Chapter 34

1.9K 188 17
                                    

"Kamu berantem dengan Rain, Cha?" tanyaku pada perempuan yang makin seksi nih orang tiap kali ketemu. Dikasih makan apa sih sama Rain?

Ocha menceritakan apa yang terjadi antara dia dan Rain (yang lupa atau mau tahu, sok baca saja lagi Back To You chapter 38-40. Hehehe) sementara aku mendengarkan ceritanya seraya menikmati risoles buatan Mami. Aku mampir ke rumah orang tuanya Ocha sepulang kerja karena ingin mendengarkan secara langsung cerita Ocha dengan bebas. Bisa saja aku mengajaknya ke rumahku tapi aku malas.

"Kenapa setelah sekian lama, kamu baru saja mengungkapkan perasaanmu itu? Kenapa kamu tidak mengungkapkan perasaanmu itu sebelum dia mendekati Yara?" tanyaku penasaran.

"Aku tidak mengira dia akan mendekati Yara untuk dijadikan pacar. Ta, kamu tahu sendiri dia tidak pernah pacaran kecuali kedekatannya dengan Abby semasa kuliah dulu. Alasan aku akhirnya mengungkapkan perasaanku padanya karena aku sudah tidak tahan memendamnya, Ta.

"Saat dia dengan Abby, aku mengerti kenapa mereka bisa dekat, karena Abby yang memulai untuk mendekatinya. Abby tidak hanya menyatakan perasaannya tapi juga menunjukkan pada Rain bagaimana dia sangat mencintai Si Bego itu. Mungkin, mungkin hal itu yang membuat Rain jadi semacam friends with benefit dengan Abby karena Rain tidak mau pacaran dengannya, entah kenapa. Mungkin karena dia memang brengsek selain bego.

"Aku menyadari Rain juga mencintai Abby saat dia seperti zombie ketika Abby memutuskan untuk pergi dan menghilang dari kehidupan Rain. Kamu tahu sendiri, Ta, bagaimana upayaku untuk menjaga kewarasan Rain saat itu. Aku tidak mau hal itu terulang, aku cuma ingin dia bahagia dan kembali menjadi dirinya yang dulu.

"Saat dia dekat dengan Yara, jujur saja aku dilema. Aku ingin menjaga hati Rain agar tidak kembali terluka seperti dulu apalagi aku tahu Yara itu straight. Kalau sampai Rain kembali mengalami hal seperti dulu, aku takut malah aku yang tidak bisa menjaga kewarasanku. Tapi, aku ingin dia bahagia, Ta. Damn, it hurts me like a hell but I have to smile for her. I supported her like a real good friend and like a sister.

"Aku sering bertanya-tanya pada diriku sendiri, apa kurangnya aku di mata dia hingga dia tidak pernah melihatku dengan cara yang berbeda. Apakah karena kami terlalu dekat sehingga dia terbiasa denganku dan hanya menganggapku saudaranya?" ucapnya dengan air mata yang mengalir di kedua pipinya. Aku mengusap air matanya dengan tisu.

"Cha, pasti berat jadi kamu. Aku mungkin tidak akan sanggup, tapi kamu hebat. Kamu kuat menanggung semuanya, Cha. Rain itu cinta sama kamu, cuma dia sama kayak kamu. Sama-sama tidak ingin merusak persahabatan karena perasaan lebih yang dimiliki. Situasi kita itu sama, makanya aku bisa mengerti. Kenapa dia memilih untuk pacaran dengan yang lain, mungkin, mungkin jawabannya sama dengan kamu yang pacaran dengan para laki-laki sebelumnya. Untuk mengalihkan perhatian dan perasaan kalian. Aku yakin sebentar lagi dia akan mencarimu dan mengungkapkan perasaannya padamu."

"Dia masih pacaran dengan Yara, Ta. Nama kalian mirip, ya. Author-nya kehabisan ide saat bikin nama sepertinya atau emang malas cari nama lain."

"Emang malasan author-nya cari nama. By the way, kamu sengaja ke Bandung hanya untuk menghindari Rain?"

"Aku sekalian mau pamit, Ta."

"Astaga, Cha. Kamu mau bundir?" tanyaku terkejut yang langsung dihadiahi geplakan cukup keras di belakang kepalaku.

"Bukan itu, monyet. Aku dapat beasiswa untuk gelar master di Aussie. Aku akan berangkat beberapa hari lagi. Tadinya aku ingin memberi kejutan untuk Rain dengan kabar gembira ini, tapi dengan apa yang terjadi di antara kami membuatku urung untuk mengatakannya."

"Jadi Rain tidak tahu kalau kamu akan pergi ke Aussie?"

Ocha hanya menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaanku seraya menyisir rambut dengan jemarinya.

Denial (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang