26. Brothership

3K 352 9
                                        

Keenan adalah orang paling bahagia saat Jevian lahir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keenan adalah orang paling bahagia saat Jevian lahir. Bayi mungil dalam gendongannya itu bahkan tak lebih besar dari lengannya. Tubuh anak itu kurus dan kecil. Kulitnya yang memerah, matanya yang kecil, juga jari-jari mungilnya, Keenan masih ingat rupa Jevian waktu itu. Anaknya, anak bungsunya kini telah tumbuh besar. Begitu yang didengar oleh Jevian dari ayahnya.

Jevian pernah bertanya pada Keenan sekali waktu itu, tentang bagaimana perasaannya setelah Jevian lahir. Apakah Keenan semakin bahagia? Atau apakah Keenan semakin sengsara? Sebab sedari lahir, Jevian tahu bahwa menjaga dirinya adalah hal sulit. Awan pernah bercerita bagaimana wajah haru Keenan saat menggendongnya untuk pertama kali.

Jevian awalnya terharu sebab merasa betapa sayangnya Ayah pada dirinya. Namun kelamaan, Jevian tersadar bahwa dirinya memang benar-benar menyusahkan. Dirinya masih mengingat bagaimana wajah takut para asisten rumah tangga di rumahnya kala melihat Ayah menggendongnya setelah pulang dari rumah sakit. Jevian tahu bahwa Ayah sempat hampir memecat mereka karena lalai menjaganya.

Apalagi saat ketiga kakak kembarnya tak mau menemaninya, Jevian tahu bahwa mereka cemburu akan dirinya. Terlebih Aluka yang memang terang-terangan menampakkan wajah tak sukanya saat Ayah sudah berlebihan dalam bertindak untuk Jevian. Jevian sadar akan hal itu, dan Jevian tak pernah menganggap hal itu serius. Karena Ayah selalu bilang walau bagaimanapun, saudara akan menjadi orang yang akan selalu ada membantu kita kelak.

Tapi Jevian lupa kalau tak semua orang berpikiran sama dengannya. Aluka juga bisa cemburu dan marah tanpa harus mengingat bagaimana nasihat Ayah akan dirinya.

Jevian harus tahu bahwa rasa cemburu Aluka sudah tumbuh sejak kelahirannya. Bahkan jauh hari sebelum dirinya mengenal rasa dan warna. Sebab bagi Aluka, Jevian memang merebut kebahagiaannya. Karena bagi Aluka, karena Jevian lah ayah tak pernah meliriknya.

Namun Jevian tak tahu dari apa hati Aluka terbuat, karena bagaimanapun marahnya Aluka anak itu tak pernah memarahinya.

"Aluka." Jevian memanggil Aluka yang baru saja ke luar dari kamarnya. Wajah Aluka sudah lebih segar dari siang tadi. Kakaknya itu juga tampak lebih bersahabat.

"Hm." jawab Aluka. Laki-laki itu menatap Jevian dengan sebelah alisnya yang terangkat.

Jevian tampak sedikit gugup, anak itu bahkan menggigit bibirnya serta menautkan jemarinya. "Hm itu, lo mau nggak mi instan? Gue— gue ada buat tuh." tanyanya pada Aluka.

Aluka tertawa kecil lalu mengusap puncak kepala Jevian. "Nggak, buat lo aja." jawab Aluka kembali berjalan.

Rasa gugup Jevian berubah menjadi sedih, bahunya melorot selaras dengan wajahnya yang berubah menjadi muram. Anak itu tidak tahu betapa sedihnya Aluka saat semua perhatian tertuju padanya. Harusnya Jevian lebih peka sedikit saja kepada saudara-saudaranya. Bukan malah menikmati semuanya sendirian.

"Eh, boleh deh." Jevian mendongak menatap Aluka yang masih berdiri di tangga. Matanya berbinar saat mendapati kakaknya itu menatapnya dengan senyum kecil. Jevian ingin menangis sekarang.

meilleurs amis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang