Chapter 11

2.8K 306 7
                                        

Semenjak jalan bertiga dengan Kak Amel dan Cindy ke mall waktu itu, hubunganku dengan Cindy semakin membaik. Yah aku rasa tidak ada salahnya untuk kembali berteman dengannya. Dia masih Cindy yang aku kenal. Dua kali aku dan Cindy jalan berdua setelah hari itu, sebelum dan setelah Ulangan Umum. Aku mencoba mencari kesibukan lain untuk membiasakan diri tanpa Caca yang biasanya menemani aku. Bahkan untuk sekedar chat saja sudah jarang sekarang, seringnya kita hanya ngobrol saat bertemu di sekolah saja.

Libur sekolah pun aku habiskan di rumah saja. Tadinya aku diminta untuk jadi panitia MOS di sekolah saat ajaran baru nanti, tapi aku bilang sudah ada rencana untuk liburan di Surabaya. Tentu saja aku berbohong karena sebenarnya aku malas. Cindy sedang liburan ke Pontianak, ke tempat Kakek dan Neneknya. Setahuku dia memang orang Pontianak, keluarganya pindah ke Jakarta saat dia masih SD dulu. Jadi, aku bosan sekali berdiam diri di rumah saja selama hampir 2 minggu.

"Kak, aku boleh pergi jalan sama teman-teman tidak?" tanya Andra seraya duduk di sampingku. Dia pasti akan meminta izin terlebih dahulu padaku sebelum izin pada orang tuaku. Bahkan orang tuaku akan bertanya dulu, dia sudah meminta izin padaku atau belum. Kalau aku tidak mengizinkan, orang tuaku tidak akan mengizinkan juga. Sekalipun mereka mengizinkan, kalau aku bilang tidak, dia tetap tidak boleh pergi.

"Teman sekolah? Mau ke mana?"

"Iya. Jalan-jalan ke mall saja, palingan nonton atau ke Timezone."

"Ada uangnya?"

"Ada kok, tadi pagi sudah minta sama Papa. Kalau Kakak tidak kasih izin, uangnya dibalikin."

"Dasar. Ya sudah, pulangnya jangan kesorean, ya. Jam 6 harus sudah ada di rumah, sudah mandi. Hati-hati di jalan."

"Yes! Makasih, Kak."

"Mau Kakak antar?"

"Tidak usah. Aku naik ojek saja."

"Ya sudah. Kabarin Kakak kalau nanti sudah sampai di sana."

"Iya, Kak," ucapnya sambil mencium pipiku dan beranjak dari sofa.
Andra bergegas pergi ke kamarnya dan bersiap pergi. Aku kembali menatap layar TV yang entah sedang menayangkan film keluarga, Home Alone 2. Film legend setiap masa liburan sekolah, aku sampai hafal alur ceritanya. Aku menonton sambil menaikkan kakiku ke atas meja, kalau ada Mama atau Papa, bisa dimarahin ini.

"Ta, temenin ke salon dong," ajak Kak Amel seraya duduk di sampingku, "kamu sekalian potong rambut deh, sudah gondrong nih, Mas," imbuhnya seraya memegang rambutku yang panjangnya sudah lewat sebahu.

"Tiap kali kamu kasih komentar tuh rasanya ingin sekali aku sambelin tuh mulut," ucapku seraya menatap tajam ke arahnya, "tapi, hayuk deh, aku bosan di rumah terus. Aku ingin mencoba potongan rambut yang baru," imbuhku seraya bangkit dari sofa.

"Ya sudah sana mandi, aku siap-siap dulu," ucapnya sambil mendorongku ke arah kamar mandi.

Dalam waktu 30 menit kami berdua sudah dalam perjalanan menuju salon langganan Kak Amel sejak dia SMP. Untungnya salon sedang tidak banyak pelanggan sehingga kami berdua tidak harus menunggu giliran. Kak Amel minta perawatan lengkap untuk rambutnya, sedangkan aku hanya untuk potong rambut.

"Mau potong seperti apa?" tanya kapster yang menanganiku.

"Shaggy di atas bahu dan undercut di bagian belakang."

"Hmm?"

"Aku mau undercut di bagian belakang yang hanya terlihat kalau rambutnya aku ikat, tapi kalau digerai tidak terlihat. Bisa?"

"Oh oke. Aku mengerti. Bisa, bisa. Hayuk kita eksekusi sekarang."

"Hahaha let's do it."

"Tara, jangan potong yang aneh-aneh," ucap Kak Amel mengingatkanku.

Denial (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang