Chapter 32

1.9K 197 23
                                    

"Yakin nih kita membiarkan anak baru itu bergaul dengan anak emas?" tanya Ika seraya memerhatikan Caca dan Agnes yang duduk tidak jauh dari meja kami. Sudah dua hari berlalu sejak insiden dengan Caca itu terjadi, namun aku dan Caca sama-sama tidak ada yang berniat untuk menyapa duluan. Entah melegakan atau tidak tapi aku juga ingin tahu kabarnya saat ini.

"Dia tunangannya sepupuku," ucap Nuga seraya menatapku, "sepertinya kita harus mengajaknya untuk bergabung. Aku tidak ingin disalahkan kalau sampai dia terkait dengan gosip gara-gara bergaul dengan anak emas," imbuhnya lagi seraya mengalihkan pandangannya ke arah Caca dan Agnes.

"Hah? Seriusan?" tanya Ika yang duduk di sampingku dengan suara cukup keras sehingga membuat beberapa pasang mata memandang ke arah kami. "Sorry," ucapnya dengan suara pelan.

"Iya, aku dan Tara bertemu dia dan sepupuku di mall," sahut Nuga yang langsung membuatku mengingat kembali kenapa aku semakin membenci hari Senin.

Aku diam memainkan es batu di dalam gelasku dengan sedotan. Aku merasakan ada mata yang memandangku dan menyadari Yulia yang duduk di depanku menatapku seolah minta penjelasan. Aku kembali menunduk, pura-pura tidak memahami apapun.

"Kamu kok akhir-akhir ini diam saja, Ta? Sakit?" tanya Ika dengan nada khawatir seraya menyenggol pelan lenganku.

"Hmm? Tidak kok. Lagi ada yang dipikirin doang," sahutku sambil tersenyum.

"Apaan, Ta? Hamil? Kamu hamil, Ta?" tanya Ika dengan suara yang cukup keras untuk didengar Caca dan Agnes yang kini memandang ke arah kami. Untungnya sudah sepi pengunjung dan hanya ada kami berempat, Caca dan Agnes, serta beberapa orang yang sedang antri membayar di kasir.

Aku segera menggeplak belakang kepala Ika dengan keras. Mulutnya memang suka asal kalau ngomong. Bentar lagi pasti bakal jadi gosip nih hingga ke kantor sebelah. Aku tidak memedulikan Ika yang kesakitan seraya mengelus kepalanya atau Nuga dan Yulia yang ketawa dengan keras sampai mengundang perhatian yang lain. Benar-benar titisan setan mereka ini.

"Jangan asal ngomong, bego. Nanti jadi gosip macam-macam," ucapku seraya menoyor kepalanya. Semenjak bertemu dengan Caca lagi aku memikirkan apa yang harus aku lakukan saat ini.

"Lantas kenapa, Ta? Kamu tidak seperti biasanya," ucap Ika sembari mengubah posisi duduknya menghadap ke arahku. Aku merasa sedikit panik dan menatap Nuga yang juga diam, tidak tahu harus berkata apa. Aku kembali menatap Ika dan memandang ke arah Caca yang juga memandangku dengan tatapan yang tidak bisa aku artikan. Namun aku berharap tidak berhalusinasi saat melihat senyuman di bibirnya.

"Aku sedang memikirkan sesuatu tapi aku belum bisa menceritakannya dengan kalian. Aku butuh waktu untuk mencerna semuanya dulu sebelum menceritakannya. Please," ucapku memohon pengertian mereka. Ika menghela nafas dan tersenyum padaku. Dia beranjak memeluk dan mengelus punggungku sesaat kemudian melepaskannya, "Ta, take your time. Nanti cerita kalau kamu sudah siap untuk memberitahu siapa ayah dari bayi yang kamu kandung."

Kampret memang.

Aku mengangguk dan tersenyum padanya dengan niat ingin membantingnya saat ini. Aku kembali menatap Caca yang kini menatapku tajam seolah ingin membunuhku saat itu juga. Aku segera mengalihkan pandanganku. Kami segera beranjak pergi karena jam istirahat siang hampir berakhir sementara pekerjaan masih banyak.

Aku juga tidak tahu apa yang aku pikirkan. Pertemuan kembali dengan Caca jelas sekali menimbulkan efek yang tidak aku harapkan. Kenapa dia tiba-tiba hadir kembali dalam kehidupanku? Tidak sendirian, tapi dia kini sudah memiliki tunangan. Akan tetapi yang menjadi pikiranku bukan itu, melainkan kalung yang dia pakai. Kenapa dia masih memakainya? Dia tentu memakainya hari itu bukan karena tahu akan bertemu denganku tapi pasti karena dia memang selalu memakainya. Apakah itu berarti dia masih memiliki rasa yang sama untukku? Apakah dia masih memikirkanku seperti aku memikirkan dia?

Denial (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang