembali mengalami trauma?

Apa semua itu salah Haera? Haera tidak tahu, tapi yang pasti Haera merasa sangat bersalah akan itu.

Haera menelungkupkan wajahnya diatas lipatan lututnya, menangis tersedu. Jika bisa memilih, Haera memilih untuk tidak dilahirkan saja. Untuk apa ia lahir jika membuat mami terus terluka?

Tanpa sadar, seseorang memeluknya dari samping. Menepuk bahunya pelan, seakan menyalurkan kekuatan dari perlakuannya.

"Mas Raden?" Haera mengangkat wajahnya, menatap Mark yang berada disampingnya dengan mata sembab.

Mark tersenyum menenangkan. "Semuanya akan baik-baik saja." Kata yang menurut Mark adalah kata penenang malah membuat tangis Haera semakin keras. Ternyata Haera tidak sekuat itu.













a.n

heee ceritanya ngebosenin gak sih?

thanks buat kalian yang udah mau menghargai dengan cara vote maupun komentar😚

Haera Story's [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang