Chapter 38

3.2K 206 30
                                    

Aku kembali menghabiskan malam mingguku bersama dengan tiga sahabatku. Hal yang lumrah terjadi setelah gajian namun tidak dengan kali ini. Aku sedang tidak ingin sendirian di rumah tapi aku juga tidak ingin menghabiskan waktu hanya berduaan dengan Nuga kalau tidak ingin mendapat protes dari Ika dan Yulia. Jadilah kami berempat duduk santai di sebuah cafe yang cukup ramai dengan pengunjung. Beruntung kami bisa mendapatkan tempat duduk di pojokan.

Cafe ini cukup luas namun meja untuk pelanggan yang datang tidak terlalu banyak. Space yang bisa untuk menambah meja digunakan oleh pemilik cafe untuk memamerkan koleksi barang antik miliknya. Sepeda antik, televisi hitam putih model lama, telepon antik berbagai model (telepon antik retro warna cokelat yang terkesan mewah hingga telepon antik retro yang bisa digunakan dengan koin pada masanya), kamera analog antik yang flash-nya bikin silau, hingga radio antik. Aku tidak tahu apakah ada barang antik yang masih berfungsi selain sepeda itu. Selain itu juga ada beberapa buah poster yang entah memang dimiliki sejak dulu atau didesain seperti masa tempo doeloe. Beberapa foto sudut kota Bandung zaman dulu yang ikonik. Untuk menambah suasana klasik, mereka hanya memutar musik tempo doeloe.

Serasa jadi orang zaman dulu.

"Ta, to the point nih, ada apa lagi antara kamu dan Caca?" tanya Yulia seraya memajukan badannya dan melipat kedua tangannya di atas meja. Dua sahabatku yang lain serentak memandang ke arahku. Aku memandang ke arah mereka bergantian. Aku tahu mereka pasti akan menanyakan ini cepat atau lambat.

Aku menarik nafas dalam dan menghelanya perlahan seraya menyandarkan punggungku dan menghindari tatapan mereka. Nuga yang duduk di sampingku menepuk pelan pahaku yang membuatku sontak memandangnya. Dia tersenyum tipis untuk memberiku dukungan moral. Nuga memang orang pertama yang aku ajak bicara perihal ini. Ika dan Yulia masih menunggu jawabanku namun tidak mendesakku untuk segera menjawabnya.

Aku akhirnya menceritakan apa yang terjadi di toilet waktu itu. Bisa dipastikan Yulia yang paling heboh reaksinya. Ekspresi terkejutnya priceless banget. Matanya membelalak dan mulutnya terbuka dan tertutup berkali-kali. Sekilas dia seperti ikan yang megap-megap di dalam air. Ika hanya diam menatapku dan dari ekspresinya aku bisa pastikan dia kecewa denganku. Nuga hanya diam saja seraya menikmati minumannya.

"Ta, first kiss kalian di toilet? Gila, tidak ada tempat yang lebih romantis apa?" tanya Yulia yang langsung mengaduh pelan setelah disikut Ika yang duduk di sampingnya. Keduanya langsung adu mulut seperti biasanya.

"Lantas kenapa kalian tidak terlihat dekat lagi setelah peristiwa itu?" tanya Ika yang akhirnya mengakhiri perdebatan tidak pentingnya dengan Yulia.

Aku memandang Nuga sekali lagi namun kali ini dia terlihat sibuk dengan roti bakarnya. Aku kembali duduk tegak dan meletakkan kedua tanganku di atas meja. Satu tangan memangku dagu dan lainnya sibuk mengaduk minuman di gelas yang ada di hadapanku. "Karena aku merasa apa yang telah aku dan Caca lakukan waktu itu adalah sebuah kesalahan. Aku tahu, seharusnya aku tidak melakukannya tapi aku terbawa suasana saat itu," jawabku pada akhirnya seraya menatap Ika karena aku tahu dia kecewa dengan apa yang telah aku lakukan, "aku merasa bersalah dengannya dan Bima, sepupu Nuga. Tindakan egoisku saat itu membuat Caca jadi mengkhianati tunangannya. Aku tidak ingin jadi penyebab rusaknya hubungan seseorang apalagi aku juga tidak bisa menjanjikan apapun ke depannya," imbuhku pelan.

"Kalian sudah membicarakan ini?" tanya Yulia seraya mengambil kentang goreng. Kami memang belum memesan makanan berat dan memilih untuk cemilan terlebih dahulu.

Aku menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Yulia yang ditanggapi dengan helaan nafasnya. "Aku bingung ingin memulainya, terlebih hal itu terjadi setelah pembicaraan kami malam sebelumnya," ucapku yang membuat mereka mengangguk paham. Aku sudah menceritakan tentang pembicaraanku dan Caca malam itu namun tidak dengan apa yang terjadi keesokan harinya.

Denial (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang