□ Extra Part; Desember dan Luka

7.7K 586 79
                                    

Senyum Gata tak luntur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senyum Gata tak luntur. Di depan anak itu, kue sederhana berwarna abu-abu tertata rapih di atas meja. Di sisi Gata, ada orang-orang yang sudah Gata anggap sebagai semestanya.

Kirana, Bayanaka, Alvarendra, Cakra, Jihan, Axel, Silvi, Navie, Bara, Nakula, Cemara, dan Ajeng.

Mereka duduk mengelilingi Gata yang berada di tengah-tengah.

Kue tersebut sudah dihias dengan lilin berangka tujuh belas. Angka yang membuat senyum Gata semakin lebar. Artinya, dalam beberapa hari nanti, ia bisa mendapatkan KTP.

Tangan Kirana tergerak mengusap rambut Gata. Wanita itu tersenyum teduh untuk sang putra. Senyum yang langsung di balas oleh Gata.

"Ayo buat permintaan dulu. Setelah itu ... baru tiup lilinnya." ucap Kirana.

Gata menganggukkan kepala. Lalu anak itu menyatukan tangan di depan dada, kedua matanya juga ikut terpejam. Orang-orang yang melihat Gata hanya mampu tersenyum dalam diam.

Tuhan, di kehidupan selanjutnya, tolong kembali pertemukan Gata dengan mereka.

Tidak apa jika Papa dan Mama bukan sepenuhnya milik Gata. Yang pasti, Gata akan senang kalau menjadi anak mereka lagi.

Terimakasih, Tuhan, karena telah memberikan Gata kesempatan untuk merasakan kasih sayang yang mereka berikan.

Walau mungkin, melalui orang lain.

Ini harapan Gata sejak lama.

Setelah itu Gata membuka mata, lalu meniup lilin hingga padam. Semua orang bertepuk tangan dengan heboh.

Lalu, semua orang mengucapkan selamat ulang tahun padanya satu per satu.

Lagi dan lagi, Gata hanya mampu tersenyum.

"Sudah sangat dini. Gata sayang, ayo tidur sama Mama."

Gata menatap uluran tangan Kirana untuk sejenak. Sebenarnya ia tidak rela untuk menyudahi acara ini. Rasanya, jika ia beranjak sedikit saja, mereka semua bisa menghilang dari pandangan.

Mengerti arti tatapan sang putra, Bayanaka yang memang duduk di sebelah Gata lantas merangkul bahu anak itu. "Tidur sama Papa dan Mama, mau? Demam kamu belum turun. Tidur, ya?"

Tatapan Gata meliar, menatap semua orang yang kini kompak menganggukkan kepala. Hari ini Gata memang demam, karena kemarin sore nekat mandi hujan.

Akhirnya Gata memang tidak memiliki pilihan lain. Setelah menarik napas panjang, Gata bangkit dan menerima uluran tangan Kirana.

Bayanaka juga ikut bangkit. Berjalan bersisihan dengan putra dan mantan istrinya. Gata yang memang berada di tengah, langsung mengapit kedua tangan mama dan papanya.

Tidak ada penolakan. Justru Kirana dan Bayanaka tersenyum teduh sekali.

Ketiganya mulai berjalan. Hampir menaiki tangga, sebelum Gata memilih berhenti. Yang membuat Kirana dan Bayanaka mau tak mau ikut berhenti juga.

|✔| GATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang