Bagian 2: Indranila

5.2K 360 2
                                    

Aku duduk di dalam bis, di sebelah jendela. Titik yang paling aku suka saat menggunakan kendaraan umum. Bis nomor 01 ini sebetulnya bukan bis wisata, tapi trayeknya paling banyak karena bis ini digemari oleh wisatawan, apalagi sejak lima tahun terakhir. Bis ini mengelilingi bagian-bagian penting di kotaku, Indranila. Oleh karena itu seringnya bis ini penuh. Tapi tidak sore ini. Aku bisa dengan bebas menikmati perjalanan dan pemandangan kehidupan yang disuguhkan Indranila dan penduduknya. Sekitar lima belas menit lagi, bis ini akan berhenti di halte kompleks Mutiara Valley, dimana rumahku berada.

Hari yang cerah. Enam bulan terakhir, sering kulalui jalanan ini, karena aku banyak menghabiskan waktu di sekretariat Mandala. Jika ada Arya atau Kirana di rumah, aku selalu ke kampus di waktu luangku. Adik-adikku tahu pasti, aku selalu membutuhkan waktu untukku sendiri, semenjak papa jatuh sakit. Tak ada tempat lain yang bisa kutuju, selain kampus. Di tempat yang luas itu aku bisa melakukan banyak hal. Termasuk, sering-sering melihat Jay, yang di sela-sela kesibukannya bekerja, ia sering menyempatkan diri datang ke kampus. Sekretariat sudah seperti rumah kedua bagiku.

Lampu merah, bis berhenti. Kedua mataku tertuju pada sebuah bangunan tua yang cantik dan memiliki halaman yang asri. Hayuning Inn. Aku mengirimkan lamaran ke hotel bintang tiga itu kemarin dan berharap aku bisa bekerja di sana. Meski aku melamar di bagian purchasing, karena hanya itu lowongan yang tersedia dan aku tak mengetahui apapun tentang bagian itu, tapi aku yakin akan bisa beradaptasi. Selama tidak terlalu banyak bertemu dengan manusia lain, pekerjaan apapun akan aku ambil.

"Itu tadi hotelnya," ucap seorang gadis di belakangku.

"Oh ya? Tapi enggak kelihatan menyeramkan, ya?"

Hah? Menyeramkan? Ada cerita apa ini? Aku masih mencoba menguping.

"Malah terlihat sejuk ya. Tapi cerita horor Hayuning Inn sudah sering terdengar. Teman kakakku mengalaminya sendiri, karena pernah bekerja di hotel itu," ungkap gadis itu.

Ya ampun. Aku tidak pernah mencari tahu secara detail tentang Hayuning Inn. Tapi apa peduliku? Tujuanku hanya uang. Lagipula yang aku percaya, hantu dan sebagainya hanya nyata dalam serial Supernatural. Iya benar, serial Amerika yang mengisahkan tentang adik kakak Winchester itu.

Ah sudahlah. Aku mengalihkan fokusku pada pemandangan syahdu kota ini. Setiap sudutnya bersih, penuh keramahan manusia-manusianya. Di depan sana ada sebuah jalan yang setiap sore hingga tengah malam berganti peran menjadi jalan untuk jajanan alias street food. Tak boleh ada kendaraan yang lewat. Hanya pejalan kaki. Ada lebih dari 100 pedagang makanan yang meramaikan kawasan itu setiap malam. Di sana pula para penyanyi jalanan melakukan aksinya. Oh ya, tentang kotaku ini, satu hal yang pasti, bahwa tidak terdapat satupun pengemis di sini. Kota ini makmur dan sejahtera. Kemiskinan terkendali dengan sangat baik, sejak dulu.

Mutiara Valley. Tulisan itu menyambutku, begitu turun dari bis. Sore ini tampak tenang. Mungkin karena memang belum waktunya bubar jam kerja. Aku duduk sejenak di halte yang cukup besar ini. Melihat sekeliling, beberapa orang dan kendaraan memasuki gerbang kompleks. Beberapa dari mereka mengenakan seragam SMA. Untuk menemani waktu tenangku, kunyalakan musik dari ponselku, setelah memasang headphone klasik yang masih menggunakan kabel. Pandanganku beralih ke deretan pegunungan dari kejauhan, yang mengelilingi kota. Di utara sana gunung tertinggi di kota ini: Gunung Tunggul. Gunung dengan ketinggian 1900mdpl itu sangat disucikan dan bahkan masih memiliki hutan larangan, yang selain juru kunci, tak ada lagi yang berani mendekatinya. Hampir semua gunung dan bukit yang masih termasuk wilayah Indranila, terjaga dengan baik. Di kota ini masih banyak tempat suci peninggalan leluhur yang dijaga dengan baik, yang disebut dengan kabuyutan. Hukum adat pun masih dihormati.

Indranila adalah kota di cekungan bekas anak danau purba, yang terletak sekitar 20 kilometer dari ibu kota provinsi, yang pada zaman dahulu merupakan danau utamanya. Ada dua danau alami di kota ini. Danau Sitununggal yang terletak di hutan larangan gunung Tunggul dan Situ Tengah, yang terletak di titik terendah Indranila. Situ Tengah selalu ramai, karena sudah menjadi salah satu obyek wisata. Sedangkan Danau Sitununggal, hampir tidak ada yang tahu. Percaya atau tidak, bahkan satelit tidak bisa menangkap citra dari danau keramat itu. Tidak pernah ada yang tahu, kecuali mungkin orang-orang pilihan saja. Jika membuka aplikasi peta satelit, yang terlihat selalu gumpalan awan putih. Tidak sedikit orang, bahkan dari institusi yang mencoba menerbangkan drone ke arah danau itu, tapi tak ada yang berhasil. Akhirnya seluruh masyarakat adat sepakat untuk melarang semua percobaan pengambilan gambar danau Sitununggal, dengan cara apapun. Pak Theo, guru sejarahku saat SMA, pernah mengatakan bahwa Sitununggal akan membuka diri hanya pada yang ia kehendaki. Dulu aku tidak begitu mengerti apa maksud ucapannya, tapi kini aku sedikit paham. Percayalah, sejak tahun 1990, sudah terdapat lebih dari 300 kasus orang hilang. Mereka yang hilang adalah yang nekad dan diam-diam berusaha memasuki hutan larangan.

Permaisuri Kerajaan UlarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang