Aku memasuki halaman yang cukup luas dari sebuah rumah yang tidak pernah aku kunjungi sebelumnya. Sebuah rumah yang desain depannya gaya mediteranian dengan dua pilar besar di depan pintu masuk yang juga besar. Aku diarahkan untuk memarkirkan motorku di pintu depan dan seorang laki-laki yang sepertinya supir di keluarga ini mengambil alih motorku untuk diparkirkan di tempat yang seharusnya. Aku disambut seorang perempuan paruh baya, sepertinya ART, di depan pintu rumah yang sudah terbuka.
"Silahkan masuk, Neng. Saya Mbok Darmi. Non Renata sudah menunggu di kamarnya. Mari saya antar ke kamarnya," ucap Mbok Darmi seraya memberikan sandal untuk aku pakai selama di dalam rumah ini, sementara sepatuku diletakkan di atas rak khusus.
"Assalamu'alaikum," sapa seseorang dengan ceria sambil membuka pintu rumah dan langsung menghempaskan sepasang sandal ke atas lantai. Tanpa menoleh pun aku tahu siapa pemilik suara tersebut.
"Wa'alaikumsalam," sahutku dan Mbok Darmi bersamaan. Kami serempak menoleh ke arah Ocha yang nyengir tanpa dosa.
"Hai, Ta. Aku segera menyusul begitu melihat kamu masuk ke gerbang depan tadi," ucapnya seraya merangkul bahuku, "biar sama aku saja, Mbok. Bikinkan minum saja, ya," imbuhnya pada Mbok Darmi yang langsung disambut acungan jempol. Sepertinya Ocha sering main ke sini. Ah tentu saja, kan Ocha dan Renata berteman sejak kecil.
"Memangnya rumahmu di mana?" tanyaku seraya mengikuti langkahnya menaiki anak tangga menuju kamar Renata.
"Dua rumah dari sini, tapi tadi aku sedang di pos satpam rumah ini. Ngobrol dengan Pak Hadi yang tadi parkirin motormu. Oh iya, nih kunci motormu," jawabnya seraya menyerahkan kunci motorku. Segitu akrabnya dia dengan keluarga ini. Seandainya Renata atau Ocha laki-laki, mereka pasti sudah dijodohkan.
Aku mengikuti Ocha berjalan menuju sebuah pintu kamar berwarna hitam. Dia mengetuknya, memanggil nama Renata, kemudian langsung membuka pintu meski belum ada jawaban dari yang punya kamar. "Yuk masuk," ajak Ocha sembari terlebih dahulu melangkahkan kaki memasuki kamar yang sangat luas ini.
"Hai, Ocha, Tara," sapa Renata saat melihat kami di depan pintu kamarnya.
"Hai, Rain," sapa Ocha seraya mencium pipi Renata. Rain? Ini yang kedua kalinya aku mendengar Ocha memanggil Renata dengan sebutan Rain. Panggilan kesayangan, kah? So sweet.
"Wow!" seruku kagum melihat kamar Renata yang sangat luas dengan nuansa monokrom. Begitu memasuki kamarnya, ada walk in closet dengan dinding kaca di sebelah kananku. Di tengah kamar ada tempat tidur dipan yang ukurannya cukup besar sehingga semakin membuat kamar ini terlihat lebih luas. Tepat di depan tempat tidurnya ada TV LED yang cukup besar lengkap dengan stereo, sangat puas nonton film sambil tiduran di kamar ini. Juga ada meja rias yang sangat rapi. Di bagian yang menghadap ke halaman depan ada jendela yang cukup besar. Ada sofa minimalis beserta meja kecil. Di sudut kamarnya ada meja belajar yang lengkap dengan seperangkat iMac.
"Sini. Sedang apa kamu di depan pintu?" tanya Renata sambil melambaikan tangannya. Dia duduk di sofa bersama Ocha. Aku menghampiri mereka sembari meletakkan tasku di atas tempat tidur. Tak lama Mbok Darmi datang membawa minuman, Ocha yang membukakan pintu. Setelah meletakkan minuman dan penganan ringan di meja, Mbok Darmi pamit keluar.
"Susah cari rumahnya?" tanya Renata sembari meletakkan asbak ke bawah meja. Dia merokok?
"Tidak juga. Rumahmu sangat mudah dicari," jawabku.
"Syukurlah. Jangan beritahu siapapun kalau kamu pernah main ke sini. Aku tidak ingin orang lain tahu di mana rumahku."
"Memangnya kamu tidak pernah mengajak teman yang lain ke sini? Selain makhluk rese di sampingmu itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Denial (GXG)
RomanceBagaimana rasanya menyukai sahabatmu sendiri? Update-nya terserah saya. Bagi pembaca Back To You, di sini ada Rain dan Ocha.