15. Kebiasaan

4K 448 16
                                    

Jevian benar-benar menangis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jevian benar-benar menangis. Bunda yang tadinya memasang wajah galak tak bisa menghentikan tawanya. Mengecup wajah manis sang putra yang begitu menggemaskan. Begitupun Ayah dan Papa yang masih setia duduk di sofa. Juga ketiga temannya yang menahan tawa. Sebenarnya mereka ingin sekali tertawa lepas, namun apalah daya mereka masih takut pada Bunda.

"Hueee Bunda jangan marahh."

Atensi semua orang yang berada dalam ruangan itu sepenuhnya teralihkan oleh seseorang yang tiba-tiba bersuara. Ada si kembar tiga juga Jaffar disana. Sudah seperti gerombolan orang yang mau tawuran saja.

"Diem!" ucap Jevian ketus. Bibirnya mencebik kesal. Punggung tangannya dibuat untuk mengusap air matanya. Lalu berjalan ke arah sang ayah yang sekarang malah berbincang dengan papa Jovan.

"Hueee Bundaa." Dery berlari kecil dan memeluk Jihan. Berpura-pura menangis untuk mengejek Jevian.

Bungsu Dirgantara itu tak ingin menanggapi, lebih memilih memeluk sang ayah yang kini menepuk-nepuk pelan punggungnya. Sedangkan Ajun, Luka, dan Jaffar memilih langsung mendudukkan tubuh mereka disamping sang adik secara berjejer. Jaffar yang paling dekat dengan Jevian menepuk pelan bokong Jevian. Membuat adiknya itu mendengus dan membalas pukulannya.

"Bunda, kita nggak disuruh duduk?" tanya Jovan memelas.

Bunda yang hampir melupakan ketiga remaja itu menepuk pelan dahinya. Lalu menyuruh Dery melepaskan pelukannya.

"Duduk sayang. Mau makan? Bunda ambil ya?" tanya Jihan. Tuh kan, Jovan bilang juga apa. Jihan tuh kalau lagi baik, sebelas dua belas sama malaikat. Tapi kalau lagi marah, galaknya ngalahin singa.

"Mau/ Nggak usah Bunda." Rifky menatap Chandra tajam. Bisa-bisanya anak itu menerima tawaran Jihan dengan sangat cepat.

Seharusnya menolak dulu. Baru pura-pura terpaksa menerima. Bagaimana sih Chandra ini?! Buat malu saja.

"Duduk dulu sini. Biar Bunda ambil makannya ya? Adek harus makan juga."

Sebenarnya Jevian ingin menolak. Namun tampaknya sang ibu sedang tak ingin ditolak. Didalam rengkuhan sang ayah, Jevian merutuki kebodohannya karena sudah menangis didepan teman-temannya. Mau ditaruh dimana wajahnya ini? Jevian mengerang dalam hati. Semakin mengeratkan pelukannya pada sang ayah, lalu sedikit mengintip pada paman dan sepupunya yang juga saling merangkul. Bedanya, Jovan terlihat sangan canggung. Padahal jelas-jelas itu adalah ayahnya.

"Aaa Bundaaa." Dery lagi-lagi mengejek adik bungsunya.

Menggusur Jaffar yang sedang asik bermain ponsel disamping Jevian. Memeluk Jevian dan sedikit menggelitik Jevian. Membuat remaja bersurai karamel itu menggeliat geli.

"Jangan Dery!"

"Abang! Panggil gue abang!"

"Moh."

meilleurs amis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang